medcom.id, Jakarta: Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan membantah, pemerintah kecolongan sehingga meletus teror bom di Jalan MH Thamrin, Januari 2016.
"Tidak ada istilah kecolongan. Kami tahu persis perjalanan kelompok ini. Yang kami tidak tahu itu dimana dan kapan?" kata Luhut dalam rapat gabungan bersama Komisi I dan III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Luhut mengatakan, tidak ada intelijen negara mana pun yang bisa menjamin kapan dan di mana teror dilakukan. Jika ada, tambah dia, Indonesia akan belajar ke sana.
"Kami tahu sel-selnya ada di sini dan kami terus kejar," ujar Luhut.
Terkait Undang-undang Terorisme, Luhut meminta, agar Dewan lebih cepat membahas dan merevisi undang-undang itu. "Esensinya kalau ada yang diduga teroris, polisi bisa menahan selama tujuh hari," kata dia.
Sementara Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Sidik mengatakan, aparat keamanan kecolongan atas serangan teroris di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Beruntung, kecolongan itu dibayar dengan kesigapan.
"Kesigapan, kecepatan mengatasi pascaledakan menyatakan mereka punya kesiagaan, tapi (aksi terorisme) terjadi di waktu yang mereka tak antisipasi," kata Mahfuz di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu 16 Januari 2016.
Mahfuz berpendapat, aparat kecolongan karena seharusnya intelijen sudah melakukan upaya cegah tangkal. Itu sudah menjadi tupoksi mereka. "Setidaknya melakukan penangkapan yang diduga terlibat terorisme dan akan melakukan aksi harusnya mereka bisa mengkalkulasi," jelasnya.
Mahfuz menjelaskan, aparat keamanan selama dua tahun terakhir sudah melakukan penangkapan terduga terorisme dan juga menyebarkan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian pergerakan terduga teroris semestinya sudah dapat diprediksi.
"Kalau sejak dua tahun lalu sudah di-publish peta kelompok radikal, kalau peta itu sudah ada kemudian kenapa masih tersesat," tandas dia.
medcom.id, Jakarta: Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan membantah, pemerintah kecolongan sehingga meletus teror bom di Jalan MH Thamrin, Januari 2016.
"Tidak ada istilah kecolongan. Kami tahu persis perjalanan kelompok ini. Yang kami tidak tahu itu dimana dan kapan?" kata Luhut dalam rapat gabungan bersama Komisi I dan III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Luhut mengatakan, tidak ada intelijen negara mana pun yang bisa menjamin kapan dan di mana teror dilakukan. Jika ada, tambah dia, Indonesia akan belajar ke sana.
"Kami tahu sel-selnya ada di sini dan kami terus kejar," ujar Luhut.
Terkait Undang-undang Terorisme, Luhut meminta, agar Dewan lebih cepat membahas dan merevisi undang-undang itu. "Esensinya kalau ada yang diduga teroris, polisi bisa menahan selama tujuh hari," kata dia.
Sementara Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Sidik mengatakan, aparat keamanan kecolongan atas serangan teroris di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Beruntung, kecolongan itu dibayar dengan kesigapan.
"Kesigapan, kecepatan mengatasi pascaledakan menyatakan mereka punya kesiagaan, tapi (aksi terorisme) terjadi di waktu yang mereka tak antisipasi," kata Mahfuz di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu 16 Januari 2016.
Mahfuz berpendapat, aparat kecolongan karena seharusnya intelijen sudah melakukan upaya cegah tangkal. Itu sudah menjadi tupoksi mereka. "Setidaknya melakukan penangkapan yang diduga terlibat terorisme dan akan melakukan aksi harusnya mereka bisa mengkalkulasi," jelasnya.
Mahfuz menjelaskan, aparat keamanan selama dua tahun terakhir sudah melakukan penangkapan terduga terorisme dan juga menyebarkan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian pergerakan terduga teroris semestinya sudah dapat diprediksi.
"Kalau sejak dua tahun lalu sudah di-publish peta kelompok radikal, kalau peta itu sudah ada kemudian kenapa masih tersesat," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)