Jakarta: Kerusuhan di Papua dinilai bukan hanya disebabkan kasus rasisme. Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI) mencatat ada empat akar pemicu konflik di Papua sejak 2009.
"Diskriminasi dan stigma memang ada, terbukti. Tapi itu hanya salah satu pemicu masalah dan tak bisa dilihat dari situ saja," kata peneliti Tim Kajian Papua dari LIPI Aisyah Putri Budiarti dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network, di Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2019.
Masalah pelanggaran HAM dinilai juga menjadi pemicu konflik di Papua. Kasus HAM masih marak terjadi neski pendekatan represif pada masa Orde Baru sudah dicabut.
Aisyah pun mengingatkan janji Presiden Joko Widodo saat awal terpilih menjadi presiden dan datang ke Papua pada Desember 2014. Kala itu, Jokowi berjanji menyelesaikan masalah pelanggaran di Wasior (2001), Wamena (2003), dan Paniai (2014).
Menurut dia, kegagalan pembangunan yang berlarut hingga kini juga menjadi masalah di Bumi Cendrawasih. Tahun lalu, LIPI dan The Asia Foundation menemukan kondisi kemiskinan semakin rendah pada daerah dengan dominasi orang asli Papua (OAP).
"Otsus (otonomi khusus) Papua sudah jalan hampir 20 tahun dan sudah mau selesai kok tak ada perubahan. Padahal ini untuk OAP," ujar dia.
Masalah terakhir yang masih menggelayut di Papua yakni terkait status dan sejarah politik. Terutama masalah perspektif masuknya Papua ke Indonesia.
"Tanggal 15 Agustus kemarin, ini yang menjadi isu, dan ini berulang, yaitu UU Otsus terkait Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)," kata dia.
Menurut Aisyah, pencabutan UU KKR pada 2006 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) membuat masalah di Papua tak pernah selesai.
Jakarta: Kerusuhan di Papua dinilai bukan hanya disebabkan kasus rasisme. Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI) mencatat ada empat akar pemicu konflik di Papua sejak 2009.
"Diskriminasi dan stigma memang ada, terbukti. Tapi itu hanya salah satu pemicu masalah dan tak bisa dilihat dari situ saja," kata peneliti Tim Kajian Papua dari LIPI Aisyah Putri Budiarti dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network, di Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2019.
Masalah pelanggaran HAM dinilai juga menjadi pemicu konflik di Papua. Kasus HAM masih marak terjadi neski pendekatan represif pada masa Orde Baru sudah dicabut.
Aisyah pun mengingatkan janji Presiden Joko Widodo saat awal terpilih menjadi presiden dan datang ke Papua pada Desember 2014. Kala itu, Jokowi berjanji menyelesaikan masalah pelanggaran di Wasior (2001), Wamena (2003), dan Paniai (2014).
Menurut dia, kegagalan pembangunan yang berlarut hingga kini juga menjadi masalah di Bumi Cendrawasih. Tahun lalu, LIPI dan The Asia Foundation menemukan kondisi kemiskinan semakin rendah pada daerah dengan dominasi orang asli Papua (OAP).
"Otsus (otonomi khusus) Papua sudah jalan hampir 20 tahun dan sudah mau selesai kok tak ada perubahan. Padahal ini untuk OAP," ujar dia.
Masalah terakhir yang masih menggelayut di Papua yakni terkait status dan sejarah politik. Terutama masalah perspektif masuknya Papua ke Indonesia.
"Tanggal 15 Agustus kemarin, ini yang menjadi isu, dan ini berulang, yaitu UU Otsus terkait Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)," kata dia.
Menurut Aisyah, pencabutan UU KKR pada 2006 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) membuat masalah di Papua tak pernah selesai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)