Jakarta: Sejumlah anak muda terlibat dalam aksi teror yang terjadi dalam beberapa waktu ini. Fenomena ini terjadi akibat paparan konten-konten negatif di media sosial.
“Karena kawula muda warga asli pengguna media sosial,” kata pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milennial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Menurut dia, informasi media sosial tersebar sangat cepat. Semua orang bisa mencari informasi dan belajar apa pun di media sosial.
“Termasuk belajar teror,” ujar dia.
Reza mengatakan penyebaran radikalisme dan rekrutmen teroris kini sudah menjalar ke media sosial. Pembelajarannya pun sudah tak perlu lagi secara tatap muka dan tidak membutuhkan kartu keanggotaan.
Menurut dia, para pengguna media sosial bisa memanfaatkan informasi di dunia maya untuk mengisi kepalanya dengan pemahaman radikal. Saat sudah terpapar radikalisasi, mereka melakukan pembaiatan pada diri sendiri.
Orang tersebut menyatakan sumpah setia melakukan operasi yang dianggap sebagai kebenaran. “Lewat dua rekrutmen itu, setiap orang akan bisa jadi pelaku teror terutama kawula muda,” tutur Reza.
Baca: BNPT Dinilai Perlu Membuat Strategi Nyata dalam Memerangi Terorisme
Sejumlah aksi terorisme terjadi di beberapa wilayah. Pertama, bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 26 Maret 2021. Aksi ini dilakukan sepasang suami istri yang masih muda serta mengakibatkan 20 orang luka berat dan ringan.
Teranyar, baku tembak terjadi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Suara tembakan mulai terdengar sekitar pukul 16.30 WIB pada Rabu, 31 Maret 2021.
Awalnya, terdengar suara tembakan dua kali dari dalam gedung Bareskrim. Kemudian suara lain yang diduga tembakan susulan. Berdasarkan hasil forensik, pelakunya seorang perempuan, Zakiah Aini, 25. Zakiah terpapar ideologi radikal kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Jakarta: Sejumlah anak muda terlibat dalam aksi
teror yang terjadi dalam beberapa waktu ini. Fenomena ini terjadi akibat paparan konten-konten negatif di
media sosial.
“Karena kawula muda warga asli pengguna media sosial,” kata pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam diskusi virtual
Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milennial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Menurut dia, informasi media sosial tersebar sangat cepat. Semua orang bisa mencari informasi dan belajar apa pun di media sosial.
“Termasuk belajar teror,” ujar dia.
Reza mengatakan penyebaran radikalisme dan rekrutmen teroris kini sudah menjalar ke media sosial. Pembelajarannya pun sudah tak perlu lagi secara tatap muka dan tidak membutuhkan kartu keanggotaan.
Menurut dia, para pengguna media sosial bisa memanfaatkan informasi di dunia maya untuk mengisi kepalanya dengan pemahaman radikal. Saat sudah terpapar radikalisasi, mereka melakukan pembaiatan pada diri sendiri.
Orang tersebut menyatakan sumpah setia melakukan operasi yang dianggap sebagai kebenaran. “Lewat dua rekrutmen itu, setiap orang akan bisa jadi pelaku teror terutama kawula muda,” tutur Reza.
Baca: BNPT Dinilai Perlu Membuat Strategi Nyata dalam Memerangi Terorisme
Sejumlah aksi terorisme terjadi di beberapa wilayah. Pertama, bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 26 Maret 2021. Aksi ini dilakukan sepasang suami istri yang masih muda serta mengakibatkan 20 orang luka berat dan ringan.
Teranyar, baku tembak terjadi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Suara tembakan mulai terdengar sekitar pukul 16.30 WIB pada Rabu, 31 Maret 2021.
Awalnya, terdengar suara tembakan dua kali dari dalam gedung Bareskrim. Kemudian suara lain yang diduga tembakan susulan. Berdasarkan hasil forensik, pelakunya seorang perempuan, Zakiah Aini, 25. Zakiah terpapar ideologi radikal kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)