Jakarta: Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan dua guru besar tetap dari Fakultas Kedokteran (FK). Kedua guru besar merupakan profesor di bidang penyakit dalam dan kesehatan anak.
Kedua guru besar tersebut adalah Prof. Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH dalam bidang ilmu Penyakit Dalam dan Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.Si dalam bidang ilmu Kesehatan Anak. Dalam pengukuhan yang dipimpin Rektor UI Muhammad Anis, dan Menristekdikti, Mohamad Nasir itu, Dadang menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Peranan Endoskopi Terapeutik dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Gastrointestinal Stadium Lanjut.”
Kanker gastrointestinal (saluran cerna), kata Dadang, merupakan salah satu penyakit keganasan terbanyak di dunia. "Kanker gastrointestinal meliputi kanker esofagus, gastroduodenal, pankreas, dan kolorektal," sebut Dadang dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id Minggu, 1 Juli 2018.
Ia menambahkan, sebelumnya efektivitas berbagai pengobatan kanker gastrointestinal dinilai dengan melihat respon tumor terhadap pengobatan dan tingkat kesintasan. Sedangkan saat ini, kualitas hidup yang meliputi aspek fisiologis, psikologis, dan aspek sosial dari seorang pasien beserta keluarganya merupakan alat evaluasi yang esensial untuk menilai keberhasilan pengobatan kanker gastrointestinal.
"Endoskopi saluran cerna tidak hanya berperan sebagai alat diagnostik, namun juga dapat digunakan untuk tujuan terapeutik baik pada penyakit keganasan maupun penyakit bukan keganasan," papar Dadang.
Baca: Fakultas Kedokteran UI Masih Terfavorit
Dalam upaya pengobatan penyakit keganasan gastrointestinal, endoskopi saluran cerna dapat berperan sebagai modalitas terapeutik, baik yang bersifat terapi paliatif maupun terapi definitif. Endoskopi terapeutik yang bersifat paliatif meliputi terapi fotodinamik, terapi laser, pemasangan self-expandable metal stents (SEMS), pemasangan nasobiliary drainage (NBD) tube untuk akses nutrisi, dan EUS-guided biliary drainage/EUS-BD.
Adapun endoskopi terapeutik yang bersifat definitif meliputi endoscopic mucosal resection (EMR) dan endoscopic submucosal dissection (ESD). Seluruh modalitas endoskopi terapeutik tersebut telah dapat dilakukan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
Namun, saat ini pelayanan endoskopi saluran cerna baru tersedia pada kurang dari 20% rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia. "Masih diperlukan lebih banyak dokter di Indonesia yang memiliki kompetensi endoskopi saluran cerna, baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut," tegasnya.
Lebih lanjut, diperlukan penambahan sarana endoskopi saluran cerna di rumah sakit yang ada di Indonesia. Saat ini, terdapat 12 pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat dasar yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun baru terdapat satu pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat lanjut (Advanced Endoscopy Training Center) yaitu di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Terbentuknya Advanced Endoscopy Training Center ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas para dokter Indonesia yang kompeten di bidang endoskopi saluran cerna khususnya endoskopi terapeutik.
Sementara itu Soedjatmiko dalam pengukuhannya menyampaikan pidato berjudul “Upaya Meningkatkan Kualitas Tumbuh Kembang Anak Indonesia Sejak Pembuahan sampai Remaja dengan Pemenuhan Hak Anak dan Pendekatan Pediatri Sosial untuk Membentuk Generasi Penerus Bangsa yang Unggul.”
Menurut Soedjatmiko, kesehatan anak Indonesia makin membaik tiap tahunnya. Namun untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak menjadi generasi penerus bangsa yang unggul masih menghadapi banyak masalah terkait pemenuhan hak-hak anak sejak masa pembuahan, sampai remaja.
Di antaranya hak anak terhadap kelangsungan hidup, tumbuh kembang optimal, perlindungan, dan menyatakan pendapat yang harus dipenuhi dengan prinsip non-diskriminatif untuk kepentingan terbaik anak. "Pendekatan pediatri sosial tersebut, harus bersinergi dengan ilmu pediatri klinis dan berbagai ilmu lain, untuk bersama-sama membentuk generasi penerus yang unggul," kata Soedjatmiko.
Baca: Performa International Faculty UI Meningkat Signifikan
Menyadari kompleksnya masalah tersebut, Soedjatmiko menyerukan perlunya meningkatkan Tri Darma Perguruan Tinggi antar Divisi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI–RSCM dengan berbagai Departemen lain dilingkungan FKUI-RSCM, fakultas lain di lingkungan UI, profesi terkait, kementerian, badan atau lembaga nasional dan internasional.
Menristekdikti, Mohamad Nasir meyakini, kontribusi kedua kedua guru besar tersebut akan memperkaya keragaman Ilmu Kedokteran di Indonesia. Terutama guru besar penyakit dalam, terkait upaya penanggulangan penyakit kanker.
"Ini akan mendukung cita-cita mulia bangsa Indonesia untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia," kata Nasir.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan dua guru besar tetap dari Fakultas Kedokteran (FK). Kedua guru besar merupakan profesor di bidang penyakit dalam dan kesehatan anak.
Kedua guru besar tersebut adalah Prof. Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH dalam bidang ilmu Penyakit Dalam dan Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.Si dalam bidang ilmu Kesehatan Anak. Dalam pengukuhan yang dipimpin Rektor UI Muhammad Anis, dan Menristekdikti, Mohamad Nasir itu, Dadang menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Peranan Endoskopi Terapeutik dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Gastrointestinal Stadium Lanjut.”
Kanker gastrointestinal (saluran cerna), kata Dadang, merupakan salah satu penyakit keganasan terbanyak di dunia. "Kanker gastrointestinal meliputi kanker esofagus, gastroduodenal, pankreas, dan kolorektal," sebut Dadang dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id Minggu, 1 Juli 2018.
Ia menambahkan, sebelumnya efektivitas berbagai pengobatan kanker gastrointestinal dinilai dengan melihat respon tumor terhadap pengobatan dan tingkat kesintasan. Sedangkan saat ini, kualitas hidup yang meliputi aspek fisiologis, psikologis, dan aspek sosial dari seorang pasien beserta keluarganya merupakan alat evaluasi yang esensial untuk menilai keberhasilan pengobatan kanker gastrointestinal.
"Endoskopi saluran cerna tidak hanya berperan sebagai alat diagnostik, namun juga dapat digunakan untuk tujuan terapeutik baik pada penyakit keganasan maupun penyakit bukan keganasan," papar Dadang.
Baca:
Fakultas Kedokteran UI Masih Terfavorit
Dalam upaya pengobatan penyakit keganasan gastrointestinal, endoskopi saluran cerna dapat berperan sebagai modalitas terapeutik, baik yang bersifat terapi paliatif maupun terapi definitif. Endoskopi terapeutik yang bersifat paliatif meliputi terapi fotodinamik, terapi laser, pemasangan self-expandable metal stents (SEMS), pemasangan nasobiliary drainage (NBD) tube untuk akses nutrisi, dan EUS-guided biliary drainage/EUS-BD.
Adapun endoskopi terapeutik yang bersifat definitif meliputi endoscopic mucosal resection (EMR) dan endoscopic submucosal dissection (ESD). Seluruh modalitas endoskopi terapeutik tersebut telah dapat dilakukan di Pusat Endoskopi Saluran Cerna Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
Namun, saat ini pelayanan endoskopi saluran cerna baru tersedia pada kurang dari 20% rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia. "Masih diperlukan lebih banyak dokter di Indonesia yang memiliki kompetensi endoskopi saluran cerna, baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut," tegasnya.
Lebih lanjut, diperlukan penambahan sarana endoskopi saluran cerna di rumah sakit yang ada di Indonesia. Saat ini, terdapat 12 pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat dasar yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun baru terdapat satu pusat pelatihan endoskopi saluran cerna tingkat lanjut (Advanced Endoscopy Training Center) yaitu di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Terbentuknya Advanced Endoscopy Training Center ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas para dokter Indonesia yang kompeten di bidang endoskopi saluran cerna khususnya endoskopi terapeutik.
Sementara itu Soedjatmiko dalam pengukuhannya menyampaikan pidato berjudul “Upaya Meningkatkan Kualitas Tumbuh Kembang Anak Indonesia Sejak Pembuahan sampai Remaja dengan Pemenuhan Hak Anak dan Pendekatan Pediatri Sosial untuk Membentuk Generasi Penerus Bangsa yang Unggul.”
Menurut Soedjatmiko, kesehatan anak Indonesia makin membaik tiap tahunnya. Namun untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak menjadi generasi penerus bangsa yang unggul masih menghadapi banyak masalah terkait pemenuhan hak-hak anak sejak masa pembuahan, sampai remaja.
Di antaranya hak anak terhadap kelangsungan hidup, tumbuh kembang optimal, perlindungan, dan menyatakan pendapat yang harus dipenuhi dengan prinsip non-diskriminatif untuk kepentingan terbaik anak. "Pendekatan pediatri sosial tersebut, harus bersinergi dengan ilmu pediatri klinis dan berbagai ilmu lain, untuk bersama-sama membentuk generasi penerus yang unggul," kata Soedjatmiko.
Baca:
Performa International Faculty UI Meningkat Signifikan
Menyadari kompleksnya masalah tersebut, Soedjatmiko menyerukan perlunya meningkatkan Tri Darma Perguruan Tinggi antar Divisi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI–RSCM dengan berbagai Departemen lain dilingkungan FKUI-RSCM, fakultas lain di lingkungan UI, profesi terkait, kementerian, badan atau lembaga nasional dan internasional.
Menristekdikti, Mohamad Nasir meyakini, kontribusi kedua kedua guru besar tersebut akan memperkaya keragaman Ilmu Kedokteran di Indonesia. Terutama guru besar penyakit dalam, terkait upaya penanggulangan penyakit kanker.
"Ini akan mendukung cita-cita mulia bangsa Indonesia untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia," kata Nasir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)