Jakarta: Para ahli menekankan perlunya pendekatan pendinginan kota yang terpadu, hemat energi, dan berbasis alam melalui penguatan jaringan hijau dan biru. Hal itu penting guna menekan beban panas sekaligus mengurangi konsumsi energi.
Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Rumah Modular Indonesia (ARMI) Nicolas Kesuma dalam seminar International Symposium and Workshop on Sustainable Buildings, Cities, and Communities (SBCC) 2025.
Menurut Nicolas, sistem rumah modular bisa menjadi opsi untuk permukiman di kota-kota tropis. Rumah modular dengan penggunaan material reflektif dan permeabel, ventilasi pasif, pengaturan morfologi kota, serta desain bangunan yang responsif terhadap iklim guna menekan beban panas sekaligus mengurangi konsumsi energi.
Nicolas juga menyebut metode konstruksi rumah modular dapat menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Metode ini juga mampu memastikan keberlanjutan serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.
"Metode ini mengadopsi teknologi produksi yang lebih bersih dan ramah lingkungan termasuk penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah lebih baik dan pengurangan emisi. Sehingga, dapat mengurangi dampak negatif industri terhadap lingkungan," kata Nicolas, di Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.
Menurut dia, perakitan jenis bangunan dari bagian-bagian (modul-modul) juga tidak menimbulkan dampak apapun terhadap lingkungan. Sebab, setelah diproduksi di pabrik, kemudian diangkut ke lokasi konstruksi untuk dipasang menjadi bangunan lengkap.
"Saat ini, modular housing menjadi solusi terbaik karena memiliki lima karakter konstruksi yang dibutuhkan industri sesuai tuntutan global. Kelima karakter itu adalah pengerjaan konstrusksi bangunan lebih cepat, kontrol kualitas bangunan terjamin, design lebih flexible, hemat biaya, dan ramah lingkungan," ujar Nicolas.
SBCC 2025 digelar sebagai forum pertukaran pengetahuan, riset, dan praktik inovatif dalam menjawab tantangan iklim global dan lokal.
SBCC 2025 merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan Universitas Pendidikan Indonesia melalui University Center of Excellence for Low Carbon Building Materials and Energy (PUU MEB) dalam mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan lingkungan binaan yang rendah karbon, tangguh, dan layak huni.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh PUU MEB bekerja sama dengan BeCool Indonesia dan TataLogam Group, Inc, dengan melibatkan akademisi, organisasi profesi, instansi pemerintah, pelaku industri, serta arsitek terkemuka, termasuk pengembang teknologi atap sejuk dan rumah sejuk.
Selain mendorong diskursus kebijakan dan inovasi desain, SBCC 2025 juga berkontribusi pada capaian kinerja akademik universitas melalui publikasi ilmiah terindeks Scopus. Tahun ini, SBCC 2025 mengusung tema 'A Sustainable Cooling for Cities: Designing for Hot and Humid Climates', yang menegaskan urgensi transformasi perencanaan dan desain kota di wilayah tropis.
Jakarta: Para ahli menekankan perlunya pendekatan pendinginan kota yang terpadu, hemat energi, dan berbasis alam melalui penguatan jaringan hijau dan biru. Hal itu penting guna menekan beban panas sekaligus mengurangi konsumsi energi.
Hal itu diungkapkan Ketua Asosiasi Rumah Modular Indonesia (ARMI) Nicolas Kesuma dalam seminar International Symposium and Workshop on Sustainable Buildings, Cities, and Communities (SBCC) 2025.
Menurut Nicolas, sistem rumah modular bisa menjadi opsi untuk permukiman di kota-kota tropis. Rumah modular dengan penggunaan material reflektif dan permeabel, ventilasi pasif, pengaturan morfologi kota, serta desain bangunan yang responsif terhadap iklim guna menekan beban panas sekaligus mengurangi konsumsi energi.
Nicolas juga menyebut metode konstruksi rumah modular dapat menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Metode ini juga mampu memastikan keberlanjutan serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.
"Metode ini mengadopsi teknologi produksi yang lebih bersih dan ramah lingkungan termasuk penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah lebih baik dan pengurangan emisi. Sehingga, dapat mengurangi dampak negatif industri terhadap lingkungan," kata Nicolas, di Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.
Menurut dia, perakitan jenis bangunan dari bagian-bagian (modul-modul) juga tidak menimbulkan dampak apapun terhadap lingkungan. Sebab, setelah diproduksi di pabrik, kemudian diangkut ke lokasi konstruksi untuk dipasang menjadi bangunan lengkap.
"Saat ini, modular housing menjadi solusi terbaik karena memiliki lima karakter konstruksi yang dibutuhkan industri sesuai tuntutan global. Kelima karakter itu adalah pengerjaan konstrusksi bangunan lebih cepat, kontrol kualitas bangunan terjamin, design lebih flexible, hemat biaya, dan ramah lingkungan," ujar Nicolas.
SBCC 2025 digelar sebagai forum pertukaran pengetahuan, riset, dan praktik inovatif dalam menjawab tantangan iklim global dan lokal.
SBCC 2025 merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan Universitas Pendidikan Indonesia melalui University Center of Excellence for Low Carbon Building Materials and Energy (PUU MEB) dalam mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan lingkungan binaan yang rendah karbon, tangguh, dan layak huni.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh PUU MEB bekerja sama dengan BeCool Indonesia dan TataLogam Group, Inc, dengan melibatkan akademisi, organisasi profesi, instansi pemerintah, pelaku industri, serta arsitek terkemuka, termasuk pengembang teknologi atap sejuk dan rumah sejuk.
Selain mendorong diskursus kebijakan dan inovasi desain, SBCC 2025 juga berkontribusi pada capaian kinerja akademik universitas melalui publikasi ilmiah terindeks Scopus. Tahun ini, SBCC 2025 mengusung tema 'A Sustainable Cooling for Cities: Designing for Hot and Humid Climates', yang menegaskan urgensi transformasi perencanaan dan desain kota di wilayah tropis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)