Ponijo hanya menyelesaikan pendidikan hingga Sekolah Dasar. Ia pun menyambung hidup dengan bekerja sebagai penjual koran dan kanebo di perempatan Klodra, Bantul, Yogyakarta. Sudah 12 tahun lebih pria kelahiran 20 September 1979 bekerja sebagai pedagang asongan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Ponijo menikah dengan perempuan non disabilitas pada tahun 2008. Setahun setelahnya ia dianugerahi seorang anak yang lahir dengan kelainan tulang, namun akibat penyakit tersebut sang buah hati pun meninggal dunia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pengalaman yang sama juga terulang pada anak kedua Ponijo yang mengalami pembengkokan tulang dan tak bisa tumbuh normal. Sejak saat itu Ponijo tergerak hatinya untuk membantu anak-anak dhuafa yang kekurangan nutrisi meskipun secara ekonomi keluarganya masih kekurangan.
Ponijo berjanji akan terus merawat anak keduanya sepenuh hati dan berbagi ke anak-anak duafa lainnya, agar mereka tidak kekurangan gizi.
Sejak tahun 2017, pendapatannya dari hasil berjualan koran dan kanebo ia gunakan untuk terapi anak semata wayangnya yang berusia 7 tahun.
Selain itu, uang keuntungannya berjualan juga ia sisihkan untuk membeli sembako, susu bagi anak-anak dhuafa yang kekurangan nutrisi di sekitar rumahnya.
Untuk setiap penjualan kanebo, Ponijo hanya mendapatkan keuntungan Rp1.000 ribu. Dalam sehari, rata-rata ia menjual sebanyak 13-14 buah kanebo. Sedangkan dari penjualan koran, Ponijo hanya mendapatkan keuntungan rata-rata Rp20 ribu per hari.
Kegiatan mulia Ponijo sempat berhenti karena ia mengalami kecelakaan, dan sedang menjalani penyembuhan. Semangat Ponijo berbagi kepada sesama di tengah keterbatasan fisik dan ekonomi yang dialaminya patut diteladani dan bisa menjadi inspirasi kita semua untuk selalu berbuat kebaikan.
Dedikasi Ponijo dan ketulusannya dalam membantu sesama meski dalam keterbatasan membuat sosok inspiratif ini masuk dalam nominasi Kick Andy Heroes 2023.
.jpeg)