medcom.id, Jakarta: Keputusan Indonesia membeli pesawat Sukhoi SU-35 dari Rusia sudah bulat. Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu telah mengirim utusannya ke Negeri Beruang Merah untuk memastikan hal tersebut.
"Kita sudah kontrak, utusan saya kemarin sudah ke Rusia, saya sampaikan paling lama bulan depan dia harus ke sini, untuk tanda tangan," kata Ryamizard di kantornya, Selasa 22 Agustus 2017.
Kementerian Pertahanan melakukan pembelian Sukhoi SU-35 dari Rusia, dengan skema trade-off technique (ToT) atau imbal beli senilai USD 1,14 miliar. Dengan skema itu, transaksi diatur sesuai UU Nomor 16 tahun 2012 yang memungkinkan Indonesia membeli keperluannya dengan komoditas di Tanah Air.
Rusia dikatakan tertarik menukar pesawat tempur buatannya dengan komoditas unggulan Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO), olahan karet dan sumber daya alam lainnya. Dari nominal kesepakatan sebesar USD1 miliar lebih itu Indonesia mendapat 11 pesawat seharga USD 90 juta dolar per unit. Sisanya sebanyak USD114 juta digunakan membuat hangar dan persenjataan pesawat SU-35 di Tanah Air.
Skema imbal balik yang dinyatakan Ryamizard menuai sukses bakal diterapkan dengan negara lain di masa akan datang. Ia mengklaim banyak negara tertarik dengan sistem dagang seperti itu.
"Banyak negara lain yang hampir semuanya itu tanya apakah ada ToT? Langsung menawarkan trade-off theory dia. Enggak usah kita tanya, dia sudah nawarin," kata Ryamizard.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan, Indonesia-Rusia telah menandatangani nota kesepahaman pada 10 Agustus 2017 lalu. Rusia menunjuk Rostec dan Indonesia diwakili PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melaksanakan perjanjian itu.
Dalam nota kesepahaman tersebut, Rostec menjamin bakal membeli ragam komoditas ekspor dengan beberapa pilihan.
"Persentase dalam pengadaan SU-35 ,ini yaitu 35 persen dalam bentuk offset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar 570 juta dolar AS dari 1,14 miliar pengadaan Su-35," kata Enggar.
medcom.id, Jakarta: Keputusan Indonesia membeli pesawat Sukhoi SU-35 dari Rusia sudah bulat. Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu telah mengirim utusannya ke Negeri Beruang Merah untuk memastikan hal tersebut.
"Kita sudah kontrak, utusan saya kemarin sudah ke Rusia, saya sampaikan paling lama bulan depan dia harus ke sini, untuk tanda tangan," kata Ryamizard di kantornya, Selasa 22 Agustus 2017.
Kementerian Pertahanan melakukan pembelian Sukhoi SU-35 dari Rusia, dengan skema
trade-off technique (ToT) atau imbal beli senilai USD 1,14 miliar. Dengan skema itu, transaksi diatur sesuai UU Nomor 16 tahun 2012 yang memungkinkan Indonesia membeli keperluannya dengan komoditas di Tanah Air.
Rusia dikatakan tertarik menukar pesawat tempur buatannya dengan komoditas unggulan Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO), olahan karet dan sumber daya alam lainnya. Dari nominal kesepakatan sebesar USD1 miliar lebih itu Indonesia mendapat 11 pesawat seharga USD 90 juta dolar per unit. Sisanya sebanyak USD114 juta digunakan membuat hangar dan persenjataan pesawat SU-35 di Tanah Air.
Skema imbal balik yang dinyatakan Ryamizard menuai sukses bakal diterapkan dengan negara lain di masa akan datang. Ia mengklaim banyak negara tertarik dengan sistem dagang seperti itu.
"Banyak negara lain yang hampir semuanya itu tanya apakah ada ToT? Langsung menawarkan trade-off theory dia. Enggak usah kita tanya, dia sudah
nawarin," kata Ryamizard.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menambahkan, Indonesia-Rusia telah menandatangani nota kesepahaman pada 10 Agustus 2017 lalu. Rusia menunjuk Rostec dan Indonesia diwakili PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk melaksanakan perjanjian itu.
Dalam nota kesepahaman tersebut, Rostec menjamin bakal membeli ragam komoditas ekspor dengan beberapa pilihan.
"Persentase dalam pengadaan SU-35 ,ini yaitu 35 persen dalam bentuk
offset dan 50 persen dalam bentuk imbal beli. Dengan demikian, Indonesia mendapatkan nilai ekspor sebesar 570 juta dolar AS dari 1,14 miliar pengadaan Su-35," kata Enggar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)