medcom.id, Jakarta: Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menyatakan macetnya pendanaan adalah penyebab utama buruknya prestasi Indonesia di SEA Games 2017 yang digelar di Malaysia bulan lalu. Indonesia menyelesaikan SEA Games 2017 dengan menduduki peringkat kelima dengan raihan 38 medali emas, 63 medali perak, dan 90 medali perunggu. Sebelumnya, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) menargetkan minimal 55 keping medali emas.
Usai gelaran olahraga dua tahunan itu, serentak muncul sejumlah keluhan dari atlet yang mengaku uang saku dan peralatan belum juga mereka terima. Bahkan itu hingga penutupan SEA Games. Menurut Imam, anggaran untuk mengakomodir kebutuhan para atlet lebih banyak berasal dari kas negara sehingga banyak prosedur yang harus dipatuhi. Imam menambahkan pihaknya juga harus berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti Kementerian Keuangan dan kementerian lainnya.
“Bagaimana caranya agar fleksibel, supaya ada kelonggaran pembiayaan untuk sektor olahraga. Kami harus buat terobosan bersama. Intinya kami harus hati-hati karena anggarannya bersumber dari APBN dan keuangan negara harus tertib. Kalau tidak, bisa ada persoalan hukum di belakang,” kata Imam saat ditemui di Jakarta Kamis 31 Agustus 2017.
Imam menambahkan, aparat penegak hukum sudah banyak yang meminta Kemenpora untuk hati-hati dalam menggunakan uang negara. Mereka, seperti KPK, Polri, dan kejaksaan serta BPKP selaku auditor negara tidak pernah absen mengingatkan Kemenpora agar jangan ada persoalan hukum.
Karena itu, lanjut Imam, untuk bisa mewujudkan fleksibiltas pemberian anggaran, peran Lembaga Pendanaan Khusus Olahraga (LPUDK) akan dimaksimalkan. Lembaga tersebut dapat segera memproses kebutuhan anggaran atlet. Sementara dana yang dikelola bersumber bukan dari APBN, melainkan BUMN atau donasi perusahaan swasta. “Kalau pakai APBN, sekali lagi, itu harus ada proses dan administrasinya. Kalau tidak, itu jadi temuan. LPDUK ini yang akan menerobis itu,” jelas Imam.
Sementara itu, beberapa cabang olahraga (cabor) mengakui bahwa ada atletnya yang bertarung di SEA Games tanpa suntikan dana pemerintah. Contohnya, adalah tujuh atlet junior PASI. Mereka dibiayai oleh Bob Hasan yang merupakan Ketua Umum PASI. “Dari tujuh atlet itu, Hafiz mendapatkan medali perak dan Andrian mendapat medali perunggu. Kami bersyukur mereka bisa mendapat pengalaman yang berharga di Malaysia,” kata Sekjen PASI Tigor Tanjung.
Dari cabor karate, disebutkan bahwa ada sejumlah peralatan tanding yang belum diserahkan ke para atlet. Beberapa yang dipakai atlet adalah sarung tangan dan pelindung tubuh lama. Manajer tim karate Zulkarnaen Purba mengatakan dirinya sudah malas untuk menagih ke Satlak Prima. “Saya sudah lelah terangkan ke wartawan, tapi kondisinya begitu lah,” kata dia.
Faktor nonteknis
Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto menegaskan bahwa target 55 medali emas yang dicanangkan sebenarnya realistis. Namun, untuk memperolehnya dihambat oleh apa yang disebut oleh Sutjipto sebagai host country effect (efek tuan rumah). “Tuan rumah sengaja menciptakan itu agar bisa mempengaruhi atmosfer pertandingan. Jadi suasana yang sudah dipelihara CdM dan Satlak Prima, terusik,” jelas dia.
Apa yang diperbuat oleh tuan rumah sangat terasa bagi para atlet cabor bela diri. Sutjipto mengatakan atlet bela diri benar-benar sangat sensitif dengan hal-hal kecil, seperti keterlambatan pengangkutan dan pengadaan logistik serta ruangan yang panas. Tapi, saya pikir setiap tuan rumah pasti akan berbuat seperti itu selama tidak melanggar aturan,” kata Sutjipto.
Namun, apa yang didapat kontingen Indonesia menurut Sutjipto harus diapresiasi karena mampu memperoleh 189 medali. Hasil tersebut sangat membanggakan dan apalagi ada sejumlah rekor nasional yang terlampaui. “Kita bukan pecundang, hanya belum beruntung karena persiapan kurang baik,” pungkas Sutjipto.
medcom.id, Jakarta: Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menyatakan macetnya pendanaan adalah penyebab utama buruknya prestasi Indonesia di SEA Games 2017 yang digelar di Malaysia bulan lalu. Indonesia menyelesaikan SEA Games 2017 dengan menduduki peringkat kelima dengan raihan 38 medali emas, 63 medali perak, dan 90 medali perunggu. Sebelumnya, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) menargetkan minimal 55 keping medali emas.
Usai gelaran olahraga dua tahunan itu, serentak muncul sejumlah keluhan dari atlet yang mengaku uang saku dan peralatan belum juga mereka terima. Bahkan itu hingga penutupan SEA Games. Menurut Imam, anggaran untuk mengakomodir kebutuhan para atlet lebih banyak berasal dari kas negara sehingga banyak prosedur yang harus dipatuhi. Imam menambahkan pihaknya juga harus berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti Kementerian Keuangan dan kementerian lainnya.
“Bagaimana caranya agar fleksibel, supaya ada kelonggaran pembiayaan untuk sektor olahraga. Kami harus buat terobosan bersama. Intinya kami harus hati-hati karena anggarannya bersumber dari APBN dan keuangan negara harus tertib. Kalau tidak, bisa ada persoalan hukum di belakang,” kata Imam saat ditemui di Jakarta Kamis 31 Agustus 2017.
Imam menambahkan, aparat penegak hukum sudah banyak yang meminta Kemenpora untuk hati-hati dalam menggunakan uang negara. Mereka, seperti KPK, Polri, dan kejaksaan serta BPKP selaku auditor negara tidak pernah absen mengingatkan Kemenpora agar jangan ada persoalan hukum.
Karena itu, lanjut Imam, untuk bisa mewujudkan fleksibiltas pemberian anggaran, peran Lembaga Pendanaan Khusus Olahraga (LPUDK) akan dimaksimalkan. Lembaga tersebut dapat segera memproses kebutuhan anggaran atlet. Sementara dana yang dikelola bersumber bukan dari APBN, melainkan BUMN atau donasi perusahaan swasta. “Kalau pakai APBN, sekali lagi, itu harus ada proses dan administrasinya. Kalau tidak, itu jadi temuan. LPDUK ini yang akan menerobis itu,” jelas Imam.
Sementara itu, beberapa cabang olahraga (cabor) mengakui bahwa ada atletnya yang bertarung di SEA Games tanpa suntikan dana pemerintah. Contohnya, adalah tujuh atlet junior PASI. Mereka dibiayai oleh Bob Hasan yang merupakan Ketua Umum PASI. “Dari tujuh atlet itu, Hafiz mendapatkan medali perak dan Andrian mendapat medali perunggu. Kami bersyukur mereka bisa mendapat pengalaman yang berharga di Malaysia,” kata Sekjen PASI Tigor Tanjung.
Dari cabor karate, disebutkan bahwa ada sejumlah peralatan tanding yang belum diserahkan ke para atlet. Beberapa yang dipakai atlet adalah sarung tangan dan pelindung tubuh lama. Manajer tim karate Zulkarnaen Purba mengatakan dirinya sudah malas untuk menagih ke Satlak Prima. “Saya sudah lelah terangkan ke wartawan, tapi kondisinya begitu lah,” kata dia.
Faktor nonteknis
Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto menegaskan bahwa target 55 medali emas yang dicanangkan sebenarnya realistis. Namun, untuk memperolehnya dihambat oleh apa yang disebut oleh Sutjipto sebagai host country effect (efek tuan rumah). “Tuan rumah sengaja menciptakan itu agar bisa mempengaruhi atmosfer pertandingan. Jadi suasana yang sudah dipelihara CdM dan Satlak Prima, terusik,” jelas dia.
Apa yang diperbuat oleh tuan rumah sangat terasa bagi para atlet cabor bela diri. Sutjipto mengatakan atlet bela diri benar-benar sangat sensitif dengan hal-hal kecil, seperti keterlambatan pengangkutan dan pengadaan logistik serta ruangan yang panas. Tapi, saya pikir setiap tuan rumah pasti akan berbuat seperti itu selama tidak melanggar aturan,” kata Sutjipto.
Namun, apa yang didapat kontingen Indonesia menurut Sutjipto harus diapresiasi karena mampu memperoleh 189 medali. Hasil tersebut sangat membanggakan dan apalagi ada sejumlah rekor nasional yang terlampaui. “Kita bukan pecundang, hanya belum beruntung karena persiapan kurang baik,” pungkas Sutjipto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(Des)