Jakarta: Ombudsman menemukan banyak potensi malaadministrasi terhadap pengelolaan rumah susun (rusun) milik oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Temuan itu, yakni pengembang mengapitalisasikan pemilik.
"Meski unit apartemen sudah dimiliki perorangan tapi pengembang masih bisa mengapitalisasikan atau membisniskan terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di situ," kata anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya dalam konferensi televideo, Rabu, 5 Agustus 2020.
Dadan mengatakan dalam situasi ini rusun seolah 'dibajak' oleh pengembang. Beberapa fasilitas dikapitalisasi kembali.
Kondisi tersebut kerap menimbulkan konflik antarpemilik rusun dan pengembang. "Karena mungkin ada nilai finansial di situ yang cukup menarik juga. Akhirnya jadi bahan perebutan dan sebagainya," ujar Dadan.
Permasalahan lainnya yakni meliputi persoalan sertifikasi atau hak kepemilikan satuan unit. Kemudian keberatan terkait tarif service charge atau iuran pengelolaan apartemen (IPL), tarif listrik, monopoli bidang atau benda milik bersama, hingga persoalan perikatan jual beli yang tidak seimbang antara pemilik dan pelaku pengembang pembangunan.
Baca: Ombudsman Desak Evaluasi 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan
Dadan mengungkapkan fenomena ini kerap terjadi di rusun atau apartemen di kota-kota besar. Ombudsman sedikitnya menerima 46 laporan terkait konflik hunian dan tata kelola rusun hingga 2019.
"Ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, kemudian beberapa kabupaten kota seperti Tangerang, Tangerang Selatan, dan wilayah lain. Ternyata memang banyak temuan terkait dengan isu ini," ucap Dadan.
Dadan menyebut ada sejumlah faktor yang membuat potensi malaadministrasi. Salah satunya ketidakhadiran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pembinaan pada proses pembentukan PPPSRS.
"Sehingga potensi konflik dan sengketa antarpengurus menjadi semakin besar," kata Dadan.
Jakarta: Ombudsman menemukan banyak potensi malaadministrasi terhadap pengelolaan rumah susun (rusun) milik oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Temuan itu, yakni pengembang mengapitalisasikan pemilik.
"Meski unit apartemen sudah dimiliki perorangan tapi pengembang masih bisa mengapitalisasikan atau membisniskan terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di situ," kata anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya dalam konferensi televideo, Rabu, 5 Agustus 2020.
Dadan mengatakan dalam situasi ini rusun seolah 'dibajak' oleh pengembang. Beberapa fasilitas dikapitalisasi kembali.
Kondisi tersebut kerap menimbulkan konflik antarpemilik rusun dan pengembang. "Karena mungkin ada nilai finansial di situ yang cukup menarik juga. Akhirnya jadi bahan perebutan dan sebagainya," ujar Dadan.
Permasalahan lainnya yakni meliputi persoalan sertifikasi atau hak kepemilikan satuan unit. Kemudian keberatan terkait tarif
service charge atau iuran pengelolaan apartemen (IPL), tarif listrik, monopoli bidang atau benda milik bersama, hingga persoalan perikatan jual beli yang tidak seimbang antara pemilik dan pelaku pengembang pembangunan.
Baca:
Ombudsman Desak Evaluasi 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan
Dadan mengungkapkan fenomena ini kerap terjadi di rusun atau apartemen di kota-kota besar. Ombudsman sedikitnya menerima 46 laporan terkait konflik hunian dan tata kelola rusun hingga 2019.
"Ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, kemudian beberapa kabupaten kota seperti Tangerang, Tangerang Selatan, dan wilayah lain. Ternyata memang banyak temuan terkait dengan isu ini," ucap Dadan.
Dadan menyebut ada sejumlah faktor yang membuat potensi malaadministrasi. Salah satunya ketidakhadiran pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pembinaan pada proses pembentukan PPPSRS.
"Sehingga potensi konflik dan sengketa antarpengurus menjadi semakin besar," kata Dadan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)