Ribuan peserta calon tenaga pendamping desa mengikuti tes perekrutan di Aceh. Foto: Antara/Rahmad
Ribuan peserta calon tenaga pendamping desa mengikuti tes perekrutan di Aceh. Foto: Antara/Rahmad

Pokja Masyarakat Sipil Minta Rekruitmen Pendamping Desa Transparan

Fauzan Hilal • 02 April 2016 15:13
medcom.id, Jakarta: Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) diminta melakukan proses rekruitmen pendamping desa 2016 secara adil, profesional, dan mengedepankan azas keterbukaan. Kelompok Kerja (Pokja) Masyarakat Sipil berharap tidak ada kelompok atau pihak yang mendapatkan hak istimewa lolos otomatis menjadi pendamping desa tanpa proses seleksi.
 
“Tugas pendampingan desa cukup berat. Harus ada proses seleksi yang fair, profesional, dan terbuka. Terbuka di sini juga berarti bisa diikuti oleh siapa pun yang memenuhi syarat sesuai dengan UU 6 Tahun 2014 tentang Desa,” kata Anggota Pokja Masyarakat Sipil Ah Maftuchan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/4/2016).
 
Dia mengungkapkan, lahirnya UU 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan kesempatan emas bagi masyarakat desa untuk lebih berdaya. Apalagi dalam UU tersebut diamanatkan adanya alokasi dana desa yang bisa dimanfaatkan warga desa memberdayakan diri.
 
“Hal paling penting dari UU Desa adalah adanya ruang luas bagi warga desa merumuskan kebutuhanan mereka untuk ditindaklanjuti dengan menyusun program kerja secara mandiri,” ujarnya.
 
Keberadaan pendamping desa berfungsi sebagai pendamping masyarakat agar mandiri dan berdaya. Oleh karena itu perlu proses seleksi ketat agar pendamping desa sesuai dengan amanat UU Desa. “Kalau ada pihak menolak seleksi tentu harus dipertanyakan komitmennya dalam memberdayakan masyarakat desa,” katanya.
 
Maftuch tidak setuju wacana meloloskan pendamping desa tanpa seleksi. Sebab, paradigma pemberdayaan masyarakat cara Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) berbeda dengan UU Desa. Menurutnya, PNPM menempatkan warga desa sebagai objek pembangunan, sedangkan di UU Desa warga merupakan subyek sekaligus objek pembangunan. “Pendekatan PNPM berdasarkan project oriented, sedangkan UU Desa lebih berdasarkan empowering oriented,” jelasnya. 
 
Selain itu, kata Maftuch, salah satu yang membedakan pemberdayaan desa era Presiden Jokowi dengan era sebelumnya adalah adanya transfer fiskal ke daerah.
 
“Selama ini hanya terjadi desentralisasi politik, namun desentralisasi fiskal daerah tak terlihat. Di era Jokowi, desentralisasi meningkat menjadi desentralisasi fiskal daerah. Ini menstimulus pembangunan di desa, menstimulus peningkatan ekonomi masyarakat dan mendorong pemenuhan layanan masyarakat,” ujarnya.
 
Dengan adanya partisipasi masyarakat, otomatis akan memaksa pemerintah Desa untuk meningkatkan akuntabilitasnya, karena pengawasan masyarakat berjalan. Peran BPD (Badan Permusyawaratan Desa) juga semakin kuat karena fungsi pengawasan teradap eksekutif di level desa berjalan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan