Sofyan yang pernah ditahan di Mako Brimob merasakan betul penjara cabang Rutan Salemba, Jakarta Pusat, itu berbeda dari lokasi lain yang memang dikhususkan sebagai lapas atau rutan.
"Buruk karena memang Brimob, anggota Brimob, atau Densus 88 memang bukan orang yang punya kapasitas dalam mengelola penjara dalam arti titipan kejaksaan atau lapas lainnya," ungkap Sofyan, dalam Metro Pagi Primetime, Jumat, 11 Mei 2018.
Selain karena petugasnya yang memang bukan dari Dirjen Pemasyarakatan, rutan Mako Brimob juga tak memiliki standar keamanan gedung yang seharusnya masuk dalam aturan standar operasional prosedur.
Misalnya ketika terjadi kerusuhan, tidak ada mekanisme khusus untuk meminimalisasi konflik. "Akhirnya anggota Densus 88 atau penyidik terjebak (di dalam) dan tidak bisa menyelamatkan diri mereka dari sana," lanjut dia.
Sofyan menilai pecahnya konflik antara narapidana dan petugas memang berawal dari akumulasi kekecewaan dari para tahanan. Sebutlah respons cepat yang rendah dari petugas saat salah satu narapidana menagih makanan dari pembesuk.
"Menurut saya tidak ada alasan menunda makanan itu apalagi makanan yang sudah di masak, enggak ada salahnya untuk diberikan saja. Tapi karena responsnya kurang, menunda-nunda, akhirnya akumulasi kekecewaan terjadi," katanya.
Meski begitu, Sofyan berharap kerusuhan semacam ini menjadi yang pertama dan terakhir. Ia pun mengimbau kepada para narapidana yang rata-rata pernah menjadi 'kawan seperjuangan' untuk selalu mempertimbangkan tindakan yang akan diambil.
"Karena bagaimana pun perbuatan ini tidak dapat dibenarkan baik secara syariat, manfaat bagi para mujahidin, maupun dari segi waktu tidak bisa dibenarkan," jelas Sofyan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id