Jakarta: Disrupsi digital di tengah pandemi covid-19 kian mengancam eksistensi pers nasional. Pasalnya, media konvensional harus menghadapi dua krisis dalam waktu bersamaan.
Ketua Panitia Hari Pers Nasional 2021 Atal S Depari mengatakan kabar buruk krisis ekonomi akibat pandemi telah mengakibatkan performa industri media menurun. Ada perusahaan terpaksa gulung tikar, tapi ada yang menyambung hidup dengan pindah ke online sambil belajar beradaptasi.
Krisis tersebut diperparah dengan adanya disrupsi digital. Platform teknologi global dengan cepat menggeser posisi media konvensional.
"Yang dihadapi pers nasional adalah krisis eksistensi akibat disrupsi digital. Tekanan disrupsi muncul bersamaan dengan semakin kuatnya bisnis perusahaan digital di Indonesia dan dunia," kata Atal di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
Perkembangan pesat media baru, media sosial, mesin pencari, dan situs e-commerce mengguncang daya hidup media konvensional cetak, radio, dan televisi. Platform tersebut semakin mendominasi, dan berpengaruh terhadap kehidupan publik, pendapatan iklan, dan menggeser kedudukan media massa konvensional.
(Baca: Sejumlah Perusahaan Media Diperkirakan Hanya Bertahan dalam Hitungan Bulan)
Ketua Persatuan Wartawan Indoensia (PWI) itu menuturkan perlu dirumuskan aturan main yang lebih transparan dan adil. Platform digital dan penerbit media harus punya regulasi yang sama. Sehingga, memungkinkan co-eksistensi antara media lama dan media baru yang sebenarnya saling membutuhkan.
"Platform digital harus bertanggung jawab atas konten-konten yang mereka sebarkan, serta musti menjadi subjek hukum dalam kasus-kasus hoaks. Mereka juga harus berjalan di atas prinsip content sharing, revenue sharing secara adil, dan transparan," tutur dia.
Dia mencontohkan, di luar negeri, negara hadir mengatur secara proporsional dan partisipan. Pemerintah perlu melindungi pers nasional yang sudah banyak berkontribusi dan menjadi pilar demokrasi.
Atal mengatakan peringatan Hari Pers merupakan rasa syukur sekaligus momentum memperbarui komitmen. Sebab, pers adalah mulut, telinga, mata, otak, hati, dan jiwa bangsa.
Komitmen itu semakin relevan di tengah pandemi covid-19, sebab tidak hanya jiwa raga negara, bangsa, dan masyarakat yang sakit. Pers dan media juga sedang sakit.
"Tapi pers dan media dituntut oleh tugas kemanusiaannya menjadi jembatan komunikasi dan informasi oleh Dewan Pers bersama Satgas Wartawan telah diterjunkan sebagai ujung tombak," tegas dia.
Jakarta: Disrupsi digital di tengah pandemi covid-19 kian mengancam eksistensi pers nasional. Pasalnya, media konvensional harus menghadapi dua krisis dalam waktu bersamaan.
Ketua Panitia
Hari Pers Nasional 2021 Atal S Depari mengatakan kabar buruk krisis ekonomi akibat pandemi telah mengakibatkan performa industri media menurun. Ada perusahaan terpaksa gulung tikar, tapi ada yang menyambung hidup dengan pindah ke
online sambil belajar beradaptasi.
Krisis tersebut diperparah dengan adanya disrupsi digital. Platform teknologi global dengan cepat menggeser posisi media konvensional.
"Yang dihadapi pers nasional adalah krisis eksistensi akibat disrupsi digital. Tekanan disrupsi muncul bersamaan dengan semakin kuatnya bisnis perusahaan digital di Indonesia dan dunia," kata Atal di Jakarta, Selasa, 9 Februari 2021.
Perkembangan pesat media baru, media sosial, mesin pencari, dan situs e-commerce mengguncang daya hidup media konvensional cetak, radio, dan televisi. Platform tersebut semakin mendominasi, dan berpengaruh terhadap kehidupan publik, pendapatan iklan, dan menggeser kedudukan media massa konvensional.
(Baca:
Sejumlah Perusahaan Media Diperkirakan Hanya Bertahan dalam Hitungan Bulan)
Ketua Persatuan Wartawan Indoensia (PWI) itu menuturkan perlu dirumuskan aturan main yang lebih transparan dan adil. Platform digital dan penerbit media harus punya regulasi yang sama. Sehingga, memungkinkan co-eksistensi antara media lama dan media baru yang sebenarnya saling membutuhkan.
"Platform digital harus bertanggung jawab atas konten-konten yang mereka sebarkan, serta musti menjadi subjek hukum dalam kasus-kasus hoaks. Mereka juga harus berjalan di atas prinsip
content sharing,
revenue sharing secara adil, dan transparan," tutur dia.
Dia mencontohkan, di luar negeri, negara hadir mengatur secara proporsional dan partisipan. Pemerintah perlu melindungi pers nasional yang sudah banyak berkontribusi dan menjadi pilar demokrasi.
Atal mengatakan peringatan Hari Pers merupakan rasa syukur sekaligus momentum memperbarui komitmen. Sebab, pers adalah mulut, telinga, mata, otak, hati, dan jiwa bangsa.
Komitmen itu semakin relevan di tengah pandemi covid-19, sebab tidak hanya jiwa raga negara, bangsa, dan masyarakat yang sakit. Pers dan media juga sedang sakit.
"Tapi pers dan media dituntut oleh tugas kemanusiaannya menjadi jembatan komunikasi dan informasi oleh Dewan Pers bersama Satgas Wartawan telah diterjunkan sebagai ujung tombak," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)