medcom.id, Jakarta: Pemilihan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI memang menimbulkan kontroversi. Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai merombak total tradisi bergiliran yang diterapkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pengamat pertahanan Ridlwan Habib menilai Gatot Nurmantyo ditunjuk Jokowi karena memahami prioritas kerja Presiden.
“Ini bukan soal urut matra, tapi soal gaya leadership yang dibutuhkan Presiden untuk memimpin TNI,” kata Ridlwan melalui rilis yang diterima Metrotvnews.com, Selasa (9/6/2015) malam.
Gaya kepemimpinan Jokowi dan SBY dinilai sangat berbeda, termasuk dalam memilih Panglima TNI. “Budaya pergiliran matra itu di era pak SBY. Sedangkan pak Jokowi lebih mengutamakan kebutuhan kerja,” ujar alumni Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu.
Panglima TNI yang dibutuhkan dalam pemerintahan Jokowi adalah yang mampu mendukung pembangunan nyata baik dalam infrastruktur jalan, rumah, menjamin stok pangan dan melindungi sumber daya energi.
“Panglima TNI yang dibutuhkan tentu yang paham hal itu dan visinya sama,” kata Ridlwan.
Sebagai presiden yang tak memiliki latar belakang militer, Jokowi memang melihat pengisian jabatan sesuai kebutuhan, bukan atas kesungkanan atau budaya pemerataan angkatan. Jokowi butuh Jenderal yang bisa menggerakkan prajuritnya mendukung prioritas program pemerintah. Gatot yang dinilai mau turun langsung membantu petani menanam padi semasa menjadi KSAD menjadi solusi riil dari prajurit untuk negara.
Ridlwan menambahkan, prajurit TNI AD yang ikut membangun rumah murah, ikut memperbaiki jalan-jalan rusak, ikut membersihkan sungai dan pantai agar masyarakat nyaman. “Ini lebih disukai pak Presiden Jokowi. Harus dipahami suasana hati dan tipe kepemimpinan pak Jokowi yang bukan berasal dari tentara,” katanya.
Jenderal Gatot Nurmantyo adalah alumni Akmil 1982. Pernah menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya di Jawa Timur, lalu Dankodiklat, Pangkostrad dan KSAD. “Pak Gatot bukan tipe jenderal di belakang meja, beliau ikut turun dan membersamai prajuritnya,” tambah Ridlwan.
medcom.id, Jakarta: Pemilihan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI memang menimbulkan kontroversi. Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai merombak total tradisi bergiliran yang diterapkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pengamat pertahanan Ridlwan Habib menilai Gatot Nurmantyo ditunjuk Jokowi karena memahami prioritas kerja Presiden.
“Ini bukan soal urut matra, tapi soal gaya leadership yang dibutuhkan Presiden untuk memimpin TNI,” kata Ridlwan melalui rilis yang diterima
Metrotvnews.com, Selasa (9/6/2015) malam.
Gaya kepemimpinan Jokowi dan SBY dinilai sangat berbeda, termasuk dalam memilih Panglima TNI. “Budaya pergiliran matra itu di era pak SBY. Sedangkan pak Jokowi lebih mengutamakan kebutuhan kerja,” ujar alumni Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu.
Panglima TNI yang dibutuhkan dalam pemerintahan Jokowi adalah yang mampu mendukung pembangunan nyata baik dalam infrastruktur jalan, rumah, menjamin stok pangan dan melindungi sumber daya energi.
“Panglima TNI yang dibutuhkan tentu yang paham hal itu dan visinya sama,” kata Ridlwan.
Sebagai presiden yang tak memiliki latar belakang militer, Jokowi memang melihat pengisian jabatan sesuai kebutuhan, bukan atas kesungkanan atau budaya pemerataan angkatan. Jokowi butuh Jenderal yang bisa menggerakkan prajuritnya mendukung prioritas program pemerintah. Gatot yang dinilai mau turun langsung membantu petani menanam padi semasa menjadi KSAD menjadi solusi riil dari prajurit untuk negara.
Ridlwan menambahkan, prajurit TNI AD yang ikut membangun rumah murah, ikut memperbaiki jalan-jalan rusak, ikut membersihkan sungai dan pantai agar masyarakat nyaman. “Ini lebih disukai pak Presiden Jokowi. Harus dipahami suasana hati dan tipe kepemimpinan pak Jokowi yang bukan berasal dari tentara,” katanya.
Jenderal Gatot Nurmantyo adalah alumni Akmil 1982. Pernah menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya di Jawa Timur, lalu Dankodiklat, Pangkostrad dan KSAD. “Pak Gatot bukan tipe jenderal di belakang meja, beliau ikut turun dan membersamai prajuritnya,” tambah Ridlwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)