medcom.id, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) angkat bicara mengenai kritik keberadaan tugu 'The Sea of Sand' di kawasan Bromo Tengger Semeru. KLHK akan bertandang ke Bromo untuk membahas hal ini dengan sejumlah pihak terkait.
"Akan dirapatkan lagi di Bromo dengan mengundang semua pihak," kata Dirjen Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno melalui pesan singkat kepada Metrotvnews.com, Selasa 17 Oktober 2017.
Wiratno mengatakan, nantinya pembahasan tak hanya mengenai keberadaan tugu yang dinilai menggangu. Tetapi juga manajemen pengunjung dan pembangunan sarana dan prasarana wisata di wilayah Bromo Tengger Semeru.
Hari ini, pihaknya sudah melakukan rapat dengan Ketua Dewan Pembina Masyarakat Fotografi Indonesia (MFI) Sigit Pramono dan Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sigit merupakan salah satu orang yang melayangkan protes terbuka terkait keberadaan tugu.
"Tadi kami sudah rapat dengan pak Sigit Pramono dan Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, serta tokoh adat Tengger," beber Wiratno.
(Baca juga: Eksotika di Lautan Pasir Bromo)
Sahabat Bromo dan Masyarakat Fotografi Indonesia memprotes keberadaan tugu nama 'The Sea of Sand' di kawasan Bromo Tengger Semeru. Ketua Dewan Pembina Masyarakat Fotografi Indonesia (MFI), Sigit Pramono mengatakan tugu tersebut dianggap merusak estetika di kawasan Bromo.
Sigit mengatakan, biaya pembangunan tugu sebaiknya bisa dialihkan untuk penambahan fasilitas umum seperti toilet. Sebab, sejauh ini hanya ada satu toilet perempuan di kawasan Bromo. Itu pun sumbangan swasta.
"Dewasa ini untuk toilet wanita sangat kurang sehingga pengunjung wanita harus antre sangat panjang jika ingin menggunakan," kata Sigit dalam surat terbuka, Sabtu 14 Oktober 2017..
Selain itu, Sigit juga mengkritik pengelolaan kawasan Bromo yang belum memadai. Padahal, Bromo adalah salah satu dari 10 destinasi prioritas tujuan pariwisata yang telah ditetapkan Pemerintah.
"Alih-alih meningkatkan pelayanan kepada wisatawan, malah tiket masuk tarif dinaikkan berlipat, mereka malah membangun tugu nama (signage) di tengah-tengah obyek wisata," kritik Sigit.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) angkat bicara mengenai kritik keberadaan tugu 'The Sea of Sand' di kawasan Bromo Tengger Semeru. KLHK akan bertandang ke Bromo untuk membahas hal ini dengan sejumlah pihak terkait.
"Akan dirapatkan lagi di Bromo dengan mengundang semua pihak," kata Dirjen Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno melalui pesan singkat kepada
Metrotvnews.com, Selasa 17 Oktober 2017.
Wiratno mengatakan, nantinya pembahasan tak hanya mengenai keberadaan tugu yang dinilai menggangu. Tetapi juga manajemen pengunjung dan pembangunan sarana dan prasarana wisata di wilayah Bromo Tengger Semeru.
Hari ini, pihaknya sudah melakukan rapat dengan Ketua Dewan Pembina Masyarakat Fotografi Indonesia (MFI) Sigit Pramono dan Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sigit merupakan salah satu orang yang melayangkan protes terbuka terkait keberadaan tugu.
"Tadi kami sudah rapat dengan pak Sigit Pramono dan Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, serta tokoh adat Tengger," beber Wiratno.
(Baca juga:
Eksotika di Lautan Pasir Bromo)
Sahabat Bromo dan Masyarakat Fotografi Indonesia memprotes keberadaan tugu nama 'The Sea of Sand' di kawasan Bromo Tengger Semeru. Ketua Dewan Pembina Masyarakat Fotografi Indonesia (MFI), Sigit Pramono mengatakan tugu tersebut dianggap merusak estetika di kawasan Bromo.
Sigit mengatakan, biaya pembangunan tugu sebaiknya bisa dialihkan untuk penambahan fasilitas umum seperti toilet. Sebab, sejauh ini hanya ada satu toilet perempuan di kawasan Bromo. Itu pun sumbangan swasta.
"Dewasa ini untuk toilet wanita sangat kurang sehingga pengunjung wanita harus antre sangat panjang jika ingin menggunakan," kata Sigit dalam surat terbuka, Sabtu 14 Oktober 2017..
Selain itu, Sigit juga mengkritik pengelolaan kawasan Bromo yang belum memadai. Padahal, Bromo adalah salah satu dari 10 destinasi prioritas tujuan pariwisata yang telah ditetapkan Pemerintah.
"Alih-alih meningkatkan pelayanan kepada wisatawan, malah tiket masuk tarif dinaikkan berlipat, mereka malah membangun tugu nama (signage) di tengah-tengah obyek wisata," kritik Sigit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)