C1 KPU yang Aneh di KPU Banten. Sumber---http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php
C1 KPU yang Aneh di KPU Banten. Sumber---http://pilpres2014.kpu.go.id/c1.php

Terkait Data C1 yang Janggal, KPU-Bawaslu dan Kepolisian Harus Bertindak

12 Juli 2014 18:18
medcom.id, Jakarta: Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jerry Sumampouw, mendesak Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Kepolisian agar menindaklanjuti sejumlah keanehan sekaligus dugaan kecurangan yang muncul dalam proses rekapitulasi suara Pilpres 2014.
 
Berdasarkan pemantauan serta laporan yang beredar di masyarakat maupun media sosial, setidaknya ada beberapa dugaan kecurangan yang terjadi.
 
Misalnya kasus di TPS 47 di Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten, formulir perhitungan suara (C1) yang diunggah di situs KPU mengalami penggelembungan jumlah suara. Jumlah suara sah 380, namun, raihan suara pasangan Prabowo-Hatta berjumlah 814, sedangkan Jokowi-JK mendapat 366 suara. Patut diduga ada 800 suara siluman yang mendadak ditambahkan ke dalamnya.

Menurut Jerry, sejak awal KPU memang tak jelas soal diunggahnya C1 itu. KPU tak pernah membeberkan siapa sebenarnya yang memasukkan data C1 ke situs KPU, bagaimana memastikan data yang diunggah itu valid, dan bagaimana mekanisme pengawasan saat data diunggah.
 
"Mekanisme tak jelas, sehingga bisa saja prosesnya dibajak," kata Jerry di Jakarta, Sabtu (12/7/2014).
 
Jerry meminta KPU segera menelusuri dan memberi penjelasan ke publik soal apa yang sebenarnya terjadi. "Apabila KPU memang tak mampu mengontrol, sebaiknya proses untuk mengumumkan C1 ke publik sebaiknya dihilangkan," tegasnya.
 
Ketiga, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus segera bersikap mempertanyakan alasan data C1 yang diupload berbeda dengan kenyataan di lapangan.
 
"Kalau memang ada indikasi pidana, manipulasi, ya libatkan Kepolisian. Kalau ada beda angka, lalu diunggah ke situs resmi, lalu meresahkan karena angka-angka itu tak bisa dipertanggungjawabkan, bisa saja ada persoalan kriminal. Kalau ada, KPU juga wajib kapor ke polisi supaya ditindak para pelaku kejahatan ini. Tak boleh dibiarkan," tegasnya.
 
Keanehan lain adalah formulir C-1 TPS 01 Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kolom perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak diisi. Namun, seluruh anggota Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara dan para saksi telah menandatanganinya.
 
Di formulir C-1 TPS 21, Desa Sukarasa, Kecamatan Sukasari, Bandung, Jawa Barat, di formulir C1 telah menuliskan perolehan suara masing-masing kandidat. Hanya saja, panitia salah mengisikan jumlah suara sah ke kolom jumlah suara tidak sah. Begitupula sebaliknya.
 
Di sisi lain di TPS 41, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, terdapat ketidaksinkronan antara jumlah perolehan suara kedua kandidat dengan jumlah suara sah.
 
Di formulir C-1, Prabowo-Hatta mendapat 289 suara dan Jokowi-JK 231 suara, sedangkan jumlah suara sah 470 suara. Jika benar total suara sah adalah 470, patut diduga 50 suara digelembungkan.
 
Satu lagi yang jadi bahan perdebatan adalah rekapitulasi suara pemilih WNI di Malaysia lewat pos. Hasil coblos langsung di 60 TPS di Malaysia awalnya memenangkan Jokowi-JK dengan selisih wajar puluhan suara.
 
Namun, begitu pemberian suara lewat jasa pos, muncul angka menakjubkan di mana Prabowo-Hatta mendapat 39.671 suara, sedangkan Jokowi-JK hanya 3.709 suara. Artinya, suara yang begitu besar diperoleh Prabowo bukan dari pemilih yang datang ke TPS.
 
"Selama ini KPU memang tak pernah transparan terkait pemilihan lewat pos. KPU tak pernah menjelaskan detilnya, termasuk proses pengawasannya. Itu hanya KPU yang tahu. Tak pernah dilaporkan ke publik kalau pemilihan lewat pos," tandasnya. (*)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan