Relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Suryopratomo. Youtube
Relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Suryopratomo. Youtube

Perjuangan Tangani Pandemi, dari Menakutkan Hingga Berhasil Kendalikan Covid-19

Kautsar Widya Prabowo • 16 Maret 2021 16:00
Jakarta: Relawan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Suryopratomo menceritakan situasi mencekam saat awal pandemi pada Maret 2020. Pemerintah Indonesia melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) berupaya keras mencari cara menangani penyebaran virus yang menyerang pernapasan itu.
 
Hal itu dia disaksikan langsung saat rapat tim pakar Satgas Covid-19 pada 17 Maret 2020. Pria yang karib disapa Tommy itu mengungkapkan tak ada seseorang yang mengetahui upaya pencegahan.
 
Bahkan, Ketua BNBPB Doni Munardo yang diamanahkan sebagai ketua Satgas Covid-19 mengaku kebingungan. Doni meminta tim pakar Satgas Covid-19 segera menyusun strategi yang tepat dan cepat.

"Pak Doni menyampaikan Bapak-bapak dan Ibu-ibu tolong merumuskan apa sebtulnya yang terjadi, tolong tetapkan apa langkah aksi yang harus kita lakukan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang," ungkap Tommy dalam diskusi virtual, Selasa, 16 Maret 2021.
 
Tommy lalu menyarankan agar pemerintah menyosialisasikan secara masif melalui iklan layanan masyarkat. Iklan memuat hal-hal yang dilarang dan mesti dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan covid-19.
 
"Saya masih ingat ketika itu ada lima hal yang disepakati untuk disampaikan, jangan berjabat tangan, di rumah saja, mencuci tangan dengan sabun, jangan berkerumun, dan pakai masker," tutur dia.
 
Duta Besar Indonesia untuk Singapura itu mengaku belum ada langkah-langkah yang tepat untuk menanggulangi covid-19 hingga 20 Maret 2020. Hal itu membuat Doni kesal.
 
"Saya juga ingat bangaimana Pak Doni gebrak meja, 'Kita bukan sedang menghadapi bencana, kita sedang menghadapi krisis kemanusian, saya minta tidak berlama-lama untuk mengambil keputusan cepat'," kata Tommy menirukan Doni.
 
(Baca: Jokowi: Pandemi Covid-19 Dobrak Hal Tabu)
 
Kondisi semakin diperburuk saat angka korban jiwa akibat covid-19 mulai muncul. Sedangkan, ketersediaan alat tes reagen hingga alat pelindung diri (APD) belum terpenuhi.
 
"Hari itu kita masih ingat bagaimana sembilan orang dokter wafat, empat di antaranya dokter gigi. Banyak yang meninggal tidak dapat dimakamkan secara normal," ujar dia.
 
Tidak berselang lama, BNPB berhasil mendapatkan reagen sebanyak 50 ribu dari Korea Selatan. Hal itu diperoleh dengan susah payah. Sebab, puluhan ribu reagen itu sebenarnya ditujukan untuk negara lain.
 
"Kita minta Kedutan Besar di Korea Selatan untuk mengamankan dan mengirim ke airport untuk diangkut pesawat Garuda. Jadi situasinya seperti itu dilakukan dengan keputusan cepat," beber dia.
 
Tommy mengungkap masalah lainnya. Pemerintah hanya memiliki dua laboratorium yang dapat digunakan untuk meneliti hasil tes covid-19. Bahkan, Sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengoperasikan peralatan laboratorium juga minim.
 
Sedangkan, Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk melakukan tes covid-19 sebanyak 10 ribu dalam sehari. "Laboratorium itu awalnya dua, Pak Doni mendorong menjadi 29 sampai 90, kemudian 100, sekarang sudah ada 400," tutur dia.
 
Tommy menyebut kondisi itu menggambarkan pemerintah berupaya maksimal menangani covid-19. Ia menekankan lembaga sekelas Organisasi Kesehatan Dunia (WH0) juga sempat mengalami kebingungan dalam menangani covid-19.
 
"Jadi kondisi Maret-April situasi yang menakutkan, kalau sekarang Indonesia mampu mengendalikan covid-19," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan