medcom.id, Jakarta: Aturan penggolongan obat-obatan saat ini dinilai terlalu rumit untuk dipahami masyarakat. Pengamat Konsumen Kesehatan Marius Widjajarta meminta agar pemerintah bisa menyederhanakan aturan penggolongan obat-obatan di Indonesia.
Dia mengatakan, pemerintah saat ini masih mengadopsi St Nomor 419 Tahun 1949 tentang penggolongan obat. Aturan itu menyebut penggolongan obat terbagi dalam lima golongan; obat bebas, obat bebas terbatas, obat daftar G, obat narkotika, dan obat psikotropika.
"Seharusnya sudah enggak model begini. Di luar negeri sudah tidak begini," ungkap Marius, dalam Opsi 2 Sisi, Senin 18 September 2017.
Dengan ketentuan seperti ini, Marius menilai pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan perlu merevisi peraturan tersebut. Pemerintah perlu menyederhanakan penggolongan obat menjadi dua macam saja; obat dengan resep dokter dan obat tanpa resep dokter.
"Jadi masyarakat tahu. Kalau pakai yang sekarang masyarakat susah mengadposinya," kata Marius.
Penyederhanaan aturan itu, kata Marius, akan membatasi masyarakat dalam mengakses obat-obatan. Sebab, obat dengan resep dokter tentu hanya dapat diperoleh dari apotek sementara obat tanpa resep dokter bisa didapatkan secara bebas maupun melalui apotek.
Yang terjadi selama ini, kata Marius. pemerintah kurang memberi swamedikasi kepada masyarakat untuk mengenal obat-obatan. Ditambah lagi dengan regulasi yang kurang memadai.
Padahal, kata Dia, BPOM sudah bekerja maksimal dan diperkuat dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasaan Obat dan Makanan yang melibatkan beberapa kementerian dan lembaga.
"Tapi sampai sekarang tidak ada (hasilnya). Jadi nanti diharapkan ada koordinasi antara BPOM, kepolisian, Kemenkes, Kemendag dan lain-lain agar ketika ada kasus tidak saling melempar dan sebaiknya Inpres ini jangan hanya tertulis tapi bagaimana agar diwujudkan. Menurut Saya ini penting," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Aturan penggolongan obat-obatan saat ini dinilai terlalu rumit untuk dipahami masyarakat. Pengamat Konsumen Kesehatan Marius Widjajarta meminta agar pemerintah bisa menyederhanakan aturan penggolongan obat-obatan di Indonesia.
Dia mengatakan, pemerintah saat ini masih mengadopsi St Nomor 419 Tahun 1949 tentang penggolongan obat. Aturan itu menyebut penggolongan obat terbagi dalam lima golongan; obat bebas, obat bebas terbatas, obat daftar G, obat narkotika, dan obat psikotropika.
"Seharusnya sudah enggak model begini. Di luar negeri sudah tidak begini," ungkap Marius, dalam
Opsi 2 Sisi, Senin 18 September 2017.
Dengan ketentuan seperti ini, Marius menilai pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan perlu merevisi peraturan tersebut. Pemerintah perlu menyederhanakan penggolongan obat menjadi dua macam saja; obat dengan resep dokter dan obat tanpa resep dokter.
"Jadi masyarakat tahu. Kalau pakai yang sekarang masyarakat susah mengadposinya," kata Marius.
Penyederhanaan aturan itu, kata Marius, akan membatasi masyarakat dalam mengakses obat-obatan. Sebab, obat dengan resep dokter tentu hanya dapat diperoleh dari apotek sementara obat tanpa resep dokter bisa didapatkan secara bebas maupun melalui apotek.
Yang terjadi selama ini, kata Marius. pemerintah kurang memberi swamedikasi kepada masyarakat untuk mengenal obat-obatan. Ditambah lagi dengan regulasi yang kurang memadai.
Padahal, kata Dia, BPOM sudah bekerja maksimal dan diperkuat dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasaan Obat dan Makanan yang melibatkan beberapa kementerian dan lembaga.
"Tapi sampai sekarang tidak ada (hasilnya). Jadi nanti diharapkan ada koordinasi antara BPOM, kepolisian, Kemenkes, Kemendag dan lain-lain agar ketika ada kasus tidak saling melempar dan sebaiknya Inpres ini jangan hanya tertulis tapi bagaimana agar diwujudkan. Menurut Saya ini penting," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)