Sejumlah siswa sekolah dasar (SD) berpakaian adat melakukan pawai mengitari pedestrian Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2017). Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah siswa sekolah dasar (SD) berpakaian adat melakukan pawai mengitari pedestrian Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2017). Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya

Pendidikan Benteng Tangkal Radikalisme

Syarief Oebaidillah • 02 Mei 2017 06:08
medcom.id, Jakarta: Pendidikan dinilai bisa menjadi benteng untuk menangkal bahaya radikalisme dan intoleransi dalam rangka menjaga keberagaman di bumi Indonesia. Hal itu disampaikan Direktur Maarif Institute Abdullah Darraz menanggapi Hari Pendidikan Nasional yang jatuh hari ini.
 
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kata dia, mempunyai sense of crisis terhadap persoalan radikalisme, intoleransi, dan berbagai ideologi yang bertentangan dengan paham kebangsaan, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika.
 
Menurut Darraz, ideologi yang bertentangan dengan paham kebangsaan itu selama 10 tahun terakhir menggerogoti dunia pendidikan di Indonesia.

"Selama dua tahun terakhir, Kemendikbud secara fokus dan konsisten telah memberikan perhatian serius untuk menyelesaikan persoalan radikalisme di lingkungan sekolah. Salah satunya langkah revitalisasi program penguatan pendidikan karakter di berbagai jenjang dan satuan pendidikan, khususnya di tingkat SMA dan SMK," ujarnya saat dihubungi, kemarin.
 
Secara konsisten, imbuh Darraz, Kemendikbud bekerja sama dengan pelbagai elemen masyarakat sipil terutama kelompok masyarakat peduli pendidikan dalam upaya membentengi sekolah dari ancaman penetrasi kelompok-kelompok radikal.
 
Ia mencontohkan Peraturan Mendikbud No 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan diterbitkan dalam upaya memperkuat kebinekaan di sekolah
 
"Terkait dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, dunia pendidikan kita secara nyata merawat kekayaan dan kemajemukan sosiokultural yang dimiliki bangsa ini," tukas Darraz.
 
Sebelumnya, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan gambaran tentang persepsi guru pendidikan agama Islam (PAI) mengenai toleransi dan islamisme.
 
Hasil penelitian yang dilansir di penghujung 2016 itu menyebutkan mayoritas guru PAI menghendaki Indonesia menerapkan hukum Islam.
 
Penelitian dilakukan pada 330 guru PAI di sekolah umum dan madrasah di 11 kabupaten/kota, yaitu Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Solo, Mataram, Lombok Timur, Aceh Besar, Pidie, Makassar, Bulukumba, dan Maros.
 
Filosofi pendidikan
 
Radikalisme yang mendasarkan diri pada eksklusivitas, kata Fajar Riza Ulhaq, Staf Khusus Mendikbud Bidang Kerja Sama Antarlembaga, tidak sejalan dengan filosofi pendidikan kita yang terbuka dalam proses pembelajaran.
 
"Pendidikan harus dikembalikan kepada hakikatnya, yakni proses pembelajaran dalam mencerdaskan dan memanusiakan peserta didik."
 
Terkait dengan tema Hari Pendidikan Nasional 2017, Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas, menurut dia, hal itu bertujuan agar semua warga negara mendapat layanan pendidikan tanpa terkecuali secara berkeadilan.
 
Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Doni Koesoema mengatakan pendidikan karakter harus menjadi roh atau poros dalam pengelolaan pendidikan nasional. Pemerintah, kata dia, tengah mengarahkan basis pendidikan karakter sebagai ketahanan nasional bangsa.
 
"Ada lima penerapan nilai utama dalam pendidikan karakter, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas," ujar Doni dalam diskusi menyambut Hari Pendidikan Nasional oleh FSGI di Jakarta, kemarin. (Ind/X-4)
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan