medcom.id, Jakarta: Perseteruan antara manajemen maskapai Lion Air dengan oknum pilot berbuntut panjang. Sejumlah pilot yang berada dinaungan Lion Air menuding ditelantarkan dan tidak diberi upah.
Namun, PT Lion Air buru-buru membantah tudingan tersebut. Head of Corporate Lawyer Lion Air Group Harris Arthur Hedar mengklaim, Lion telah menjalankan peraturan perusahaan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
“Kesepakatan kedua belah pihak antara pilot dan perusahaan telah diatur dalam Perjanjian Ikatan Dinas Penerbangan. Di sana diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak,” kata Arthur dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/8/2016).
Perjanjian itu juga mengatur tentang jangka waktu kerja dan ganti rugi terkait investasi pendidikan. Arthus menegaskan, perjanjian tersebut tidak mungkin ada unsur paksaan.
Arthur membeberkan, sejumlah oknum pilot justru telah melakukan tindakan indisipliner. Pada Selasa, 10 Mei 2016, beberapa pilot tersebut menolak melakukan penerbangan yang menyebabkan puluhan ribu penumpang terlantar.
Tindakan ini pun diikuti oleh beberapa pilot lainnya. Arthur menganggap ada penghasut untuk melakukan sabotase massal tersebut. Akibatnya, baik penumpang maupun perusahaan mengalami kerugian.
“Tindakan yang dilakukan para oknum pilot sangat berbanding terbalik dari apa yang diharapkan. Jika memang ada kebijakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hak – hak para penerbang semestinya, disampaikan secara kekeluargaan," tuturnya.
Akibat dari aksi ini, sebanyak 14 pilot dipecat dengan tidak hormat. Pemecatan itu lantaran pilot telah melanggar perjanjian Ikatan Dinas Penerbangannya, yakni menolak terbang dan menghasut pilot lain.
medcom.id, Jakarta: Perseteruan antara manajemen maskapai Lion Air dengan oknum pilot berbuntut panjang. Sejumlah pilot yang berada dinaungan Lion Air menuding ditelantarkan dan tidak diberi upah.
Namun, PT Lion Air buru-buru membantah tudingan tersebut. Head of Corporate Lawyer Lion Air Group Harris Arthur Hedar mengklaim, Lion telah menjalankan peraturan perusahaan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
“Kesepakatan kedua belah pihak antara pilot dan perusahaan telah diatur dalam Perjanjian Ikatan Dinas Penerbangan. Di sana diatur hak dan kewajiban masing-masing pihak,” kata Arthur dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/8/2016).
Perjanjian itu juga mengatur tentang jangka waktu kerja dan ganti rugi terkait investasi pendidikan. Arthus menegaskan, perjanjian tersebut tidak mungkin ada unsur paksaan.
Arthur membeberkan, sejumlah oknum pilot justru telah melakukan tindakan indisipliner. Pada Selasa, 10 Mei 2016, beberapa pilot tersebut menolak melakukan penerbangan yang menyebabkan puluhan ribu penumpang terlantar.
Tindakan ini pun diikuti oleh beberapa pilot lainnya. Arthur menganggap ada penghasut untuk melakukan sabotase massal tersebut. Akibatnya, baik penumpang maupun perusahaan mengalami kerugian.
“Tindakan yang dilakukan para oknum pilot sangat berbanding terbalik dari apa yang diharapkan. Jika memang ada kebijakan perusahaan yang tidak sesuai dengan hak – hak para penerbang semestinya, disampaikan secara kekeluargaan," tuturnya.
Akibat dari aksi ini, sebanyak 14 pilot dipecat dengan tidak hormat. Pemecatan itu lantaran pilot telah melanggar perjanjian Ikatan Dinas Penerbangannya, yakni menolak terbang dan menghasut pilot lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(Des)