Dirjen PSLB3, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati. Foto: Dok KLHK
Dirjen PSLB3, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati. Foto: Dok KLHK

Targetkan Nol Sampah 2030, Gerakan Kompos Satu Negeri Dicanangkan

Media Indonesia.com • 22 Februari 2023 18:54
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencanangkan gerakan Compos Day - Kompos Satu Negeri. Gerakan ini sebagai bagian dari upaya Indonesia menargetkan nol sampah dan nol emisi atau zero waste zero emission pada 2030.
 
"Jadi, diperlukan aksi nyata pengelolaan sampah organik yang lebih masif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Pojok Iklim bertema Kontribusi Pengelolaan Sampah Organik di Sumber Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Rabu, 22 Februari 2023.
 
Rencananya kampanye nasional ini akan dicanangkan pada Minggu, 26 Februari 2023, oleh Menteri LHK Siti Nurbaya. Pencanangan Gerakan Kompos Satu Negeri akan berlangsung di Lapangan Banteng, Jakarta.

Melalui gerakan nasional ini, KLHK ingin menegaskan bahwa sampah merupakan tanggung jawab semua. Rosa berharap kegiatan ini dapat menjadi momentum yang baik untuk menuntaskan masalah sampah di Indonesia melalui partisipasi aktif masyarakat sejak dari sumber.
 
Kajian PSLB3, jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 juta ton sampah organik tidak perlu dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA). 
 
"Aksi ini pun dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 6,834 juta ton CO2eq," ujar Rosa.
 
Jumlah timbulan sampah di Indonesia merujuk data KLHK pada 2022 adalah sebesar 68,7 juta ton per tahun. Dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27 persen. Dan sebanyak 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. 
 
Untuk konteks lebih global, sampah organik juga merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik. 
 
Baca: Mengenal 5 Jenis Sampah
 
Berikutnya, sekitar 65,83 persen sampah di Indonesia juga masih diangkut dan ditimbun di landfill. Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut bisa menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan 25 kali lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2). Alhasil, berkontribusi besar dalam perubahan iklim.
 
"Ledakan gas metana juga menjadi salah satu penyebab terjadinya longsor di TPA Leuwi Gajah pada 2005. Ini karena sebagian besar sampah organik ditimbun di landfill yang dikelola secara open dumping," kata Rosa.  
 

Dua tantangan utama

Rosa mengatakan ada dua tantangan utama dalam menyukseskan gerakan Kompos Satu Negeri. Pertama, belum terbiasanya masyarakat Indonesia dalam memilih sampah organik. Kondisi tersebut mengakibatkan sampah organik yang tercampur dengan sampah anorganik akan sulit dilakukan pengolahan lanjutan. Misalnya, melalui metode pengomposan atau budidaya maggot black soldier fly.
 
"Kondisi tercampur ini dapat mengakibatkan proses pengolahan menjadi tidak optimal dan nilai ekonominya akan menurun sehingga dapat menghambat kegiatan ekonomi sirkular," ujar Rosa Vivien.
 
Tantangan kedua, sebagian besar sampah organik masih berakhir di landfill. Kondisi tersebut mengakibatkan TPA menjadi bau. Hal ini berakibat buruk pada lingkungan sekitar. 
 
Sampah organik di landfill juga menghasilkan emisi gas metana yang berkontribusi besar dalam perubahan iklim. Tentu saja dapat mengakibatkan tragedi seperti di TPA Leuwi Gajah terulang kembali.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan