medcom.id, Jakarta: TNI melakukan berbagai upaya untuk mencegah masuknya kelompok teroris asal Marawi, Filipina Selatan, ke wilayah Indonesia. Selain mengerahkan kapal perang ke zona perbatasan, foto WNI yang menjadi DPO polisi Filipina juga dipajang di pintu-pintu masuk pelabuhan laut.
Di Pelabuhan Nunukan, Kalimantan Utara, foto tujuh WNI yang menjadi DPO terpampang di pelabuhan sehingga bisa dikenali masyarakat.
Ketujuh WNI yang diduga bergabung dengan kelompok teroris Maute di Filipina Selatan ialah Al Ikhwan Yusel, 26, asal Palembayan, Sumatra Barat, berangkat ke Filipina pada 28 Maret 2017; Anggara Suprayogi, 32, asal Cibodas, Tangerang, Banten, berangkat ke Filipina 15 April 2017.
Selanjutnya, Yayat Hidayat Tarli, 31, asal Kuningan, Jawa Barat, berangkat ke Filipina bersama Anggara Suprayogi 15 April 2017; Yoki Pratama Windyarto, 21, asal Banjarnegara, Jawa Tengah, berangkat ke Filipina 4 Maret 2017; Mochamad Jaelani Firdaus, 26, asal Serang, Banten, berangkat ke Filipina 7 Maret 2017; Muhamad Gufron, 23, asal Serang, Banten, berangkat ke Filipina 7 Maret 2017; dan Muhammad Ilham Syahputra, 21, asal Medan, Sumatra Utara, berangkat ke Filipina 29 November 2016.
Menurut Komandan Lanal Nunukan Letkol Laut (P) Ary Aryono, personel TNI-AL di Sebatik dibantu Satgas Marinir melaksanakan razia di sejumlah pelabuhan, termasuk pelabuhan jalur tikus dan dermaga tradisional.
"Sejumlah pamflet daftar DPO teroris pengikut kelompok Maute asal Indonesia sudah kita pasang di area pelabuhan yang selama ini menjadi jalur masuknya orang dari Filipina ke Indonesia, termasuk jalur-jalur tikus dan dermaga tradisional di Sebatik," kata Ary dikutip dari Media Indonesia, Selasa 6 Juni 2017.
Komandan Lantamal XIII/Tarakan Laksamana Pertama Ferial Fachroni menyatakan empat kapal perang telah berpatroli di perbatasan, di antaranya KRI Ki Hajar Dewantara dan KRI Teluk Sangkulirang.
Selain meningkatkan intensitas patroli perbatasan, TNI menggelar operasi intelijen hingga pulau terluar wilayah Sulawesi dan Kalimantan yang selama ini menjadi jalur penyeberangan teroris.
Bukan teroris
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan 16 warga negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan dari Marawi, Filipina Selatan, bukan anggota kelompok teroris Islamic State (IS).
"Mereka itu Jamaah Tabligh. Secara politis atau kacamata teroris, mereka tidak terdaftar di situ (di Islamic State)," kata Wiranto.
Menurut Wiranto, kepastian itu didapat dari hasil kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap identitas 16 WNI tersebut. Ini menjadi alasan pemerintah mengupayakan kepulangan ke-16 WNI.
Sebanyak 16 WNI yang dievakuasi dari Marawi itu tiba di Indonesia, Sabtu 3 Juni 2017. Mereka ditempatkan sementara di sebuah masjid di kawasan Jakarta Barat.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan dari pemetaan, selain 16 WNI yang ada di Marawi, ada 38 WNI lainnya. Mereka diduga bergabung dengan kelompok militan jaringan terorisme Islamic State (IS) dan bertanggung jawab atas serangan di Marawi. Dari 38 WNI itu, 4 diduga telah tewas, 12 dideportasi ke Indonesia, dan 22 masih di Filipina.
medcom.id, Jakarta: TNI melakukan berbagai upaya untuk mencegah masuknya kelompok teroris asal Marawi, Filipina Selatan, ke wilayah Indonesia. Selain mengerahkan kapal perang ke zona perbatasan, foto WNI yang menjadi DPO polisi Filipina juga dipajang di pintu-pintu masuk pelabuhan laut.
Di Pelabuhan Nunukan, Kalimantan Utara, foto tujuh WNI yang menjadi DPO terpampang di pelabuhan sehingga bisa dikenali masyarakat.
Ketujuh WNI yang diduga bergabung dengan kelompok teroris Maute di Filipina Selatan ialah Al Ikhwan Yusel, 26, asal Palembayan, Sumatra Barat, berangkat ke Filipina pada 28 Maret 2017; Anggara Suprayogi, 32, asal Cibodas, Tangerang, Banten, berangkat ke Filipina 15 April 2017.
Selanjutnya, Yayat Hidayat Tarli, 31, asal Kuningan, Jawa Barat, berangkat ke Filipina bersama Anggara Suprayogi 15 April 2017; Yoki Pratama Windyarto, 21, asal Banjarnegara, Jawa Tengah, berangkat ke Filipina 4 Maret 2017; Mochamad Jaelani Firdaus, 26, asal Serang, Banten, berangkat ke Filipina 7 Maret 2017; Muhamad Gufron, 23, asal Serang, Banten, berangkat ke Filipina 7 Maret 2017; dan Muhammad Ilham Syahputra, 21, asal Medan, Sumatra Utara, berangkat ke Filipina 29 November 2016.
Menurut Komandan Lanal Nunukan Letkol Laut (P) Ary Aryono, personel TNI-AL di Sebatik dibantu Satgas Marinir melaksanakan razia di sejumlah pelabuhan, termasuk pelabuhan jalur tikus dan dermaga tradisional.
"Sejumlah pamflet daftar DPO teroris pengikut kelompok Maute asal Indonesia sudah kita pasang di area pelabuhan yang selama ini menjadi jalur masuknya orang dari Filipina ke Indonesia, termasuk jalur-jalur tikus dan dermaga tradisional di Sebatik," kata Ary dikutip dari Media Indonesia, Selasa 6 Juni 2017.
Komandan Lantamal XIII/Tarakan Laksamana Pertama Ferial Fachroni menyatakan empat kapal perang telah berpatroli di perbatasan, di antaranya KRI Ki Hajar Dewantara dan KRI Teluk Sangkulirang.
Selain meningkatkan intensitas patroli perbatasan, TNI menggelar operasi intelijen hingga pulau terluar wilayah Sulawesi dan Kalimantan yang selama ini menjadi jalur penyeberangan teroris.
Bukan teroris
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan 16 warga negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan dari Marawi, Filipina Selatan, bukan anggota kelompok teroris Islamic State (IS).
"Mereka itu Jamaah Tabligh. Secara politis atau kacamata teroris, mereka tidak terdaftar di situ (di Islamic State)," kata Wiranto.
Menurut Wiranto, kepastian itu didapat dari hasil kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terhadap identitas 16 WNI tersebut. Ini menjadi alasan pemerintah mengupayakan kepulangan ke-16 WNI.
Sebanyak 16 WNI yang dievakuasi dari Marawi itu tiba di Indonesia, Sabtu 3 Juni 2017. Mereka ditempatkan sementara di sebuah masjid di kawasan Jakarta Barat.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan dari pemetaan, selain 16 WNI yang ada di Marawi, ada 38 WNI lainnya. Mereka diduga bergabung dengan kelompok militan jaringan terorisme Islamic State (IS) dan bertanggung jawab atas serangan di Marawi. Dari 38 WNI itu, 4 diduga telah tewas, 12 dideportasi ke Indonesia, dan 22 masih di Filipina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)