Jakarta: Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah pandemi virus korona (covid-19) dinilai pelik. Pemerintah dan masyarakat harus cermat menghadapai situasi tersebut.
“Soal covid-19 kalau dikombinasi dengan karhutla jadinya serba salah,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Azwar Maas dalam telenconference di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2020.
Azwar menyebut pencegahan korona dan penanganan karhutla sama-sama membutuhkan masker. Namun, penggunaan masker untuk korona harus kering, sedangkan untuk karhutla harus basah guna mencegah gas dan butiran masuk ke saluran pernapasan.
“Dua kondisi ini tidak bersinergi,” ujar Azwar.
Selain itu, pencegahan korona mewajibkan masyarakat beraktivitas di rumah. Sedangkan penanganan karhutla memerlukan pihak yang terjun ke lapangan.
Menurut Azwar, pencegahan dan penanganan karhutla sangat bergantung pada interaksi manusia. “Kalau tidak beraktivitas di lapangan, pengawasan berkurang dan lahan gambut cenderung sengaja terbakar,” ucap dia.
(Baca: Pencegahan Karhutla Tetap Jadi Prioritas di Tengah Pandemi Korona)
Azwar mengusulkan pemerintah daerah membentuk peraturan khusus. Misalnya, kata dia, mengatur alokasi dana daerah untuk mencegah karhutla dan tidak bergantung pada pemerintah pusat.
Selain itu, aparat desa, kecamatan, dan kabupaten harus disiagakan. Mereka harus ekstra waspada bila hutan dan lahan memasuki status awas.
“Lalu pembentukan masyarakat peduli gambut selama masa siaga dan awas, mereka aktif,” tutur Azwar.
Seluruh langkah tersebut harus tetap memerhatikan protokol kesehatan. Kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan terancam bila salah strategi penanganan.
Jakarta: Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah pandemi virus korona (covid-19) dinilai pelik. Pemerintah dan masyarakat harus cermat menghadapai situasi tersebut.
“Soal covid-19 kalau dikombinasi dengan karhutla jadinya serba salah,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Azwar Maas dalam
telenconference di Jakarta, Jumat, 8 Mei 2020.
Azwar menyebut pencegahan korona dan penanganan karhutla sama-sama membutuhkan masker. Namun, penggunaan masker untuk korona harus kering, sedangkan untuk karhutla harus basah guna mencegah gas dan butiran masuk ke saluran pernapasan.
“Dua kondisi ini tidak bersinergi,” ujar Azwar.
Selain itu, pencegahan korona mewajibkan masyarakat beraktivitas di rumah. Sedangkan penanganan karhutla memerlukan pihak yang terjun ke lapangan.
Menurut Azwar, pencegahan dan penanganan karhutla sangat bergantung pada interaksi manusia. “Kalau tidak beraktivitas di lapangan, pengawasan berkurang dan lahan gambut cenderung sengaja terbakar,” ucap dia.
(Baca:
Pencegahan Karhutla Tetap Jadi Prioritas di Tengah Pandemi Korona)
Azwar mengusulkan pemerintah daerah membentuk peraturan khusus. Misalnya, kata dia, mengatur alokasi dana daerah untuk mencegah karhutla dan tidak bergantung pada pemerintah pusat.
Selain itu, aparat desa, kecamatan, dan kabupaten harus disiagakan. Mereka harus ekstra waspada bila hutan dan lahan memasuki status awas.
“Lalu pembentukan masyarakat peduli gambut selama masa siaga dan awas, mereka aktif,” tutur Azwar.
Seluruh langkah tersebut harus tetap memerhatikan protokol kesehatan. Kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan terancam bila salah strategi penanganan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)