medcom.id, Tangerang Selatan: Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meluncurkan lima produk Radioisotop dan Radiofarmaka Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) serta Penandatanganan Kontrak Kerjasama Pengembangan Teknologi Industri antara Kemenristekdikti dan BATAN. Produk tersebut dapat digunakan untuk melakukan diagnosisi dan terapi medis dunia kesehatan.
Menristekdikti mengatakan bahwa sejumlah produk teknologi nuklir telah berkontribusi besar dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, energi, pertanian, industri, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Maka dia ingin bahwa riset yang dilakukan tak sebatas publikasi dan tersimpan di perpustakaan, melainkan harus dihilirasikan serta dikomersilkan.
"Salah satunya adalah pemanfaatan radiofarmaka di bidang kesehatan. Di negara negara maju, radiofarmaka telah menjadi pilar utama dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Saya juga menyambut baik langkah BATAN dalam melakukan hilirisasi hasil riset," papar Mohamad Nasir, dalam sambutannya di Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-BATAN, kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Senin, 19 Juni 2017.
Lima produk radioisotop dan radiofarmaka BATAN yang diluncurkan Menristekdikti yakni Kit Radiofarmaka MIBI, Kit Radiofarmaka MDP,Kit Radiofarmaka DTPA, Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153 Sm-EDTMP, dan Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131 I-MIBG. Kelima produk tersebut siap digunakan untuk kebutuhan diagnosis dan penyembuhan beberapa penyakit, terutama penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, dan ginjal.
Produk radiofarmaka merupakan alternatif atau bahkan bisa menjadi pilihan terbaik untuk kebutuhan diagnosa dan pengobatan beberapa jenis penyakit. Ini menjadi jawaban dari kondisi yang saat ini masih belum memuaskan hasilnya dengan penggunaan produk farmasi biasa.
Berdasarkan laporan dari Badan Tenaga Nuklir Internasional, jumlah pasien di seluruh dunia yang ditangani menggunakan radiofarmaka melebihi 6 juta pasien. Sedangkan di Indonesia, lanjut Menristekdikti, saat ini ada belasan rumah sakit yang telah memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
Sementara, jenis penggunaan radiofarmaka terbanyak adalah untuk diagnosis kanker tulang, yakni dengan menggunakan radiofarmaka MDP. Ini merupakan salah satu produk hasil pengembangan Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN bersama Kimia Farma.
Menristekdikti juga menyatakan komitmennya untuk mendukung pengembangan riset dan teknologi nuklir di Indonesia. Salah satunya memberikan dukungan pendanaan dalam skema Program Pengembangan Teknologi Industri dan Insentif Sistem Inovasi Nasional (INSINAS).
"Total alokasi dana disiapkan untuk mendukung riset dan pengembangan sebanyak 81 miliar rupiah, Kemenristekdikti mengundang LPNK dan Perguruan Tinggi untuk memanfaatkan dana ini," terang Menristekdikti.
Tak hanya itu saja, dia juga mendukung pertumbuhan riset dengan regulasinya yang lebih baik. Dia pun berpesan pada jajaran Kemenristekdikti agar tidak mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang menyulitkan peneliti, dunia industri dan pihak terkait. "Dalam hal pendanaan, jangan sampai laporan pertanggung jawaban lebih susah dibandingkan penelitiannya," tukas Mohamad Nasir.
Pada saat yang sama, Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir Hendig Winarno menjelaskan bahwa produk BATAN telah masuk dalam e-katalog LKPP, agar mudah dipesan. Produk pertama yang diluncurkan adalah adalah Kit MIBI, yang berfungsi untuk mendiagnosis fungsi jantung dan mengevaluasi fungsi otot jantung. Jika teknik pencitraan medis biasa hanya dapat melihat perubahan anatomi atau massa jantung, maka hasil pencitraan menggunakan MIBI memberikan informasi yang lebih akurat mengenai fungsi jantung.
"Selanjutnya ada KIT MDP, yang fungsinya mendiagnosis sejauh mana penyebaran kanker dalam tulang. Ini digunakan dalam penentuan stadium penyakit kanker, sehingga bisa menjadi gambaran bagi dokter untuk langkah pengobatan selanjutnya. KIT MDP ini paling banyak dibutuhkan oleh rumah sakit dibanding 4 produk radiofarmaka lainnya," jelas Hendig.
BATAN juga memproduksi DTPA yang bisa mendiagnosis fungsi ginjal untuk memberikan informasi yang lebih akurat tentang kondisi ginjal pasien agar diketahui penanganan selanjutnya. Ada lagi Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153 Sm-EDTMP atau samarium, yang digunakan untuk terapi paliatif atau mengurangi rasa nyeri kepada penderita kanker, terutama sel kanker yang sudah menyebar ke organ tubuh lain (metastasis). Produk kelima yaitu Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131 I-MIBG, digunakan untuk mendiagnosis kanker neuroblastoma atau sistem saraf pada anak-anak.
medcom.id, Tangerang Selatan: Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meluncurkan lima produk Radioisotop dan Radiofarmaka Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) serta Penandatanganan Kontrak Kerjasama Pengembangan Teknologi Industri antara Kemenristekdikti dan BATAN. Produk tersebut dapat digunakan untuk melakukan diagnosisi dan terapi medis dunia kesehatan.
Menristekdikti mengatakan bahwa sejumlah produk teknologi nuklir telah berkontribusi besar dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, energi, pertanian, industri, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Maka dia ingin bahwa riset yang dilakukan tak sebatas publikasi dan tersimpan di perpustakaan, melainkan harus dihilirasikan serta dikomersilkan.
"Salah satunya adalah pemanfaatan radiofarmaka di bidang kesehatan. Di negara negara maju, radiofarmaka telah menjadi pilar utama dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Saya juga menyambut baik langkah BATAN dalam melakukan hilirisasi hasil riset," papar Mohamad Nasir, dalam sambutannya di Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-BATAN, kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan, Senin, 19 Juni 2017.
Lima produk radioisotop dan radiofarmaka BATAN yang diluncurkan Menristekdikti yakni Kit Radiofarmaka MIBI, Kit Radiofarmaka MDP,Kit Radiofarmaka DTPA, Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153 Sm-EDTMP, dan Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131 I-MIBG. Kelima produk tersebut siap digunakan untuk kebutuhan diagnosis dan penyembuhan beberapa penyakit, terutama penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, dan ginjal.
Produk radiofarmaka merupakan alternatif atau bahkan bisa menjadi pilihan terbaik untuk kebutuhan diagnosa dan pengobatan beberapa jenis penyakit. Ini menjadi jawaban dari kondisi yang saat ini masih belum memuaskan hasilnya dengan penggunaan produk farmasi biasa.
Berdasarkan laporan dari Badan Tenaga Nuklir Internasional, jumlah pasien di seluruh dunia yang ditangani menggunakan radiofarmaka melebihi 6 juta pasien. Sedangkan di Indonesia, lanjut Menristekdikti, saat ini ada belasan rumah sakit yang telah memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
Sementara, jenis penggunaan radiofarmaka terbanyak adalah untuk diagnosis kanker tulang, yakni dengan menggunakan radiofarmaka MDP. Ini merupakan salah satu produk hasil pengembangan Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka BATAN bersama Kimia Farma.
Menristekdikti juga menyatakan komitmennya untuk mendukung pengembangan riset dan teknologi nuklir di Indonesia. Salah satunya memberikan dukungan pendanaan dalam skema Program Pengembangan Teknologi Industri dan Insentif Sistem Inovasi Nasional (INSINAS).
"Total alokasi dana disiapkan untuk mendukung riset dan pengembangan sebanyak 81 miliar rupiah, Kemenristekdikti mengundang LPNK dan Perguruan Tinggi untuk memanfaatkan dana ini," terang Menristekdikti.
Tak hanya itu saja, dia juga mendukung pertumbuhan riset dengan regulasinya yang lebih baik. Dia pun berpesan pada jajaran Kemenristekdikti agar tidak mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang menyulitkan peneliti, dunia industri dan pihak terkait. "Dalam hal pendanaan, jangan sampai laporan pertanggung jawaban lebih susah dibandingkan penelitiannya," tukas Mohamad Nasir.
Pada saat yang sama, Deputi Pendayagunaan Teknologi Nuklir Hendig Winarno menjelaskan bahwa produk BATAN telah masuk dalam e-katalog LKPP, agar mudah dipesan. Produk pertama yang diluncurkan adalah adalah Kit MIBI, yang berfungsi untuk mendiagnosis fungsi jantung dan mengevaluasi fungsi otot jantung. Jika teknik pencitraan medis biasa hanya dapat melihat perubahan anatomi atau massa jantung, maka hasil pencitraan menggunakan MIBI memberikan informasi yang lebih akurat mengenai fungsi jantung.
"Selanjutnya ada KIT MDP, yang fungsinya mendiagnosis sejauh mana penyebaran kanker dalam tulang. Ini digunakan dalam penentuan stadium penyakit kanker, sehingga bisa menjadi gambaran bagi dokter untuk langkah pengobatan selanjutnya. KIT MDP ini paling banyak dibutuhkan oleh rumah sakit dibanding 4 produk radiofarmaka lainnya," jelas Hendig.
BATAN juga memproduksi DTPA yang bisa mendiagnosis fungsi ginjal untuk memberikan informasi yang lebih akurat tentang kondisi ginjal pasien agar diketahui penanganan selanjutnya. Ada lagi Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153 Sm-EDTMP atau samarium, yang digunakan untuk terapi paliatif atau mengurangi rasa nyeri kepada penderita kanker, terutama sel kanker yang sudah menyebar ke organ tubuh lain (metastasis). Produk kelima yaitu Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131 I-MIBG, digunakan untuk mendiagnosis kanker neuroblastoma atau sistem saraf pada anak-anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)