Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan ratusan pemilih fiktif di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) provinsi Aceh. Temuan tersebut membuat debat rapat pleno terkait penetapan rekapitulasi provinsi Aceh menjadi alot.
"Di Aceh Barat jumlah pemilih dan pengguna kelebihan 501 suara. Maka saya pinta KPU Aceh atau Bawaslu mencatat siapa saja manusia ini. Kenapa bisa datang ke tempat yang bukan hak pilihnya," kata Komisioner Bawaslu Nasrullah di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta, (29/4/2014).
Mendengar temuan Bawaslu, Ketua Komisi Independen Pemilih Ridwan Hadi yang diberikan kesempatan melakukan sanggahan oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan tidak ada pemilih fiktif seperti yang di tuduhkan Bawaslu tetapi itu hanya ada selisih antara jumlah DPK dan DPKTB yang baru terdata saat hari H.
"Saya rasa itu bukan daftar pemilih fiktif. Karena adanya selisih itu antara jumlah DPK atau DPKTb banyak yang baru terdata di hari H. Kami sudah lakukan prosedur di lapangan," kata Ridwan dalam rapat pleno.
Dia menjelaskan, mekanisme Daftar Pemilih Khusus Tambahan itu sudah ada dalam regulasi KPU. Sesuai regulasi yang ditetapkan KPU bahwa petugas KPPS akan memasukan peserta di atas pukul 12.00 sebagai DPK ataupun DPKTb.
"Dari situ akhirnya kami sepakat untuk cantumkan DPK Aceh Barat berjumlah 322. Dan di formulir kita terdapt 268. Sisanya kami masukkan di DPKtb," kata dia.
Namun mendengar penjelasan dari ketua KIP Aceh, Nasrullah merasa tidak puas karena penjelasan yang diberikan tidak dapat di pikirkan dengan pemikiran yang sehat.
"Maaf alasan anda sangat tidak logis. Tolong cari alasan yang lebih logis lagi," kata dia.
Untuk mecegah agar perdebatan tidak memanas, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menengahinya dengan memberikan penjelasan tentang kondisi di lapangan yang sulit diterka.
"Ini masalah di lapangan adalah masalah yang cukup rumit. Kami harapkan Bawaslu mengerti kemampuan perseorangan tidak bisa disamakan. Termasuk kemampuan petugas," kata Hadar.
Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan ratusan pemilih fiktif di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) provinsi Aceh. Temuan tersebut membuat debat rapat pleno terkait penetapan rekapitulasi provinsi Aceh menjadi alot.
"Di Aceh Barat jumlah pemilih dan pengguna kelebihan 501 suara. Maka saya pinta KPU Aceh atau Bawaslu mencatat siapa saja manusia ini. Kenapa bisa datang ke tempat yang bukan hak pilihnya," kata Komisioner Bawaslu Nasrullah di Gedung KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta, (29/4/2014).
Mendengar temuan Bawaslu, Ketua Komisi Independen Pemilih Ridwan Hadi yang diberikan kesempatan melakukan sanggahan oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan tidak ada pemilih fiktif seperti yang di tuduhkan Bawaslu tetapi itu hanya ada selisih antara jumlah DPK dan DPKTB yang baru terdata saat hari H.
"Saya rasa itu bukan daftar pemilih fiktif. Karena adanya selisih itu antara jumlah DPK atau DPKTb banyak yang baru terdata di hari H. Kami sudah lakukan prosedur di lapangan," kata Ridwan dalam rapat pleno.
Dia menjelaskan, mekanisme Daftar Pemilih Khusus Tambahan itu sudah ada dalam regulasi KPU. Sesuai regulasi yang ditetapkan KPU bahwa petugas KPPS akan memasukan peserta di atas pukul 12.00 sebagai DPK ataupun DPKTb.
"Dari situ akhirnya kami sepakat untuk cantumkan DPK Aceh Barat berjumlah 322. Dan di formulir kita terdapt 268. Sisanya kami masukkan di DPKtb," kata dia.
Namun mendengar penjelasan dari ketua KIP Aceh, Nasrullah merasa tidak puas karena penjelasan yang diberikan tidak dapat di pikirkan dengan pemikiran yang sehat.
"Maaf alasan anda sangat tidak logis. Tolong cari alasan yang lebih logis lagi," kata dia.
Untuk mecegah agar perdebatan tidak memanas, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menengahinya dengan memberikan penjelasan tentang kondisi di lapangan yang sulit diterka.
"Ini masalah di lapangan adalah masalah yang cukup rumit. Kami harapkan Bawaslu mengerti kemampuan perseorangan tidak bisa disamakan. Termasuk kemampuan petugas," kata Hadar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)