Jakarta: Eagle Institute kembali menggelar Eagle Awards Documentary Competition 2018 dengan tema 'Menjadi Indonesia'. Dari ratusan proposal yang masuk, terpilih lima proposal terbaik.
Nantinya, panitia akan memilih tiga proposal sebagai pemenang dan berhak mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah, kamera Panasonic, hingga beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Ketua Harian Eagle Institute Bestina Virgiati mengatakan kelima proposal itu tengah dinilai oleh juri, salah satunya Garin Nugroho. Kelima proposal ini lolos dari proses penyaringan terhadap 187 proposal yang masuk.
Pemenang pertama berhak atas uang tunia Rp100 juta. Pemenang kedua Rp60 juta. Dan pemenang ketiga Rp40 juta. Masing-masing pemenang juga akan mendapatkan Panasonic dan beasiswa strata-2 dari Kemendikbud," kata Bestina, ditemui di Gedung Metro TV, Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Kelima finalis nantinya diminta membuat video dari proposal yang mereka ciptakan. Biaya pembuatan video sepenuhnya dari Metro TV dan sponsor.
"Peserta yang inti hanya dua orang, tapi timnya boleh lebih. Biaya pembuatan filmnya dari Metro TV, tapi peralatannya dari mereka," kata dia.
Lima proposal film yang terpilih akan diputar di bioskop dalam bentuk gala premier. Pemutaran akan dihadiri pejabat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Metro TV, sineas, alumni Eagle Award, dan pihak sponsor.
Adapun kelima finalis yang terpilih antara lain dari sineas asal Papua yang mengangkat kehidupan Suku Asmat dengan judul 'Senandung Mei di Lumpur Asmat'. Kemudian dari tim Poso dengan judul 'Damai dalam Kardus'.
Lalu ada judul film 'Perahu Pustaka' dari Mandar, Sulawesi Selatan; film 'Biskop Kecil' dari Yogyakarta; dan 'Menganyam Kehidupan' dari Berau, Kalimantan.
Dia menambahkan Eagle Award tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Karena, bukan hanya tim pemula yang bisa ikut, para alumni Eagle Award dan pembuat film profesional pun diperbolehkan ikut.
"Sejak 2005, setiap tahunnya kita mencetak 10 filmmaker baru. Ini tahun ke-14. Setiap tahun berbeda temanya. Tema itu yang menentukan dan sebagai corong ketika mereka mengirimkan proposal," kata dia.
Jakarta: Eagle Institute kembali menggelar Eagle Awards Documentary Competition 2018 dengan tema 'Menjadi Indonesia'. Dari ratusan proposal yang masuk, terpilih lima proposal terbaik.
Nantinya, panitia akan memilih tiga proposal sebagai pemenang dan berhak mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah, kamera Panasonic, hingga beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Ketua Harian Eagle Institute Bestina Virgiati mengatakan kelima proposal itu tengah dinilai oleh juri, salah satunya Garin Nugroho. Kelima proposal ini lolos dari proses penyaringan terhadap 187 proposal yang masuk.
Pemenang pertama berhak atas uang tunia Rp100 juta. Pemenang kedua Rp60 juta. Dan pemenang ketiga Rp40 juta. Masing-masing pemenang juga akan mendapatkan Panasonic dan beasiswa strata-2 dari Kemendikbud," kata Bestina, ditemui di Gedung Metro TV, Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Kelima finalis nantinya diminta membuat video dari proposal yang mereka ciptakan. Biaya pembuatan video sepenuhnya dari Metro TV dan sponsor.
"Peserta yang inti hanya dua orang, tapi timnya boleh lebih. Biaya pembuatan filmnya dari Metro TV, tapi peralatannya dari mereka," kata dia.
Lima proposal film yang terpilih akan diputar di bioskop dalam bentuk gala premier. Pemutaran akan dihadiri pejabat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Metro TV, sineas, alumni Eagle Award, dan pihak sponsor.
Adapun kelima finalis yang terpilih antara lain dari sineas asal Papua yang mengangkat kehidupan Suku Asmat dengan judul 'Senandung Mei di Lumpur Asmat'. Kemudian dari tim Poso dengan judul 'Damai dalam Kardus'.
Lalu ada judul film 'Perahu Pustaka' dari Mandar, Sulawesi Selatan; film 'Biskop Kecil' dari Yogyakarta; dan 'Menganyam Kehidupan' dari Berau, Kalimantan.
Dia menambahkan Eagle Award tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Karena, bukan hanya tim pemula yang bisa ikut, para alumni Eagle Award dan pembuat film profesional pun diperbolehkan ikut.
"Sejak 2005, setiap tahunnya kita mencetak 10 filmmaker baru. Ini tahun ke-14. Setiap tahun berbeda temanya. Tema itu yang menentukan dan sebagai corong ketika mereka mengirimkan proposal," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)