medcom.id, Jakarta: "Selamat tinggal Kalijodo" ucap Narsih sambil beranjak meninggalkan rumahnya menuju kampung halaman. Langkahnya tak bertenaga, seolah tak kuasa menggeret koper merah muda penuh pakaian.
Wanita berusia 46 tahun itu sudah lima belas tahun tinggal di kawasan Kalijodo berjualan kelontong. Narsih memutuskan kembali ke daerah asal, Kendal, Jawa Tengah, lantaran rumahnya bakal digusur Pemprov DKI Jakarta. Narsih menyusul suami dan dua anaknya yang lebih dulu pergi.
"Ingin mulai hidup baru. Mau jadi petani saja, ada lahan di sana," kata Narsih kepada Metrotvnews.com, Senin (22/2/2016).
50 meter dari rumah Narsih, ada sebuah warung nasi. Kisnah, 59, pemilik warung, tengah sibuk mengemas barang. Dia tampak membongkar setiap sudut rumahnya mencari barang yang masih berharga.
Kisnah tampak menemukan sebuah bingkai foto dari atas lemari. Ada gambar Kisnah memeluk suami, beserta tiga anaknya. Pikiran Kisnah melayang. Memorinya kembali muncul saat berjuang bersama suami tercinta di ibu kota.
"Ini gambar bapak. Dia sudah meninggal setahun lalu. Dulu dia lah yang mengajak saya ke sini. Dari sini kami bisa sekolahin anak-anak. Anak-anak ibu sudah menikah semua. Ibu tinggal sendiri," kisah Kisnah sambil terus menatap tajam foto di dalam bingkai berwarna hitam itu.
Air mata Kisnah perlahan tercurah dari matanya yang sudah sayup. Dia seperti tampak merindukan mendiang suaminya. Di masa senjanya ini, Kisnah ingin hidup tenang. "Ibu sudah enggak muda lagi. Saya ingin urus cucu saya saja. Anak saya yang di Jawa minta saya pulang," ujar Kisnah.
Kisnah mengungkapkan, salah seorang anaknya akan menjemputnya. Rencananya, Kisnah akan berangkat diantar anak laki-lakinya ke Semarang. "Saya pulang kampung saja. Toh juga enggak dapet rusun kan dari pemerintah," ungkap dia.
Sementara, Haji Sunarto, 56, salah seorang warga Kalijodo tidak begitu memusingkan bakal tinggal di mana. Sebab, Sunarto berhak mendapatkan unit rumah susun karena memiliki 3 bangunan di kawasan Kalijodo. Namun, pria berjanggut ini tidak mengambil unit rusunnya.
"Saya dapat rusun, tapi orang kecamatan (Tambora) bilang untuk tidak ambil. Soalnya rusun untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Mereka bilang penghasilan saya sudah tinggi, punya rumah, punya mobil, jadi saya tidak ambil," kata Sunarto sembari mengepulkan asap rokoknya.
Nasib lebih buruk dirasakan Nenek Tompel, 56, warga Kalijodo yang sudah puluhan tahun menjual jamu. Setiap hari, kepala Nenek Tompel selalu pusing. Dia bilang, gara-gara Pemprov DKI Jakarta yang bakal menggsur rumahnya.
Hampir setiap hari, Nenek Tompel selalu menunggu di dekat Intan Cafe. Di sana dia menanti mobil Puskesmas keliling Suku Dinas Kesehatan Kecamatan Penjaringan yang membagi-bagikan obat gratis.
"Sakit kepala terus, stres. Rumah saya mau dihancurin. Setiap hari minum obat pusing," kata Nek Tompel, panggilan akrabnya.
Nek Tompel sudah menjanda puluhan tahun. Dia menjadi tulang punggung bagi keluarga. Seorang anaknya masih bersekolah. "Bapak (suami) sudah enggak ada. Saya ini tulang punggung keluarga. Anak saya masih ada yang sekolah," ungkap dia.
Penghasilan dari menjual jamu kini turun drastis. Jangankan untuk biaya makan, beli obat saja Nek Tompel mengaku tak sanggup. "Mumpung ada ini (Puskesmas keliling), obat semua gratis," tambah dia.
Nek tompel berencana akan mencari kontrakan untuk tempat tinggal barunya. Namun, dia ragu tidak bisa membayar tagihan perbulannya. Dia tidak mendapat jatah unit rusun lantaran tidak memiliki bangunan di kawasan Kalijodo.
"Kontrakan mahal, Rp1 juta. Enggak tahu bisa bayar apa enggak. Hari ini cuma dapat Rp20 ribu," kata dia.
Camat Penjaringan, Jakarta Utara, Abdul Khalit, mengatakan mereka yang berhak memperoleh rusun harus memiliki KTP DKI. Selain itu, mereka juga harus mempunyai dua syarat lagi, yakni KK dan Kartu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2).
"Ini sesuai dengan instruksi dan peraturan yang ada dan kami menjalankan perintah peraturan itu" jelas Khalit.
Hingga saat ini, ada 202 Kapala Keluarga (KK) warga Kalijodo di Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, yang berhak mendapatkan unit rumah susun. 95 KK sudah dipindahkan ke rusun Marunda. Kecamatan Penjaringan masih terus mendata.
Suasana kawasan Kalijodo kini tampak sepi bak kota mati. Kafe-kafe yang ditinggal pemiliknya berantakan usai digeledah pada operasi penyakit masyarakat (Pekat) oleh aparat Gabungan TNI-Polri dan Satpol PP.
Kondisi ini dimanfaatkan para tukang loak. Dengan membawa gerobak, mereka berbondong-bondong masuk ke kafe-kafe mencari barang-barang yang sudah rombeng untuk dijual.
Sanam, 45, salah seorang tukang loak mengaku bisa mendapat pendapatan Rp200 ribu per hari. Dia dan temannya membawa mobil pick up untuk membawa barang-barang bekas.
"Kemarin dapat Rp200 ribu, dibagi dua sama teman saya, dan sudah sama bayar mobil," kata Sanam kepada Metrotvnews.com di Jalan Kepanduan II, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, kemarin.
Sanam berencana datang ke kalijodo sampai hari pelaksanaan penggusuran. Menurut Sanam, masih banyak barang-barang milik warga yang tertinggal di rumah dan kafe.
"Kalau yang punya kafe lagi bongkar ambil-ambil barang, saya akan tunggu di luar sampai selesai. Begitu selesai bongkar, baru saya masuk ambil yang masih sisa," jelas dia.
medcom.id, Jakarta: "Selamat tinggal Kalijodo" ucap Narsih sambil beranjak meninggalkan rumahnya menuju kampung halaman. Langkahnya tak bertenaga, seolah tak kuasa menggeret koper merah muda penuh pakaian.
Wanita berusia 46 tahun itu sudah lima belas tahun tinggal di kawasan Kalijodo berjualan kelontong. Narsih memutuskan kembali ke daerah asal, Kendal, Jawa Tengah, lantaran rumahnya bakal digusur Pemprov DKI Jakarta. Narsih menyusul suami dan dua anaknya yang lebih dulu pergi.
"Ingin mulai hidup baru. Mau jadi petani saja, ada lahan di sana," kata Narsih kepada
Metrotvnews.com, Senin (22/2/2016).
50 meter dari rumah Narsih, ada sebuah warung nasi. Kisnah, 59, pemilik warung, tengah sibuk mengemas barang. Dia tampak membongkar setiap sudut rumahnya mencari barang yang masih berharga.
Kisnah tampak menemukan sebuah bingkai foto dari atas lemari. Ada gambar Kisnah memeluk suami, beserta tiga anaknya. Pikiran Kisnah melayang. Memorinya kembali muncul saat berjuang bersama suami tercinta di ibu kota.
"Ini gambar bapak. Dia sudah meninggal setahun lalu. Dulu dia lah yang mengajak saya ke sini. Dari sini kami bisa sekolahin anak-anak. Anak-anak ibu sudah menikah semua. Ibu tinggal sendiri," kisah Kisnah sambil terus menatap tajam foto di dalam bingkai berwarna hitam itu.
Air mata Kisnah perlahan tercurah dari matanya yang sudah sayup. Dia seperti tampak merindukan mendiang suaminya. Di masa senjanya ini, Kisnah ingin hidup tenang. "Ibu sudah enggak muda lagi. Saya ingin urus cucu saya saja. Anak saya yang di Jawa minta saya pulang," ujar Kisnah.
Kisnah mengungkapkan, salah seorang anaknya akan menjemputnya. Rencananya, Kisnah akan berangkat diantar anak laki-lakinya ke Semarang. "Saya pulang kampung saja. Toh juga enggak dapet rusun kan dari pemerintah," ungkap dia.
Sementara, Haji Sunarto, 56, salah seorang warga Kalijodo tidak begitu memusingkan bakal tinggal di mana. Sebab, Sunarto berhak mendapatkan unit rumah susun karena memiliki 3 bangunan di kawasan Kalijodo. Namun, pria berjanggut ini tidak mengambil unit rusunnya.
"Saya dapat rusun, tapi orang kecamatan (Tambora) bilang untuk tidak ambil. Soalnya rusun untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Mereka bilang penghasilan saya sudah tinggi, punya rumah, punya mobil, jadi saya tidak ambil," kata Sunarto sembari mengepulkan asap rokoknya.
Nasib lebih buruk dirasakan Nenek Tompel, 56, warga Kalijodo yang sudah puluhan tahun menjual jamu. Setiap hari, kepala Nenek Tompel selalu pusing. Dia bilang, gara-gara Pemprov DKI Jakarta yang bakal menggsur rumahnya.
Hampir setiap hari, Nenek Tompel selalu menunggu di dekat Intan Cafe. Di sana dia menanti mobil Puskesmas keliling Suku Dinas Kesehatan Kecamatan Penjaringan yang membagi-bagikan obat gratis.
"Sakit kepala terus, stres. Rumah saya mau dihancurin. Setiap hari minum obat pusing," kata Nek Tompel, panggilan akrabnya.
Nek Tompel sudah menjanda puluhan tahun. Dia menjadi tulang punggung bagi keluarga. Seorang anaknya masih bersekolah. "Bapak (suami) sudah enggak ada. Saya ini tulang punggung keluarga. Anak saya masih ada yang sekolah," ungkap dia.
Penghasilan dari menjual jamu kini turun drastis. Jangankan untuk biaya makan, beli obat saja Nek Tompel mengaku tak sanggup. "Mumpung ada ini (Puskesmas keliling), obat semua gratis," tambah dia.
Nek tompel berencana akan mencari kontrakan untuk tempat tinggal barunya. Namun, dia ragu tidak bisa membayar tagihan perbulannya. Dia tidak mendapat jatah unit rusun lantaran tidak memiliki bangunan di kawasan Kalijodo.
"Kontrakan mahal, Rp1 juta. Enggak tahu bisa bayar apa enggak. Hari ini cuma dapat Rp20 ribu," kata dia.
Camat Penjaringan, Jakarta Utara, Abdul Khalit, mengatakan mereka yang berhak memperoleh rusun harus memiliki KTP DKI. Selain itu, mereka juga harus mempunyai dua syarat lagi, yakni KK dan Kartu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2).
"Ini sesuai dengan instruksi dan peraturan yang ada dan kami menjalankan perintah peraturan itu" jelas Khalit.
Hingga saat ini, ada 202 Kapala Keluarga (KK) warga Kalijodo di Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, yang berhak mendapatkan unit rumah susun. 95 KK sudah dipindahkan ke rusun Marunda. Kecamatan Penjaringan masih terus mendata.
Suasana kawasan Kalijodo kini tampak sepi bak kota mati. Kafe-kafe yang ditinggal pemiliknya berantakan usai digeledah pada operasi penyakit masyarakat (Pekat) oleh aparat Gabungan TNI-Polri dan Satpol PP.
Kondisi ini dimanfaatkan para tukang loak. Dengan membawa gerobak, mereka berbondong-bondong masuk ke kafe-kafe mencari barang-barang yang sudah rombeng untuk dijual.
Sanam, 45, salah seorang tukang loak mengaku bisa mendapat pendapatan Rp200 ribu per hari. Dia dan temannya membawa mobil
pick up untuk membawa barang-barang bekas.
"Kemarin dapat Rp200 ribu, dibagi dua sama teman saya, dan sudah sama bayar mobil," kata Sanam kepada
Metrotvnews.com di Jalan Kepanduan II, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, kemarin.
Sanam berencana datang ke kalijodo sampai hari pelaksanaan penggusuran. Menurut Sanam, masih banyak barang-barang milik warga yang tertinggal di rumah dan kafe.
"Kalau yang punya kafe lagi bongkar ambil-ambil barang, saya akan tunggu di luar sampai selesai. Begitu selesai bongkar, baru saya masuk ambil yang masih sisa," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)