medcom.id, Jakarta: Sebelas bulan lalu, pesawat Airbus milik maskapai Air Asia dengan nomor seri QZ8501 hilang kontak di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah. Pesawat nahas itu ditemukan dua pekan lebih setelah hilang kontak, dan terkubur lumpur di dasar perairan Selat Karimata.
Upaya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk membuka tabir penyebab kecelakaan pesawat berakhir setelah 11 bulan. Waktu ini lebih cepat dari waktu normal yang ditetapkan untuk membuka tabir kecelakaan pesawat, yaitu 12 bulan atau satu tahun.
Kepala Sub Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengakui, bagaimana KNKT memusatkan tenaga untuk menyelesaikan penyelidikan kasus ini. Kata dia, kasus yang dialami Air Asia QZ8501 terbilang besar dan baru.
"Sehingga semua harus belajar dari hal ini," kata Nurcahyo saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Selasa (1/12/2015) malam.
KNKT mengakui, permasalahan cuaca tak berhubungan dengan penyebab jatuhnya pesawat. Semua lebih berhubungan dengan kerusakan komponen yang dimiliki pesawat. KNKT menemukan keretakan pada sistem Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) yang berada di ekor pesawat. Keretakan ini timbul karena tak ada pendingin di bagian ekor pesawat. Sehingga, suhu di ekor pesawat yang notabene tempat penyimpinan RTLU mengalami kenaikan suhu saat berada di darat karena terpapar matahari.
Selain itu, KNKT juga menyayangkan evaluasi dan perawatan yang tak optimal dari maskapai asal Malaysia ini. Padahal, gangguan yang dialami karena keretakan pada RTLU telah dialami sebanyak empat kali pada penerbangan sebelumnya. Namun, masalah itu tak kunjung selesai.
Gangguan yang dialami QZ8501 saat terbang dari Surabaya menuju Singapura itu mengaktifikan Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM). Namun, kejadian itu justru membuat putusnya arus listrik di burung besi nahas itu. Putusnya arus listrik menyebabkan pesawat harus dioperasikan secara manual. Pesawat pun kehilangan keseimbangan.
"Pesawat jatuh pada ketinggian 38 ribu kaki, setelah naik dari ketinggian yang sebelumnya 32 ribu kaki," kata Nurcahyo.
Nurcahyo menambahkan, Air Asia telah berbenah. Setidaknya, mereka telah melakukan tindakan perbaikan. Namun, masih ada hal yang perlu diperbaiki lagi.
"Kita minta adanya pelatihan terhadap pilot. Bagaimana cara mengambil alih kendali, jangan sampai dua pilot mengambil alih kendali, ini harus ada training agar pilot berinteraksi dengan baik," tambah dia.
Hal ini berkaitan dengan adanya temuan KNKT saat mendengarkan rekaman penerbangan. Pilot dan copilot sempat berinteraksi saat berjibaku mengendalikan pesawat. Tapi interaksi itu terkesan ganjal. Ada komunikasi tak lazim yang dianggap menimbulkan kebingungan.
"Saat pesawat mulai naik, kapten pilot minta pull down, ini membingunkan karena pull itu artinya ditarik, sedangkan down artinya didorong," jelas Nurcahyo.
Meski begitu, KNKT tetap mengapresiasi keinginan Air Asia untuk memperbaiki pelayanan dan kualitas  Air Asia, kata Nurcahyo, selalu mengikuti perkembangan investigasi dan menanyakan hal mana saja yang harus diperbaiki.
"Umumnya airlines itu melakukan tindakan perbaikan hanya lima sampai 10, ini Air Asia mereka melakukan tindakan perbaikan sebanyak 51 kali. Mereka selalu mengikuti apa saja yang diperbaiki dan memperlihatkan keinginan untuk berbenah. Tindakan perbaikan yang dilakukan ini sangat diapresiasi," pungkas Nurcahyo.
28 Desember 2014, pesawat jenis Airbus ini hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya. Pesawat hendak menuju Bandara Changi Singapura. Jawaban muncul tiga hari setelah itu, 31 Desember 2014, kepingan pesawat dan jenazah penumpang dan awak pesawat ditemukan mengambang di Selat Karimata. Pencarian pesawat nahas ini berjalan lebih dua minggu.
Ekor pesawat Air Asia QZ8501 ditemukan sekitar awal Januari 2015. Tak lama berselang, Tim evakuasi gabungan menemukan kotak hitam dan badan pesawat yang tertanam lumpur. Badan pesawat ditarik ke permukan dengan menggunakan teknik balon. Kecelakaan pesawat ini menewaskan 162 orang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi.  
  
  
    medcom.id, Jakarta: Sebelas bulan lalu, pesawat Airbus milik maskapai Air Asia dengan nomor seri QZ8501 hilang kontak di perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah. Pesawat nahas itu ditemukan dua pekan lebih setelah hilang kontak, dan terkubur lumpur di dasar perairan Selat Karimata. 
Upaya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk membuka tabir penyebab kecelakaan pesawat berakhir setelah 11 bulan. Waktu ini lebih cepat dari waktu normal yang ditetapkan untuk membuka tabir kecelakaan pesawat, yaitu 12 bulan atau satu tahun. 
Kepala Sub Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo mengakui, bagaimana KNKT memusatkan tenaga untuk menyelesaikan penyelidikan kasus ini. Kata dia, kasus yang dialami Air Asia QZ8501 terbilang besar dan baru.
"Sehingga semua harus belajar dari hal ini," kata Nurcahyo saat berbincang dengan 
Metrotvnews.com, Selasa (1/12/2015) malam. 
KNKT mengakui, permasalahan cuaca tak berhubungan dengan penyebab jatuhnya pesawat. Semua lebih berhubungan dengan kerusakan komponen yang dimiliki pesawat. KNKT menemukan keretakan pada sistem 
Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) yang berada di ekor pesawat. Keretakan ini timbul karena tak ada pendingin di bagian ekor pesawat. Sehingga, suhu di ekor pesawat yang notabene tempat penyimpinan RTLU mengalami kenaikan suhu saat berada di darat karena terpapar matahari. 
Selain itu, KNKT juga menyayangkan evaluasi dan perawatan yang tak optimal dari maskapai asal Malaysia ini. Padahal, gangguan yang dialami karena keretakan pada RTLU telah dialami sebanyak empat kali pada penerbangan sebelumnya. Namun, masalah itu tak kunjung selesai. 
Gangguan yang dialami QZ8501 saat terbang dari Surabaya menuju Singapura itu mengaktifikan 
Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM). Namun, kejadian itu justru membuat putusnya arus listrik di burung besi nahas itu. Putusnya arus listrik menyebabkan pesawat harus dioperasikan secara manual. Pesawat pun kehilangan keseimbangan. 
"Pesawat jatuh pada ketinggian 38 ribu kaki, setelah naik dari ketinggian yang sebelumnya 32 ribu kaki," kata Nurcahyo. 
Nurcahyo menambahkan, Air Asia telah berbenah. Setidaknya, mereka telah melakukan tindakan perbaikan. Namun, masih ada hal yang perlu diperbaiki lagi. 
"Kita minta adanya pelatihan terhadap pilot. Bagaimana cara mengambil alih kendali, jangan sampai dua pilot mengambil alih kendali, ini harus ada 
training agar pilot berinteraksi dengan baik," tambah dia. 
Hal ini berkaitan dengan adanya temuan KNKT saat mendengarkan rekaman penerbangan. Pilot dan copilot sempat berinteraksi saat berjibaku mengendalikan pesawat. Tapi interaksi itu terkesan ganjal. Ada komunikasi tak lazim yang dianggap menimbulkan kebingungan. 
"Saat pesawat mulai naik, kapten pilot minta 
pull down, ini membingunkan karena 
pull itu artinya ditarik, sedangkan 
down artinya didorong," jelas Nurcahyo. 
Meski begitu, KNKT tetap mengapresiasi keinginan Air Asia untuk memperbaiki pelayanan dan kualitas  Air Asia, kata Nurcahyo, selalu mengikuti perkembangan investigasi dan menanyakan hal mana saja yang harus diperbaiki. 
"Umumnya 
airlines itu melakukan tindakan perbaikan hanya lima sampai 10, ini Air Asia mereka melakukan tindakan perbaikan sebanyak 51 kali. Mereka selalu mengikuti apa saja yang diperbaiki dan memperlihatkan keinginan untuk berbenah. Tindakan perbaikan yang dilakukan ini sangat diapresiasi," pungkas Nurcahyo. 
28 Desember 2014, pesawat jenis Airbus ini hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya. Pesawat hendak menuju Bandara Changi Singapura. Jawaban muncul tiga hari setelah itu, 31 Desember 2014, kepingan pesawat dan jenazah penumpang dan awak pesawat ditemukan mengambang di Selat Karimata. Pencarian pesawat nahas ini berjalan lebih dua minggu. 
Ekor pesawat Air Asia QZ8501 ditemukan sekitar awal Januari 2015. Tak lama berselang, Tim evakuasi gabungan menemukan kotak hitam dan badan pesawat yang tertanam lumpur. Badan pesawat ditarik ke permukan dengan menggunakan teknik balon. Kecelakaan pesawat ini menewaskan 162 orang terdiri dari dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang termasuk seorang teknisi. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)