Jakarta: Isu diskriminatif, rasisme, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang disuarakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua dianggap tak berdasar. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut isu itu bahkan tak mendapat respons masyarakat internasional.
Pasalnya, ketika reformasi pemerintah meratifikasi berbagai perjanjian internasional terkait antidiskriminasi. Indonesia telah berkomitmen menghapus diskriminasi, khususnya bagi minoritas dan perempuan.
"Jadi tuduhan diskriminatif sehingga perlu ada pemerintahan alternatif di Papua, sama sekali tidak mendasar," kata Hikmahanto di Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2019.
Jika terjadi masalah seputar rasisme, maka hal itu harus diselesaikan dengan bijak. Hikmahanto mencontohkan konflik rasialisme di Amerika Serikat yang mampu diselesaikan tanpa referendum. Karena sejak awal negara adidaya itu dibentuk dari berbagai macam ras, suku dan etnis yang beragam.
Hikmahanto tak ingin pemerintah memberikan atensi berlebih pada manuver diplomasi KKB Papua, termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan pendukungnya. Pemerintah juga harus menahan emosi publik di Indonesia atas manuver OPM.
"Dengan memberi pemahaman bahwa tindakan-tindakan OPM tidak berimplikasi bagi keberadaan Papua," jelasnya.
Pemerintah juga harus membangun Papua dan membangun mental seluruh masyarakat Indonesia mengenai keberagaman. Bahwa Papua adalah Indonesia, sehingga tak perlu membedakan setiap warga, termasuk masyarakat Papua.
"Hal ini yang harus terus dikomunikasikan pemerintah ke dunia. Bukan mengkhawatirkan masyarakat internasional akan bersikap lain ketika ada manuver diplomasi OPM," ujarnya.
Hikmahanto juga merespons campur tangan negara-negara Pasifik atas eksistensi Papua. Dia minta pemerintah Indonesia memberikan pemahaman kepada elite-elite politik negara-negara di Pasifik tentang Papua. Bahwa Bumi Cenderawasih itu bagian dari NKRI, dan menunjukkan kemajuan Papua yang sama dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Jakarta: Isu diskriminatif, rasisme, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang disuarakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua dianggap tak berdasar. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut isu itu bahkan tak mendapat respons masyarakat internasional.
Pasalnya, ketika reformasi pemerintah meratifikasi berbagai perjanjian internasional terkait antidiskriminasi. Indonesia telah berkomitmen menghapus diskriminasi, khususnya bagi minoritas dan perempuan.
"Jadi tuduhan diskriminatif sehingga perlu ada pemerintahan alternatif di Papua, sama sekali tidak mendasar," kata Hikmahanto di Jakarta, Minggu, 6 Oktober 2019.
Jika terjadi masalah seputar rasisme, maka hal itu harus
diselesaikan dengan bijak. Hikmahanto mencontohkan konflik rasialisme di Amerika Serikat yang mampu diselesaikan tanpa referendum. Karena sejak awal negara adidaya itu dibentuk dari berbagai macam ras, suku dan etnis yang beragam.
Hikmahanto tak ingin pemerintah memberikan atensi berlebih pada manuver diplomasi KKB Papua, termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan pendukungnya. Pemerintah juga harus menahan emosi publik di Indonesia atas manuver OPM.
"Dengan memberi pemahaman bahwa tindakan-tindakan OPM tidak berimplikasi bagi keberadaan Papua," jelasnya.
Pemerintah juga harus membangun Papua dan membangun mental seluruh masyarakat Indonesia mengenai keberagaman. Bahwa Papua adalah Indonesia, sehingga tak perlu membedakan setiap warga, termasuk masyarakat Papua.
"Hal ini yang harus terus dikomunikasikan pemerintah ke dunia. Bukan mengkhawatirkan masyarakat internasional akan bersikap lain ketika ada manuver diplomasi OPM," ujarnya.
Hikmahanto juga merespons campur tangan negara-negara Pasifik atas eksistensi Papua. Dia minta pemerintah Indonesia memberikan pemahaman kepada elite-elite politik negara-negara di Pasifik tentang Papua. Bahwa Bumi Cenderawasih itu bagian dari NKRI, dan menunjukkan kemajuan Papua yang sama dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)