Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) atau pasukan oranye membersihkan saluran air dari lumpur dan sampah di Jalan Raya Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta. Foto:MI/BARY FATHAHILAH
Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) atau pasukan oranye membersihkan saluran air dari lumpur dan sampah di Jalan Raya Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta. Foto:MI/BARY FATHAHILAH

FOKUS

Pasukan Oranye dan Potret Nasib Pekerja Kasar

Surya Perkasa • 16 Januari 2017 21:19
medcom.id, Jakarta: Berjuluk ‘Pasukan Oranye’, mereka melakukan berbagai pekerjaan yang banyak dianggap kasar. Mulai dari penggali kubur, penyiram dan perawat taman, hingga penyapu jalan. Tapi jasa mereka sebagai garis depan perawat Ibu Kota dahulu sering tak diberi pamrih setimpal.
 
Upah yang tidak setimpal untuk dapat layak hidup di Jakarta. Kadang tak sampai Upah minimum provinsi (UMP). Tak jarang pula kabar mereka jadi objekan para oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau preman setempat muncul. Mulai dari namanya dicatut hingga upah dipotong tanpa alasan pernah terungkap.
 
Belum lagi soal pekerja fiktif demi meraup untung. Baca: Demi Rp2,7 Juta, Pensiunan PNS Jadi PHL Fiktif
 
Banyak upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI  Jakarta memperbaiki nasib mereka yang membanting tulang untuk Jakarta. Salah satunya  dengan membentuk Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) di tingkat kelurahan yang diisi pekerja harian lepas (PHL).
 
Meningkatkan efektivitas pekerja kontrak harian di tiap Satuan dan Unit Kerja Perangkat Daerah (SKPD/UKPD).  Meningkatkan pelayanan dan kecepattanggapan perbaikan fasilitas umum hingga di tingkat Rukun Tetangga/Rukun Warga (RT/RW) alasan lain.
 
Pada tanggal 13 Mei 2015, Peraturan Gubernur Nomor 169 Tahun 2015 tentang Penanganan Prasarana dan Sarana Umum Tingkat Kelurahan diteken Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Peraturan gubernur ini yang kemudian menjadi landasan dalam perekrutan PPSU di tingkat kelurahan dan juga merupakan gabungan dari PHL di dinas-dinas.
 
Standar kerja dan perekrutan ditingkatkan seiring dengan perbaikan kesejahteraan. Upah harian akhirnya diganti menjadi sistem gaji bulanan yang disetarakan dengan UMP. Sistem pengupahan juga tidak lagi dilakukan secara tunai namun lewat bank.
 
Perekrutan dilakukan secara terbuka oleh tim seleksi yang ada di tingkat kecamatan dan kontraknya diteken oleh Lurah. Berdasarkan Pergub Nomor 169 tahun 2015 pasal 13, juga ditegaskan pengawasan pelaksanaan PPSU Tingkat Kelurahan ini diawasi Inspektorat Pembantu Kota Administratif dan  Kantor Perancanaan Pembangunan Kota Administratif.
 
Pasukan Oranye dan Potret Nasib Pekerja Kasar
Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) membersihkan saluran air. Foto: MI/Galih
 
Tetap ada oknum bermain
 
Tetap saja ada oknum-oknum yang berhasil menemukan celah untuk membuat para pekerja PHL jadi objekan. Nama fiktif yang bekerja di PPSU masih saja terungkap ke permukaan. Salah satunya di Pasar Rebo, Jakarta Timur.
 
Ada 10 orang dari 42 PHL kebersihan kali di Kelurahan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur, fiktif. Baca: 10 PHL di Pasar Rebo Terbukti Fiktif
 
Tidak saja  nama fiktif, pemotongan gaji juga masih terjadi di saat peralihan PHL menjadi PPSU. Salah satu kasus yakni pemotongan gaji PPSU di Menteng yang terjadi sejak Januari hingga Juli 2015.
 
Gaji PHL yang seharusnya sebesar Rp2,7 juta sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta, hanya diberikan Rp1,5 juta. Baca: 7 Bulan Gaji Dipotong, Ini Kata PHL Menteng
 
Baru-baru ini laporan kontrak ‘Pasukan Oranye’ yang tak jelas dan proses perekrutan yang diindikasi curang juga masuk ke Pelaksana tugas (Plt) Kepala Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sumarsono.
 
Laporan ini masuk saat 27 Pekerja PPSU dari Kecamatan Jatinegara mengadu kepadanya. Ke-27 PPSU itu pada 11 Januari mengadu ke Sumarsono selaku pelaksana tugas Gubernur DKI lantaran diberhentikan mendadak.
 
"Saya cek dulu. Kata pak Kadis (Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji-red) tidak ada permainan, tapi, kalau ada, dia akan turun ke bawah dan pecat semua yang bermain," kata Soni di Jakarta Timur, Jumat (13/1/2017).
 
Pasukan Oranye dan Potret Nasib Pekerja Kasar
Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) membersihkan ruang terbuka hijau di salah satu sudut DKI Jakarta. Foto: MI/Susanto

Soni juga  mengakui ada indikasi sogok-menyogok dalam proses perekrutan Pekerja PPSU DKI Jakarta. Sebab hal yang sama juga sama juga pernah terjadi di Klaten. “Orang mau duduki jabatan,bayar. Itu budaya yang harus kita hilangkan," kata Soni.
 
Tak berhenti di sana, indikasi jual beli posisi Pekerja PPSU ini juga terungkap di Pondok Labu. Seorang oknum pegawai Kelurahan Pondok Labu diduga melakukan pungutan liar (pungli) pada sejumlah pelamar pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) supaya bisa lolos tes perekrutan.
 
Salah satu pelamar yang menjadi korban, B, menceritakan bagaimana oknum tersebut meminta sejumlah uang. Awalnya, kata B, ia dan empat temannya dipanggil oleh oknum itu yang menjabat salah satu kepala seksie di kelurahan, setelah melakukan apel. Di situlah kelimanya dimintai sejumlah uang.
 
B lupa tepatnya kapan apel itu dilakukan. Ia memastikan, peristiwa itu terjadi sebelum tanggal perekrutan, 19 Desember 2016. “Ada omongan, diskusi, dia minta (Rp1,5 juta) dengan catatan (kami) dimasukin semua," kata B saat ditemui metrotvnews.com di Bekasi, Jumat (13/1/2017).
 
Ternyata posisi untuk mereka yang tak berdaya namun mau jadi ‘pekerja kasar’ masih saja diperjualbelikan. Terutama oleh oknum-oknum yang licin bisa lepas dari pengawasan.
 
Tindak tegas, copot jabatan
 
Ulah oknum yang mencari untung lewat keringat orang lain ini membuat Ahok dulu beberapa kali berang. Para oknum yang bermain segera diinvestigasi untuk dicopot dari posisinya, begitu tegas Ahok.
 
Sikap tegas dan keras untuk para oknum pemain ditekankan kepada Kepala SKPD dan UKPD. Pejabat yang tidak sigap dan melakukan pembiaran pun sering diancam akan dicopot dari jabatan.
 
Saat Ahok cuti, Plt Soni pun menegaskan hal yang sama. Sumarsono mengatakan, PHL di DKI ibarat pentil sepeda yang harganya sangat murah. Walau kecil, komponen ini punya peran penting untuk menjalankan sepeda.
 
"Semahal apa pun sepeda, tanpa pentil tidak akan bisa jalan. Sama halnya dengan DKI Jakarta, pentilnya pembangunan Jakarta adalah pasukan oranye. Sekecil apa pun menjadi penting," kata Soni di kantor Dinas Kebersihan saat bertemu dengan 63 PHL.
 
Karena itu setelah mendapat laporan ada nasib PHL jadi mainan, perintah yang sama. Investigasi dan beri tindakan tegas.
 
"Kalau itu (sogokan) dilakukan, saya berhentikan. Anda bisa menemukan, kasih saya bukti. Bukan hanya yang sogok kita berhentikan, termasuk yang disogok beri sanksi kita berhentikan," tegas Sumarsono.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan