medcom.id, Jakarta: Mulai 1 April 2017 pembatasan kuota angkutan umum daring mulai diberlakukan. Di satu sisi, hingga saat ini belum ada jumlah pasti angkutan berbasis aplikasi.
Kebijakan tersebut merupakan salah satu poin revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016, tentang Penyelenggaran Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam Trayek.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, salah satu esensi dalam aturan tersebut adalah kesetaraan antara angkutan daring dan eksisting yang sudah lebih dahulu ada. "Karenanya kita berlakukan ada kuota dan batas tarif. Kita melihat, memang ada kecenderungan yang tidak berimbang," terang Budi, saat sosialisasi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 di Balai Kota DKI Jakarta, Minggu 26 Maret 2017.
Untuk kuota, Kementerian Perhubungan masih menunggu laporan dari masing-masing pemerintah daerah, maupun BPTJ selaku pemilik kewenangan pembuat kebijakan. Dari situ baru dibuat kesimpulan berapa taksi konvensional, dan daring yang dapat beroperasi di jalan.
"Sebenarnya sudah ada komunikasi antara pemerintah dan perusahaan taksi online. Nanti kita akan undang perusahaan angkutan online, begitu juga dari Kominfo. Kira-kira ada berapa aplikasi yang digunakan," jelasnya.
Baca: Mengatur Tarif Taksi Daring, Mungkinkah?
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Elly Adriani Sinaga menambahkan, batas tarif bawah dan atas serta kuota pada taksi daring menjadi dua hal paling diributkan. Terkait batas kuota, menurutnya, sengaja dibuat untuk mengimbangi antara permintaan dan armada yang tersedia.
"Karena salah satunya memang merugikan, kalau supply-nya kurang, masyarakat kekurangan fasilitas transportasi. Tapi kalau supply-nya kelebihan, nanti kasihan pemilik armada, sudah ambil mobil bayar cicilannya susah," katanya.
Baca: Kepala Daerah Segera Atur Taksi Daring
Ditanya menyangkut formulasi untuk menghitung jumlah kuota, Elly menjelaskan bahwa parameternya dilihat dari kondisi jalan yang ada. Lalu populasi penduduk di tiap daerah, serta tingkat pelayanan pemerintah untuk kebutuhan armada taksi.
"(Jumlah taksi daring) masih dihitung. Tadi saja pemilik kendaraan masih mempertanyakan berapa sih jumlah (kendaraan) yang sudah beredar. Kalau sudah diketahui baru kita tentukan berapa kendaraan yang memang dibutuhkan," papar Elly.
Sejauh ini, BPTJ belum mendapat data pasti dari masing-masing koperasi taksi daring terkait jumlah armada yang terdaftar. "Seperti di Jakarta memang sedang dihitung. Kita harus tahu dulu dong. Jadi tinggal yang diberikan izin sisanya sekian," ungkapnya.
medcom.id, Jakarta: Mulai 1 April 2017 pembatasan kuota angkutan umum daring mulai diberlakukan. Di satu sisi, hingga saat ini belum ada jumlah pasti angkutan berbasis aplikasi.
Kebijakan tersebut merupakan salah satu poin revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016, tentang Penyelenggaran Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Tidak Dalam Trayek.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, salah satu esensi dalam aturan tersebut adalah kesetaraan antara angkutan daring dan eksisting yang sudah lebih dahulu ada. "Karenanya kita berlakukan ada kuota dan batas tarif. Kita melihat, memang ada kecenderungan yang tidak berimbang," terang Budi, saat sosialisasi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 di Balai Kota DKI Jakarta, Minggu 26 Maret 2017.
Untuk kuota, Kementerian Perhubungan masih menunggu laporan dari masing-masing pemerintah daerah, maupun BPTJ selaku pemilik kewenangan pembuat kebijakan. Dari situ baru dibuat kesimpulan berapa taksi konvensional, dan daring yang dapat beroperasi di jalan.
"Sebenarnya sudah ada komunikasi antara pemerintah dan perusahaan taksi online. Nanti kita akan undang perusahaan angkutan
online, begitu juga dari Kominfo. Kira-kira ada berapa aplikasi yang digunakan," jelasnya.
Baca: Mengatur Tarif Taksi Daring, Mungkinkah?
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Elly Adriani Sinaga menambahkan, batas tarif bawah dan atas serta kuota pada taksi daring menjadi dua hal paling diributkan. Terkait batas kuota, menurutnya, sengaja dibuat untuk mengimbangi antara permintaan dan armada yang tersedia.
"Karena salah satunya memang merugikan, kalau supply-nya kurang, masyarakat kekurangan fasilitas transportasi. Tapi kalau supply-nya kelebihan, nanti kasihan pemilik armada, sudah ambil mobil bayar cicilannya susah," katanya.
Baca: Kepala Daerah Segera Atur Taksi Daring
Ditanya menyangkut formulasi untuk menghitung jumlah kuota, Elly menjelaskan bahwa parameternya dilihat dari kondisi jalan yang ada. Lalu populasi penduduk di tiap daerah, serta tingkat pelayanan pemerintah untuk kebutuhan armada taksi.
"(Jumlah taksi daring) masih dihitung. Tadi saja pemilik kendaraan masih mempertanyakan berapa sih jumlah (kendaraan) yang sudah beredar. Kalau sudah diketahui baru kita tentukan berapa kendaraan yang memang dibutuhkan," papar Elly.
Sejauh ini, BPTJ belum mendapat data pasti dari masing-masing koperasi taksi daring terkait jumlah armada yang terdaftar. "Seperti di Jakarta memang sedang dihitung. Kita harus tahu dulu dong. Jadi tinggal yang diberikan izin sisanya sekian," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)