medcom.id, Jakarta: Pangdam III/Siliwangi Mayor Jenderal Muhammad Herindra menegaskan bahwa pelatihan bela negara bisa diberikan kepada setiap warga negara, termasuk organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat. Namun, tetap ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi untuk menjadi peserta pelatihan bela negara.
"Harus pro terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika," ujar Herindra di Serang, Banten, Senin (9/1/2017).
Ia menambahkan, persyaratan ini amat penting. "Terhadap ormas yang tidak prokemajemukan, maka saya akan pertimbangkan memberikan pelatihan bela negara," kata Herindra.
Penegasan ini terkait pencopotan Komandan Kodim 0603/Lebak Letnan Kolonel Czi Ubaidillah karena menggelar Pelatihan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) untuk DPD Front Pembela Islam Banten di wilayah Koramil Cipanas. Pelatihan bela negara itu berlangsung pada 5-6 Januari 2017 dan diikuti 120 orang.
Menurut Herindra, pelatihan bela negara yang digelar Dandim 0603/Lebak itu tidak selaras dengan ketentuan berjenjang atau menyimpang dari prosedur yang berlaku di tubuh TNI. "Karena seharusnya untuk latihan bela negara melalui izin dari komandan korem (danrem) dan kemudian danrem ke saya. Saya yang menentukan iya atau tidaknya pelatihan digelar. Ini saya anggap pelanggaran serius dan ambil keputusan bahwa Dandim bersalah," katanya.
Dengan kata lain, pencopotan Czi Ubaidillah dari jabatan Dandim 0603 Lebak karena dianggap menyalahi prosedur dalam menyelenggarakan pelatihan bela negara. Meski begitu, isu ini turut meramaikan pemberitaan.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Tantowi Yahya, menyatakan pelatihan bela negara memang selayaknya diberikan kepada warga negara yang memang mempunyai kapasitas dan kemampuan. "Artinya, peserta pelatihan ini harus punya keinginan untuk bela negara," ujar Tantowi kepada metrotvnews.com, Selasa (10/10/2017).
Dalam kesempatan terpisah, hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha. Menurut dia, keterangan Pangdam III/Siliwangi mengenai masalah ini sudah cukup jelas. Namun, parlemen akan meminta Panglima TNI untuk memberikan penjelasan lebih mendetail. "Kami akan tanyakan ini kepada Panglima TNI nanti dalam rapat dengan Komisi I," kata Syaifullah kepada metrotvnews.com, Selasa (10/10/20170.
Menurut Ketua Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Nuruzzaman, pelatihan bela negara pada umumnya hanya berisi materi dasar kemiliteran. Antara lain seperti baris berbaris, tata upacara bendera, lintas alam, dan lain sebagainya.
GP Ansor yang merupakan organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) memang kerap diundang Kementerian Pertahanan untuk berpartisipasi sebagai peserta program pelatihan bela negara ini.
Ia menjelaskan, biasanya pelatihan digelar selama dua sampai tiga hari. Sejumlah anggota TNI dilibatkan sebagai pelatih. "Pengaruhnya positif. Seseorang semakin disiplin, lebih tertib. Itu baik," ujar Nuruzzaman kepada metrotvnews.com, Selasa (10/1/2017).
Maka, Nuruzzaman menduga sikap Pangdam III/Siliwangi yang seolah tidak berkenan dengan pelatihan bela negara yang diselenggarakan terhadap ormas tertentu pasti berkaitan dengan rekam jejak dan reputasi pihak yang bersangkutan itu sendiri.
"Image-nya, kelompok ini intoleran, suka menabrak aturan, mendahulukan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan," kata dia.
Soal keikutsertaan ormas yang semacam ini dalam pelatihan bela negara, ia melanjutkan, memang patut dipertimbangkan. kalau melatih mereka, semi militer, kemudian mereka memanfaatkannya untuk melakukan kekerasan yang lebih masif, itu berbahaya," ucapnya.
Pendapat serupa disampaikan Gufron Mabrur selaku pengamat militer dari LSM Imparsial. Ia menyatakan bahwa wajar jika muncul polemik dan pertentangan terkait ormas yang kerap dikritik masyarakat menjadi partisipan pelatihan bela negara.
"Bukannya meningkatkan kesadaran terkait kewarganegaraan, nasionalisme, dan bentuk-bentuk bela negara yang positif. Kita justru khawatir kegiatan itu kontraproduktif. Maksud saya, ini malah akan menciptakan potensi-potensi yang justru menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban." kata Gufron kepada Metro TV, Selasa (10/10/2017).
Ideologi
Bagi Nuruzzaman, pelatihan bela negara sebenarnya berfungsi menguatkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme itu memang sudah tertanam dalam anggota GP Ansor. "Kami dari kecil di pesantren sudah terdidik soal bela negara. Cerita resolusi jihad untuk negara sangat lekat," kata dia.
Menurutnya, kalau pendidikan Bela Negara diselipkan pelatihan semi militer, baris berbaris ataupun out bond, itu boleh saja. Baik untuk menanamkan kedisiplinan, keberanian dan militansi. "Tapi bukan itu prioritasnya saat ini."
Tetapi, ia melanjutkan, yang terpenting ideologisasinya jelas. Perkembangan paham kebangsaan dan nasionalismenya pun harus terukur. "Kami mendahulukan persoalan bangsa dan negara, bukan persoalan-persoalan parsial."
medcom.id, Jakarta: Pangdam III/Siliwangi Mayor Jenderal Muhammad Herindra menegaskan bahwa pelatihan bela negara bisa diberikan kepada setiap warga negara, termasuk organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat. Namun, tetap ada sejumlah syarat yang mesti dipenuhi untuk menjadi peserta pelatihan bela negara.
"Harus pro terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika," ujar Herindra di Serang, Banten, Senin (9/1/2017).
Ia menambahkan, persyaratan ini amat penting. "Terhadap ormas yang tidak prokemajemukan, maka saya akan pertimbangkan memberikan pelatihan bela negara," kata Herindra.
Penegasan ini terkait pencopotan Komandan Kodim 0603/Lebak Letnan Kolonel Czi Ubaidillah karena menggelar Pelatihan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) untuk DPD Front Pembela Islam Banten di wilayah Koramil Cipanas. Pelatihan bela negara itu berlangsung pada 5-6 Januari 2017 dan diikuti 120 orang.
Menurut Herindra, pelatihan bela negara yang digelar Dandim 0603/Lebak itu tidak selaras dengan ketentuan berjenjang atau menyimpang dari prosedur yang berlaku di tubuh TNI. "Karena seharusnya untuk latihan bela negara melalui izin dari komandan korem (danrem) dan kemudian danrem ke saya. Saya yang menentukan iya atau tidaknya pelatihan digelar. Ini saya anggap pelanggaran serius dan ambil keputusan bahwa Dandim bersalah," katanya.
Dengan kata lain, pencopotan Czi Ubaidillah dari jabatan Dandim 0603 Lebak karena dianggap menyalahi prosedur dalam menyelenggarakan pelatihan bela negara. Meski begitu, isu ini turut meramaikan pemberitaan.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Tantowi Yahya, menyatakan pelatihan bela negara memang selayaknya diberikan kepada warga negara yang memang mempunyai kapasitas dan kemampuan. "Artinya, peserta pelatihan ini harus punya keinginan untuk bela negara," ujar Tantowi kepada metrotvnews.com, Selasa (10/10/2017).
Dalam kesempatan terpisah, hal senada juga disampaikan Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha. Menurut dia, keterangan Pangdam III/Siliwangi mengenai masalah ini sudah cukup jelas. Namun, parlemen akan meminta Panglima TNI untuk memberikan penjelasan lebih mendetail. "Kami akan tanyakan ini kepada Panglima TNI nanti dalam rapat dengan Komisi I," kata Syaifullah kepada metrotvnews.com, Selasa (10/10/20170.
Menurut Ketua Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Nuruzzaman, pelatihan bela negara pada umumnya hanya berisi materi dasar kemiliteran. Antara lain seperti baris berbaris, tata upacara bendera, lintas alam, dan lain sebagainya.
GP Ansor yang merupakan organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) memang kerap diundang Kementerian Pertahanan untuk berpartisipasi sebagai peserta program pelatihan bela negara ini.
Ia menjelaskan, biasanya pelatihan digelar selama dua sampai tiga hari. Sejumlah anggota TNI dilibatkan sebagai pelatih. "Pengaruhnya positif. Seseorang semakin disiplin, lebih tertib. Itu baik," ujar Nuruzzaman kepada metrotvnews.com, Selasa (10/1/2017).
Maka, Nuruzzaman menduga sikap Pangdam III/Siliwangi yang seolah tidak berkenan dengan pelatihan bela negara yang diselenggarakan terhadap ormas tertentu pasti berkaitan dengan rekam jejak dan reputasi pihak yang bersangkutan itu sendiri.
"
Image-nya, kelompok ini intoleran, suka menabrak aturan, mendahulukan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan," kata dia.
Soal keikutsertaan ormas yang semacam ini dalam pelatihan bela negara, ia melanjutkan, memang patut dipertimbangkan. kalau melatih mereka, semi militer, kemudian mereka memanfaatkannya untuk melakukan kekerasan yang lebih masif, itu berbahaya," ucapnya.
Pendapat serupa disampaikan Gufron Mabrur selaku pengamat militer dari LSM Imparsial. Ia menyatakan bahwa wajar jika muncul polemik dan pertentangan terkait ormas yang kerap dikritik masyarakat menjadi partisipan pelatihan bela negara.
"Bukannya meningkatkan kesadaran terkait kewarganegaraan, nasionalisme, dan bentuk-bentuk bela negara yang positif. Kita justru khawatir kegiatan itu kontraproduktif. Maksud saya, ini malah akan menciptakan potensi-potensi yang justru menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban." kata Gufron kepada Metro TV, Selasa (10/10/2017).
Ideologi
Bagi Nuruzzaman, pelatihan bela negara sebenarnya berfungsi menguatkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme itu memang sudah tertanam dalam anggota GP Ansor. "Kami dari kecil di pesantren sudah terdidik soal bela negara. Cerita resolusi jihad untuk negara sangat lekat," kata dia.
Menurutnya, kalau pendidikan Bela Negara diselipkan pelatihan semi militer, baris berbaris ataupun out bond, itu boleh saja. Baik untuk menanamkan kedisiplinan, keberanian dan militansi. "Tapi bukan itu prioritasnya saat ini."
Tetapi, ia melanjutkan, yang terpenting ideologisasinya jelas. Perkembangan paham kebangsaan dan nasionalismenya pun harus terukur. "Kami mendahulukan persoalan bangsa dan negara, bukan persoalan-persoalan parsial."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ADM)