Presiden Joko Widodo. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Presiden: Krisis Pangan Semakin Parah

Andhika Prasetyo • 23 Agustus 2022 10:49
Jakarta: Presiden Joko Widodo mengungkapkan kondisi ketahanan pangan dunia akan semakin sulit ke depan. Banyak negara saat ini sudah mengalami keambrukan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya.
 
"Kondisi tidak semakin gampang, tapi semakin rumit. Dulu, diperkirakan oleh lembaga-lembaga internasional, ada sembilan negara akan ambruk. Ternyata tambah lagi 25 negara, tambah lagi jadi 42 negara. Terakhir, ada 66 negara yang akan ambruk dan satu per satu sudah mulai. Ini sebuah keadaan yang yang sangat sulit. Krisis kesehatan, krisis pangan, krisis energi, masuk ke krisis keuangan. Untuk pangan saja sangat mengerikan," ujar Jokowi dalam acara pengarahan kelada Kadin Indonesia di Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2022.
 
Ia mengatakan permasalahan itu tidak terlepas dari konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sejak awal tahun ini. Perang tersebut membuat pasokan komoditas yang berasal dari kedua negara itu, terutama gandum, terhenti hingga membuat stok dunia semakin menipis.

"Ketika saya ke Ukraina, Presiden Zelenskyy menyampaikan di sana ada stok gandum 22 juta ton. Ditambah ada panen baru 55 juta ton. Artinya ada 77 juta ton gandum di Ukraina," tutur mantan wali kota Solo itu.
 

Baca juga: Presiden: Kalau Masih Ada Mafia Tanah, Gebuk!


Kemudian di Rusia, Jokowi mendapati jumlah stok gandum mencapai 130 juta ton. Sehingga jika ditotal, maka stok yang ada di dua negara itu mencapai 207 juta ton.
 
"Kita makan beras setahun hanya 31 juta ton. Ini sampai 207 juta ton tidak bisa keluar. Bisa dibayangkan bagaimana negara-negara yang mengimpor dari sana, terutama Afrika saat ini. Mereka berada dalam kondisi sangat sulit," ucapnya.
 
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan banyaknya negara yang mulai menyetop ekspor komoditas pangan mereka ke luar negeri. Langkah itu dilakukan demi memenuhu kebutuhan dalam negeri terlebih dulu.
 
"Dulu hanya ada enam negara yang membatasi ekspor pangan. Sekarang sudah 23 negara. Semua menyelamatkan negara masing-masing," tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan