medcom.id, Jakarta: Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi berisi bantuan awal Rp 400 ribu untuk dua bulan. Bantuan senilai itu tentunya masih jauh panggang dari apa untuk mengatasi naik harga barang-barang kebutuhan pokok sebagai dampak ikutan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Buat kebutuhan keluarga ya masih kurang, kalau harga BBM naik yang lain ikutan juga harganya," kata Agni Prijatna (57), warga Cibodas, Tangerang.
Kepada metrotvnews.com yang menemuinya di Kantor Pos Pusat Kota Tangerang, Jl Daan Mogot, Tangerang, Selasa (18/11/2014), Agni kuatir penghasilannya tidak lagi mencukupi kebutuhan keluarga. Meski mendapatkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera, tetapi pengasilannya sebagai pengemudi angkot pasti merosot akibat naiknya harga BBM.
Biaya operasional angkot pasti naik, sema seperti harga barang-barang kebutuhan rumah tangga. Sementara menaikkan tarif angkot merupakan pilihan sulit sebab membuat penumpang berkurang.
"Penumpang biasanya merosot, sebagian beralih naik motor. Ya pendapatan juga bisa merosot," keluhnya.
Senada dengan Agni, Sukandi (48) warga Batu Ceper, Kota Tangerang juga mengaku keberatan atas keputusan pemerintah yang menaikan harga BBM. Dia menyoroti upaya efisiensi yang seharusnya terlebih dahulu diterapkan di jajaran pemerintahan sebelum memaksa warga menanggung beban lebih berat.
"Menurut saya jangan harga BBM yang dinaikin, dampaknya ke masyarakat kecil, semua kebutuhan naik. Uang saku pejabat bisa dipangkas buat menutup defisit anggaran," katanya.
Sukandi juga mengungkapkan bahwa pemerintah bisa membatasi pejabat yang melakukan kunjungan ke luar negeri, "uang saku pejabat kalau rapat juga kalau bisa di pangkas, itu bisa digunakan untuk menutupi anggaran defisit, istilahnya subsidi silang," bebernya.
medcom.id, Jakarta: Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi berisi bantuan awal Rp 400 ribu untuk dua bulan. Bantuan senilai itu tentunya masih jauh panggang dari apa untuk mengatasi naik harga barang-barang kebutuhan pokok sebagai dampak ikutan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Buat kebutuhan keluarga ya masih kurang, kalau harga BBM naik yang lain ikutan juga harganya," kata Agni Prijatna (57), warga Cibodas, Tangerang.
Kepada metrotvnews.com yang menemuinya di Kantor Pos Pusat Kota Tangerang, Jl Daan Mogot, Tangerang, Selasa (18/11/2014), Agni kuatir penghasilannya tidak lagi mencukupi kebutuhan keluarga. Meski mendapatkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera, tetapi pengasilannya sebagai pengemudi angkot pasti merosot akibat naiknya harga BBM.
Biaya operasional angkot pasti naik, sema seperti harga barang-barang kebutuhan rumah tangga. Sementara menaikkan tarif angkot merupakan pilihan sulit sebab membuat penumpang berkurang.
"Penumpang biasanya merosot, sebagian beralih naik motor. Ya pendapatan juga bisa merosot," keluhnya.
Senada dengan Agni, Sukandi (48) warga Batu Ceper, Kota Tangerang juga mengaku keberatan atas keputusan pemerintah yang menaikan harga BBM. Dia menyoroti upaya efisiensi yang seharusnya terlebih dahulu diterapkan di jajaran pemerintahan sebelum memaksa warga menanggung beban lebih berat.
"Menurut saya jangan harga BBM yang dinaikin, dampaknya ke masyarakat kecil, semua kebutuhan naik. Uang saku pejabat bisa dipangkas buat menutup defisit anggaran," katanya.
Sukandi juga mengungkapkan bahwa pemerintah bisa membatasi pejabat yang melakukan kunjungan ke luar negeri, "uang saku pejabat kalau rapat juga kalau bisa di pangkas, itu bisa digunakan untuk menutupi anggaran defisit, istilahnya subsidi silang," bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)