medcom.id, Jakarta: Proses identifikasi kini sedang berlangsung terhadap beberapa jasad korban AirAsia QZ8501. Data postmortem dan antemortem menjadi andalan untuk mengenali para korban yang fisiknya sudah berubah akibat proses alamian ditambah berhari-hari terendam dalam laut.
Di dalam dua tulisan sebelumnya kita sudah membahas apa yang dimaksud data antemortem dan postmortem, yaitu gambaran data korban sebelum dan sesudah meninggal dunia. Dua data ini harus klop satu sama lain, termasuk dengan contoh DNA dari wakil keluarga kandung korban.
Tapi bagaimana bila korban adalah orang yang hidup seorang diri? Atau masih memiliki kerabat tetapi bukan kandung? Sang kerabat kandung ada di belahan lain bumi sehingga sulit dihubungi untuk dimintakan contoh DNA?
Maka hanya data postmortem yang menjadi andalan untuk mencari identitas korban. Data antemortem tidak sebatas ciri fisik khas korban sebelum meninggal dunia seperti tatoo, tanda lahir, cacat tubuh dan barang-barang bawaan yang melekat di tubuh.
Hanya terkadang data indentitas diri yang dicantumkan dalam passport, KTP, SIM dan kartu kredit boleh jadi tidak cukup. Di dalam situasi yang unik ini hanya sidik jari yang bisa diandalkan. Di negara lain, susunan gigi geligi juga dipakai, tapi di Indonesia belum ada bank data yang lebih akurat dibanding sidik jari yang dimiliki Polri.
Selain DNA dan susunan gigi, sidik jari merupakan data primer yang Polri -dan kepolisian di seluruh dunia- untuk mengidentifikasi seseorang. Profil sidik jari itu kita 'serahkan' ketika mendapatkan SIM, SKKB atau lainnya yang melibatkan otorirasi Polri.
Data yang terekam dari sidik jari kita itu yang kemudian dicocokan dengan data-data sekunder berupa visual, foto, properti jenazah, tinggi badan atau ras. Masih ada lagi manifes penumpang berisi nama dan nomor tempat duduk dalam pesawat yang bisa sedikit banyak membantu identifikasi.
Tim forensik akan menentukan apakah temuan postmortem sesuai dengan data antemortem atau data dari sidik jari jasad bersangkutan. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data postmortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data antemortem yang sesuai.
Sebaliknya bila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Selanjutnya jenazah diserahkan kepada pihak keluara atau ahli waris untuk dikebumikan.
medcom.id, Jakarta: Proses identifikasi kini sedang berlangsung terhadap beberapa jasad korban AirAsia QZ8501. Data postmortem dan antemortem menjadi andalan untuk mengenali para korban yang fisiknya sudah berubah akibat proses alamian ditambah berhari-hari terendam dalam laut.
Di dalam dua tulisan sebelumnya kita sudah membahas apa yang dimaksud data antemortem dan postmortem, yaitu gambaran data korban sebelum dan sesudah meninggal dunia. Dua data ini harus klop satu sama lain, termasuk dengan contoh DNA dari wakil keluarga kandung korban.
Tapi bagaimana bila korban adalah orang yang hidup seorang diri? Atau masih memiliki kerabat tetapi bukan kandung? Sang kerabat kandung ada di belahan lain bumi sehingga sulit dihubungi untuk dimintakan contoh DNA?
Maka hanya data postmortem yang menjadi andalan untuk mencari identitas korban. Data antemortem tidak sebatas ciri fisik khas korban sebelum meninggal dunia seperti tatoo, tanda lahir, cacat tubuh dan barang-barang bawaan yang melekat di tubuh.
Hanya terkadang data indentitas diri yang dicantumkan dalam passport, KTP, SIM dan kartu kredit boleh jadi tidak cukup. Di dalam situasi yang unik ini hanya sidik jari yang bisa diandalkan. Di negara lain, susunan gigi geligi juga dipakai, tapi di Indonesia belum ada bank data yang lebih akurat dibanding sidik jari yang dimiliki Polri.
Selain DNA dan susunan gigi, sidik jari merupakan data primer yang Polri -dan kepolisian di seluruh dunia- untuk mengidentifikasi seseorang. Profil sidik jari itu kita 'serahkan' ketika mendapatkan SIM, SKKB atau lainnya yang melibatkan otorirasi Polri.
Data yang terekam dari sidik jari kita itu yang kemudian dicocokan dengan data-data sekunder berupa visual, foto, properti jenazah, tinggi badan atau ras. Masih ada lagi manifes penumpang berisi nama dan nomor tempat duduk dalam pesawat yang bisa sedikit banyak membantu identifikasi.
Tim forensik akan menentukan apakah temuan postmortem sesuai dengan data antemortem atau data dari sidik jari jasad bersangkutan. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data postmortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data antemortem yang sesuai.
Sebaliknya bila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Selanjutnya jenazah diserahkan kepada pihak keluara atau ahli waris untuk dikebumikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)