Ilustrasi--anggota kepolisian melakukan pengamanan Mako Brimob Kelapa Dua pasca bentrok antara petugas dengan tahanan di Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5). ANT/Akbar Nugroho.
Ilustrasi--anggota kepolisian melakukan pengamanan Mako Brimob Kelapa Dua pasca bentrok antara petugas dengan tahanan di Depok, Jawa Barat, Rabu (9/5). ANT/Akbar Nugroho.

Kemenkumham Harus Punya Formulasi Berbeda untuk Bina Napiter

Antara • 10 Mei 2018 18:46
Jakarta: Insiden di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua Depok memperlihatkan bahwa, napi teroris (napiter) masih mengganggap perbuatannya atau tindakan sebagai pelaku teroris adalah benar. Selain itu, napiter masih menganggap simbol "polisi" adalah musuh. 
 
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengatakan hal itu menjadi bagian masalah. Selanjutnya masalah lain adalah pembinaan dan penempatan napi ini juga menjadi masalah utama.
 
"Maka Kementrian Hukum dan HAM harus memiliki formulasi yang berbeda untuk melakukan pembinaan bagi tahanan atau napi teroris," kata  Azmi kepada Antara di Jakarta, Kamis, 10 Mei 2018.

Penempatan napiter di Mako Brimob dianggap tidak efektif dan pembinaan napi masih belum maksimal. Karena para napi belum memiliki kesadaran atau rasa bersalah atas perbuatan yang dilakukannya.
 
"Di sini perlu polesan sentuhan kemanusiaan,dan tentunya wujud perlindungan hak asasi itu teroperasional, agar pelaku merasa masih ada kesempatan dan manfaat dalam hidupnya serta dapat sadar," paparnya.
 
Baca: Presiden Tegaskan Indonesia tak Takut pada Teroris
 
Persoalannya, kata dia, polisi yang masih dianggap sebagai musuh oleh napiter akan sulit untuk memberikan nutrisi penyadaran. Sehingga Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Lapas harus bergerak cepat dan kembali pada tupoksi untuk melakukan pembinaaan.
 
"Bukan mengalihkan atau menempatkan para napi dengan karakteristik khusus ini kepada pihak kepolisian," ucapnya.
 

 
Selain itu dia menilai kerusuhan di Rutan Mako Brimob bukan semata masalah makanan. Melainkan ada masalah besar yang harus diungkap. "Penyidik harus meneliti dan mengungkap lebih komprehensif agar ditemukan masalah utamanya," terangnya.
 
Selasa, 8 Mei 2018, kerusuhan pecah di rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Kerusuhan diawali bentrok antara narapidana terorisme dengan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
 
Lima polisi pun gugur dalam peristiwa ini. Empat di antara korban gugur merupakan anggota Densus 88 Antiteror dan satu anggota Brimob Polda Metro Jaya. Peristiwa ini juga menewaskan satu narapidana terorisme.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan