Jakarta: Eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengapresiasi pembahasan Flight Information Region (FIR) atau kendali ruang udara antara Indonesia dan Singapura. Pemerintah harus memastikan kedaulatan udara Indonesia.
"Ini terobosan baru yang baik dari Presiden Jokowi (Joko Widodo)," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim kepada Medcom.id, Kamis 10 Oktober 2019.
Menurut dia, kendali ruang udara bukan sekadar keselamatan penerbangan. Kendali ruang udara menyangkut tiga aspek, yakni kedaulatan negara, keselamatan penerbangan, dan hubungan internasional.
Chappy menilai negosiasi akan berjalan sia-sia bila tidak ada kepastian kedaulatan udara suatu negara. Masalah kedaulatan udara ini harus betul-betul dibahas.
"Kalau enggak ada negara, dia mau bicara sama siapa? Kalau bicara keselamatan, di mana? Kan Indonesia," ucap dia.
Menurut Chappy, aspek keselamatan juga penting. Pasalnya, Singapura masih menggunakan ruang udara di Natuna, Kepulauan Riau, sebagai military training area. Ke depan, Singapura tak boleh lagi menggelar military training area di langit Natuna.
"Terminologinya tidak ada dan dasar hukumnya di nasional maupun internasional, tidak ada," ujar dia.
Dia berharap pembahasan terus berlanjut sebagai bagian hubungan internasional. Sebab, pemerintah jarang membahas masalah ini.
Sebelumnya, Jokowi menerima kerangka kerja negosiasi kendali ruang udara yang disepakati Indonesia dan Singapura. Perjanjian ini telah ditandatangani pada 12 September 2019.
"Indonesia menghormati posisi Singapura, yang memahami keinginan Indonesia untuk mengawasi wilayah udara kami sendiri,” kata Jokowi, seperti dikutip dari situs Setkab.go.id, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.
Komitmen kedua negara terkait kendali ruang udara itu kembali dibahas saat Jokowi bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Jokowi mengatakan tim teknis Indonesia telah memulai negosiasi dengan Singapura.
Jakarta: Eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim mengapresiasi pembahasan
Flight Information Region (FIR) atau kendali ruang udara antara Indonesia dan Singapura. Pemerintah harus memastikan kedaulatan udara Indonesia.
"Ini terobosan baru yang baik dari Presiden Jokowi (Joko Widodo)," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim kepada
Medcom.id, Kamis 10 Oktober 2019.
Menurut dia, kendali ruang udara bukan sekadar keselamatan penerbangan. Kendali ruang udara menyangkut tiga aspek, yakni kedaulatan negara, keselamatan penerbangan, dan hubungan internasional.
Chappy menilai
negosiasi akan berjalan sia-sia bila tidak ada kepastian kedaulatan udara suatu negara. Masalah kedaulatan udara ini harus betul-betul dibahas.
"Kalau enggak ada negara, dia mau bicara sama siapa? Kalau bicara keselamatan, di mana? Kan Indonesia," ucap dia.
Menurut Chappy, aspek keselamatan juga penting. Pasalnya, Singapura masih menggunakan ruang udara di Natuna, Kepulauan Riau, sebagai
military training area. Ke depan, Singapura tak boleh lagi menggelar
military training area di langit Natuna.
"Terminologinya tidak ada dan dasar hukumnya di nasional maupun internasional, tidak ada," ujar dia.
Dia berharap pembahasan terus berlanjut sebagai bagian hubungan internasional. Sebab, pemerintah jarang membahas masalah ini.
Sebelumnya, Jokowi menerima kerangka kerja negosiasi kendali ruang udara yang disepakati Indonesia dan Singapura. Perjanjian ini telah ditandatangani pada 12 September 2019.
"Indonesia menghormati posisi Singapura, yang memahami keinginan Indonesia untuk mengawasi wilayah udara kami sendiri,” kata Jokowi, seperti dikutip dari situs Setkab.go.id, Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.
Komitmen kedua negara terkait kendali ruang udara itu kembali dibahas saat Jokowi bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. Jokowi mengatakan tim teknis Indonesia telah memulai negosiasi dengan Singapura.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)