Jakarta: Komodo-komodo yang ada di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), belakangan kerap bersembunyi di area yang sulit dijangkau. Ditengarai, mereka stres karena banyak wisatawan yang datang dalam satu rombongan.
"Karena itu, mungkin pengunjung (dalam satu rombongan) akan dibatasi. Jika (pengunjung) terlalu banyak, komodo bisa stres," ujar Kepala Balai TNK Sudiyono dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 23 Januari 2018.
Bahayanya, lanjut Sudiyono, ketika stres, reptil purba itu bisa menyerang manusia yang ada di sekitarnya.
Namun, ia menegaskan pembatasan pengunjung masuk ke kawasan TNK tidak dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kunjungan ke kawasan itu. Hanya saja, jumlah anggota rombongan dalam satu kelompok wisatawan diatur tidak boleh terlalu banyak.
"Tidak sekali masuk jumlahnya ratusan orang," imbuh dia.
Pembatasan itu, terang dia, selain mencegah komodo stres, bertujuan menjaga lingkungan sekitar. Masih ada pengunjung yang tidak ramah lingkungan.
Pengunjung kerap membuang sampah sembarangan. Dengan pembatasan anggota rombongan, lanjutnya, pengawasan pasti akan lebih mudah.
Pembatasan itu juga bertujuan menjaga kelestarian terumbu karang di laut di kawasan TNK.
"Coba dibayangkan, kalau ribuan perahu wisata yang masuk, saat mereka bersamaan buang jangkar, pasti akan merusak terumbu karang. Perlu dibatasi. Penyelam terlalu banyak juga dipastikan bisa berdampak pada kerusakan terumbu karang," terang Sudiyono.
Sarana belum memadai
Sudiyono juga menyinggung minimnya sarana dan prasarana pendukung pariwisata di TNK.
Ia mencontohkan belum adanya dermaga yang bisa menjadi tempat bersandar bagi kapal-kapal wisata ukuran besar, minimnya penerangan di dermaga, serta jaringan komunikasi yang masih terbatas.
"Di dermaga itu belum ada bantal karet penyandar kapal. Dermaganya masih di air dangkal sehingga kapal-kapal cruise takut mau bersandar, takut kapalnya tergores," tutur Sudiyono.
Selain itu, lanjut dia, lampu penerangan milik PLN yang dibangun di sepanjang dermaga itu empat tahun belakangan ini tak berfungsi. Lampu bertenaga surya itu hanya mampu menyala selama setahun setelah dipasang pertama kali.
"Lampu-lampu itu sudah padam sejak empat tahun belakangan ini. Termasuk tower milik Telkomsel," kata Diyono.
Di tempat terpisah juru bicara Himpunan Pramuwisata Indonesia, Yohanes Romaldus, juga meminta agar pemerintah memperbaiki dermaga, menambah penerangan, serta jaringan komunikasi seluler di kawasan TNK.
"Perpanjangan dermaga, penerangan, jaringan telepon seluler. Itu saja yang dibutuhkan," ujar dia.
Jakarta: Komodo-komodo yang ada di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK), Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), belakangan kerap bersembunyi di area yang sulit dijangkau. Ditengarai, mereka stres karena banyak wisatawan yang datang dalam satu rombongan.
"Karena itu, mungkin pengunjung (dalam satu rombongan) akan dibatasi. Jika (pengunjung) terlalu banyak, komodo bisa stres," ujar Kepala Balai TNK Sudiyono dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 23 Januari 2018.
Bahayanya, lanjut Sudiyono, ketika stres, reptil purba itu bisa menyerang manusia yang ada di sekitarnya.
Namun, ia menegaskan pembatasan pengunjung masuk ke kawasan TNK tidak dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kunjungan ke kawasan itu. Hanya saja, jumlah anggota rombongan dalam satu kelompok wisatawan diatur tidak boleh terlalu banyak.
"Tidak sekali masuk jumlahnya ratusan orang," imbuh dia.
Pembatasan itu, terang dia, selain mencegah komodo stres, bertujuan menjaga lingkungan sekitar. Masih ada pengunjung yang tidak ramah lingkungan.
Pengunjung kerap membuang sampah sembarangan. Dengan pembatasan anggota rombongan, lanjutnya, pengawasan pasti akan lebih mudah.
Pembatasan itu juga bertujuan menjaga kelestarian terumbu karang di laut di kawasan TNK.
"Coba dibayangkan, kalau ribuan perahu wisata yang masuk, saat mereka bersamaan buang jangkar, pasti akan merusak terumbu karang. Perlu dibatasi. Penyelam terlalu banyak juga dipastikan bisa berdampak pada kerusakan terumbu karang," terang Sudiyono.
Sarana belum memadai
Sudiyono juga menyinggung minimnya sarana dan prasarana pendukung pariwisata di TNK.
Ia mencontohkan belum adanya dermaga yang bisa menjadi tempat bersandar bagi kapal-kapal wisata ukuran besar, minimnya penerangan di dermaga, serta jaringan komunikasi yang masih terbatas.
"Di dermaga itu belum ada bantal karet penyandar kapal. Dermaganya masih di air dangkal sehingga kapal-kapal cruise takut mau bersandar, takut kapalnya tergores," tutur Sudiyono.
Selain itu, lanjut dia, lampu penerangan milik PLN yang dibangun di sepanjang dermaga itu empat tahun belakangan ini tak berfungsi. Lampu bertenaga surya itu hanya mampu menyala selama setahun setelah dipasang pertama kali.
"Lampu-lampu itu sudah padam sejak empat tahun belakangan ini. Termasuk tower milik Telkomsel," kata Diyono.
Di tempat terpisah juru bicara Himpunan Pramuwisata Indonesia, Yohanes Romaldus, juga meminta agar pemerintah memperbaiki dermaga, menambah penerangan, serta jaringan komunikasi seluler di kawasan TNK.
"Perpanjangan dermaga, penerangan, jaringan telepon seluler. Itu saja yang dibutuhkan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)