Kalau saja dalam kesunyian mencekam yang dirasuki hantu-hantu ini; aku dapat merasakan kesunyian yang sebenar-benarnya sunyi.
Kalau saja dalam kesunyian ini; aku dapat menutup telingaku dari pekik mengerikan, raung dari rasa lapar, derita yang tak habis-habis.
Kalau sekali saja; aku diberi kesempatan merasakan betapa diriku adalah milikku sendiri....
Ia menyebut dirinya Marsinah. Arwah buruh perempuan yang ditemukan tewas pada 9 Mei 1993 itu mendatangi lantai 8 Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu malam, 11 Maret 2017.
Ya, Marsinah Menggugat. Monolog karya Ratna Sarumpaet (1997) dipentaskan pada malam puncak peringatan hari lahir ke-62 Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Sang pemeran Marsinah, Neneng Alfiah, tampak begitu luwes dan menghayati pementasan lebih dari 15 menit itu.
Membuka kesadaran
Bukan lantaran iseng Marsinah Menggugat hadir di hadapan ratusan pelajar se-Indonesia yang berkumpul semalam. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) IPPNU Puti Hasniyah, bilang, pementasan sangat berkaitan dengan misi yang diemban pada periode kepemimpinannya kali ini.
“Periode kali ini, kami memang tengah mencoba membuka kesadaran pelajar tentang pentingnya kedaulatan perempuan. Semangat almarhumah Marsinah menjadi contoh,” kata Puti kepada Metrotvnews.com usai pementasan.

Neneng Alfiah dalam sebuah adegan Marsinah Menggugat di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Ada banyak perempuan, terlebih di tingkat pelajar, yang dianggap Puti belum memahami pentingnya mempertahankan dan memerjuangkan hak milikinya. Hak belajar, hak terbebas dari pelecehan seksual, hak memeroleh peluang yang setara, merupakan bagian kecil yang kerap diabaikan dalam diri perempuan.
"Kami tidak ingin lagi ada diskriminasi. Kami tak ingin lagi ada kesewenang-wenangan terhadap kaum hawa,” kata Puti.
Ada banyak agenda IPPNU terkait dengan pembelaan terhadap hak-hak perempuan. Termasuk, turut mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR.
“Karena kehidupan lebih baik untuk perempuan Indonesia sebagian dikawal dalam regulasi tersebut,” kata Puti.
Sastra pesantren
Neneng Alfiah, sebenarnya bukan nama baru dalam dunia sastra dan teater pesantren. Perempuan asal Cirebon, Jawa Barat ini banyak terlibat dalam pementasan monolog dan teater. Termasuk, pementasan teater Kalung Permata Barzanji karya WS. Rendra di Taman Ismail bersama (TIM) bersama Bengkel Teater Rendra (BTR) di bawah asuhan Ken Zuraida.
"Dunia sastra pesantren memang sunyi. Belum banyak yang bertekad meneruskan jenjang estafet yang sebenarnya sudah terbangun pendahulu, apalagi teater,” kata Neneng, Minggu, 12 Maret 2017.
Sastra pesantren memiliki ciri khas, sebut Neneng. Ambil contoh, ketika hendak memerankan Marsinah, tak lupa ia membaca tawasul dan doa demi kebaikan almarhumah di alam sana.
“Ya, semua tak lepas dari apa yang dipesankan Kiai dan Nyai dalam menorehkan karya di manapun,” kata dia.
Merayakan harlah dengan sebuah pementasan monolog dianggap sebagai cara strategis yang ditempuh IPPNU untuk kembali membangkitkan dunia sastra pesantren. Hal ini, kata Neneng, seiring dengan wawasan literasi yang tengah digencarkan PP IPPNU dari kota ke kota di seluruh Indonesia.
“Pementasan semalam semoga bisa jadi penanda kebangkitan pelajar putri Indonesia, sekaligus kebangkitan dunia sastra pesantren,” ujar Neneng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id