Budayawan D. Zawawi (tengah). MTVN/M. Rodhi Aulia
Budayawan D. Zawawi (tengah). MTVN/M. Rodhi Aulia

Mengapa Pahlawan Mau Berjuang untuk Indonesia?

M Rodhi Aulia • 17 Oktober 2015 00:28
medcom.id, Jakarta: Sejarah diduga salah dipahami oleh banyak pembacanya, termasuk sejarah Indonesia. Sebab, sejarah dijadikan sekadar ingatan tentang peristiwa pada masa lalu dan hanya berhenti sampai di sana.
 
"Ada beberapa cara orang belajar sejarah. Pertama, mereka yang hanya mendapatkan abunya," kata Budayawan D. Zawawi Imron dalam sebuah diskusi yang bertajuk "110 Tahun Kebangkitan Nasional" di Monumen Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2015) malam.
 
Budayawan asal Madura ini menjelaskan, pembaca atau pembelajar sejarah tipe ini adalah mereka hanya menyimpan daftar peristiwa masa lalu di benaknya. Mereka hanya bisa hafal atau mengetahui peristiwa layaknya kaleidoskop tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan untuk masa sekarang dan masa depan bangsa.

Kedua, kata dia, adalah tipe pembelajar sejarah yang mendapatkan apinya. Artinya, mereka yang menjadikan sejarah sebagai pembelajaran menghadapi tantangan masa depan sehingga memiliki semangat berbenah melebihi kepentingan dirinya.
 
"Mengapa ada pahlawan? Karena mereka ingin ibu mereka tidak sia-sia melahirkan mereka," tukas dia dalam acara yang dihelat Yayasan Rumah Peneleh, PB HMI dan Serikat Dagang Islam ini.
 
Zawawi menyebutkan sejumlah anak yang tak ingin mengecewakan ibunya yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional. Mereka di antaranya HOS Cokroaminoto dengan Serikat Dagang Islamnya, Soekarno, Mohammad Hatta, Soedirman dan Sutan Sjahrir.
 
Bagi Zawawi, mereka adalah sosok yang melampaui dirinya. Dalam keadaan Indonesia sekarang, ia banyak kecewa lantaran banyak koruptor yang terlahir di tanah Indonesia. Ia menduga, mereka tidak belajar sejarah dari api, tapi abunya.
 
"Meremehkan sejarah akan membuat kita bingung untuk membangun masa depan. Sejarah bisa dijadikan guru, diambil semangatnya untuk membangun hari esok," ujar dia.
 
Zawawi menegaskan, secara fisik, sosok pahlawan tersebut tidak ada bedanya dengan manusia Indonesia sekarang. Namun, yang jauh berbeda adalah semangat yang muncul dan terjaga hingga akhir hayat mereka.
 
"Kenapa Cokroaminoto mau berjuang? Kenapa Bung Karno rela ditahan? Kenapa Pak Dirman sakit mau bergerilya? Karena beliau punya hati yang bersih yang didalamnya tidak lain semangat sejarah," ungkap dia.
 
Maka dari itu, Zawawi meminta semua anak muda penerus bangsa untuk mau belajar sejarah untuk diambil semangatnya. Semangat melampaui kepentingan orang banyak, daripada memikirkan kepentingan diri sendiri atau kepentingan sempit lainnya.
 
"Karena satu hari bagi pahlawan, seribu hari bagi nonpahlawan," ungkap dia.
 
Zawawi menambahkan, sebaiknya penerus bangsa harus mencontoh para pahlawan tersebut. Kendati sudah meninggal dunia, semangat mereka masih bergelora sampai kapanpun. Karena wawasan luas mereka yang tersebar.
 
"Semangat itulah yang harus dicontoh," kata dia.
 
Untuk konteks sekarang dan bertepatan dengan peringatan 1 Muharram 1437 Hijriah, Zawawi tak memungkiri kondisi Indonesia di ambang kehancuran. Ungkapan itu keluar tidak hanya mengutuk kondisi objektif saat ini, melainkan disikapi dengan bijak.
 
"Karena siapa yang dapat tersenyum di awal tahun, maka ia akan bisa tersenyum sepanjang tahun. Kita mulai kebangkitan baru dengan memperbanyak creative minority seperti ini," tandas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan