Jakarta: Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing menegaskan pinjaman online (pinjol) ilegal bukan jasa keuangan, melainkan tindak kejahatan. Masyarakat diminta waspada agar tidak terjebak dalam permainannya.
"Selain menjerat masyarakat dengan bunga pinjaman yang sangat tinggi, pinjol ini juga melakukan teror intimidasi ketika masyarakat tidak mampu bayar. Pinjol (ilegal) ini kejahatan," ungkap Tongam dalam Newsline Metro TV, Selasa, 5 Oktober 2021.
Pinjol ilegal diketahui telah menelan banyak korban. Tidak sedikit pula korbannya yang bunuh diri karena stres tidak bisa membayar hutangnya plus teror dari penagih hutang yang melakukan pengancaman sampai mempermalukan korban.
Terbaru, seorang ibu di Wonogiri, Jawa Tengah, berinisial WPS bunuh diri diduga karena terlilit hutang pinjaman online. Dugaan itu terungkap dari surat wasiat yang ditulis oleh WPS.
Baca: Kembali Makan Korban, Begini Tips Terhindar dari Jeratan Pinjol Ilegal
Selain itu, seorang pria asal Desa Siwalan, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di tempat kerjanya. Korban diduga depresi terjerat hutang pinjol hingga puluhan juta rupiah.
Lalu pada Mei 2021 lalu, seorang guru honorer di Semarang, Jawa Tengah, juga terjerat hutang sebesar Rp206 juta. Ini berawal dari pinjaman sebesar Rp3,7 juta untuk kebutuhan hidup.
Cara mencegah terjebak pinjol ilegal
Untuk mencegah korban selanjutnya, Satgas Investasi OJK yang terdiri dari 12 Kementerian dan Lembaga melakukan siber patroli setiap hari. Hingga saat ini, terdapat 3.665 Pinjol yang sudah diblokir melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Kami mengimbau kepada masyarakat yang menemukan tawaran pinjol ilegal untuk melakukan pengaduan ke alamat email waspadainvestasi@ojk.go.id," ujar Tongam.
Tongam juga meminta masyarakat yang terkena teror, intimidasi, dan pelecehan dari penagih hutang pinjol ilegal bisa melapor ke polisi. Pasalnya, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana yang dapat diproses hukum. (Mentari Puspadini)
Jakarta: Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L Tobing menegaskan pinjaman online (
pinjol) ilegal bukan jasa keuangan, melainkan tindak kejahatan. Masyarakat diminta waspada agar tidak terjebak dalam permainannya.
"Selain menjerat masyarakat dengan
bunga pinjaman yang sangat tinggi, pinjol ini juga melakukan teror intimidasi ketika masyarakat tidak mampu bayar. Pinjol (ilegal) ini kejahatan," ungkap Tongam dalam
Newsline Metro TV, Selasa, 5 Oktober 2021.
Pinjol ilegal diketahui telah menelan banyak korban. Tidak sedikit pula korbannya yang bunuh diri karena stres tidak bisa membayar hutangnya plus teror dari penagih hutang yang melakukan pengancaman sampai mempermalukan korban.
Terbaru, seorang ibu di Wonogiri, Jawa Tengah, berinisial WPS bunuh diri diduga karena terlilit hutang pinjaman online. Dugaan itu terungkap dari surat wasiat yang ditulis oleh WPS.
Baca:
Kembali Makan Korban, Begini Tips Terhindar dari Jeratan Pinjol Ilegal
Selain itu, seorang pria asal Desa Siwalan, Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di tempat kerjanya. Korban diduga depresi terjerat hutang pinjol hingga puluhan juta rupiah.
Lalu pada Mei 2021 lalu, seorang guru honorer di Semarang, Jawa Tengah, juga terjerat hutang sebesar Rp206 juta. Ini berawal dari pinjaman sebesar Rp3,7 juta untuk kebutuhan hidup.
Cara mencegah terjebak pinjol ilegal
Untuk mencegah korban selanjutnya, Satgas Investasi OJK yang terdiri dari 12 Kementerian dan Lembaga melakukan siber patroli setiap hari. Hingga saat ini, terdapat 3.665 Pinjol yang sudah diblokir melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Kami mengimbau kepada masyarakat yang menemukan tawaran pinjol ilegal untuk melakukan pengaduan ke alamat email waspadainvestasi@ojk.go.id," ujar Tongam.
Tongam juga meminta masyarakat yang terkena teror, intimidasi, dan pelecehan dari penagih hutang pinjol ilegal bisa melapor ke polisi. Pasalnya, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana yang dapat diproses hukum.
(Mentari Puspadini)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)