medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana menilai dukungan resmi Partai Demokrat di tahap akhir putaran kampanye memperkuat indikasi keberpihakan pada pasangan Prabowo dan Hatta demi menjegal langkah Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kekuatan neo-Orde Baru dikhawatirkan akan bangkit.
"Walau Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengungkapkan akan bersikap netral, dalam kenyataannya siynal keberpihakan semakin kuat," kata Ari kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Ia lalu mengatakan dua hal yang memperlihatkan Rezim SBY tidak netral. Pertama ialah pembiaran atas upaya kampanye hitam terhadap Jokowi yang digerakkan oleh lingkaran terdekatnya mulai dari broadcast pesan hingga peredaran tabloid. "Kampanye hitam itu tidak mungkin tidak diketahui oleh SBY," tegasnya.
Istana sudah menyatakan tidak akan memberi sanksi apapun kepada Pemimpin Redaksi Tabloid Obor Rakyat, Setyardi Budiono. Setyardi merupakan asisten Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otda, Velix Wanggai. Setyardi menerbitkan Tabloid Obor Rakyat yang melakukan kampanye hitam terhadap capres Joko Widodo.
Indikasi kedua ialah kasus dugaan mobilisasi Babinsa TNI AD di beberapa daerah. Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi penggunaan intelijen dan tentara untuk mendata dukungan sekaligus menggiring dukungan di akar rumput terhadap pasangan tertentu.
Menurutnya, kedua hal di atas bisa mengakibatkan proses demokrasi Indonesia mundur dan membangkitkan neo-Orde Baru. "Ini bukan hanya sekadar gagasan melainkan sudah dalam tindakan," tegasnya.
Ia menyatakan Jokowi merupakan capres yang tidak dikehendaki oligarki politik. Kekuatan tersebut diyakini akan menggunakan kekuatan uang dan berbagai langkah intimidasi serta kecurangan demi mempertahankan status quo.
"Kekuatan rakyat dan relawan harus melawan kekuatan oligarki politik ," pungkasnya. (*)
medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana menilai dukungan resmi Partai Demokrat di tahap akhir putaran kampanye memperkuat indikasi keberpihakan pada pasangan Prabowo dan Hatta demi menjegal langkah Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kekuatan neo-Orde Baru dikhawatirkan akan bangkit.
"Walau Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengungkapkan akan bersikap netral, dalam kenyataannya siynal keberpihakan semakin kuat," kata Ari kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Ia lalu mengatakan dua hal yang memperlihatkan Rezim SBY tidak netral. Pertama ialah pembiaran atas upaya kampanye hitam terhadap Jokowi yang digerakkan oleh lingkaran terdekatnya mulai dari broadcast pesan hingga peredaran tabloid. "Kampanye hitam itu tidak mungkin tidak diketahui oleh SBY," tegasnya.
Istana sudah menyatakan tidak akan memberi sanksi apapun kepada Pemimpin Redaksi Tabloid
Obor Rakyat, Setyardi Budiono. Setyardi merupakan asisten Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otda, Velix Wanggai. Setyardi menerbitkan Tabloid Obor Rakyat yang melakukan kampanye hitam terhadap capres Joko Widodo.
Indikasi kedua ialah kasus dugaan mobilisasi Babinsa TNI AD di beberapa daerah. Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi penggunaan intelijen dan tentara untuk mendata dukungan sekaligus menggiring dukungan di akar rumput terhadap pasangan tertentu.
Menurutnya, kedua hal di atas bisa mengakibatkan proses demokrasi Indonesia mundur dan membangkitkan neo-Orde Baru. "Ini bukan hanya sekadar gagasan melainkan sudah dalam tindakan," tegasnya.
Ia menyatakan Jokowi merupakan capres yang tidak dikehendaki oligarki politik. Kekuatan tersebut diyakini akan menggunakan kekuatan uang dan berbagai langkah intimidasi serta kecurangan demi mempertahankan status
quo.
"Kekuatan rakyat dan relawan harus melawan kekuatan oligarki politik ," pungkasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)