Jakarta: Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mendorong masyarakat bergejala segera dites covid-19. Sebab, varian Omicron umumnya memiliki gejala ringan tapi tetap berisiko berat bahkan memicu kematian.
"Walaupun gejala yang ditunjukkan umumnya ringan, tapi risiko untuk sakit berat bahkan kematian tetap ada," kata Nadia dikutip dari Antara, Senin, 31 Januari 2022.
Pernyataan itu menjawab kecenderungan perilaku masyarakat bergejala tapi enggan tes di fasilitas pelayanan kesehatan. Situasi itu dipicu sikap masyarakat masih menganggap enteng gejala Omicron.
Kementerian Kesehatan melaporkan laju tes covid-19 melalui metode tes antigen maupun tes cepat PCR dalam kurun sepekan terakhir berkisar kurang dari 2,54 persen per pekan. Padahal, pada Juli 2021 Indonesia mencatatkan rekor tes tertinggi di sejumlah provinsi rata-rata 50-90 persen.
Nadia mengatakan target tes covid-19 per hari di level populasi Indonesia mencapai 324 ribu orang. Dia mengimbau masyarakat mengetahui lebih dulu potensi penularan Omicron melalui sejumlah gejala yang timbul.
Laporan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada 17 pasien Omicron di RSUP Persahabatan Jakarta Timur menunjukkan batuk kering 63 persen, nyeri tenggorokan 54 persen, pilek 27 persen, sakit kepala 36 persen, dan demam 18 persen. Nadia menyebut gejala tersebut dapat berujung sakit berat bahkan kematian bila penanganan telat.
Hingga 27 Januari 2022, tiga pasien Omicron dinyatakan meninggal dunia. Ketiga pasien tersebut berasal dari kelompok lansia dengan penyakit penyerta seperti jantung, diabetes, gagal ginjal, serta obesitas.
Satu di antaranya belum menerima vaksinasi covid-19. Sementara itu, dua lainnya telah menerima vaksin dosis lengkap dan booster atau dosis penguat.
"Kita tetap mengimbau masyarakat untuk mengetahui lebih dini Omicron sehingga bisa mengisolasi diri dan menghindari gejala jadi berat," kata dia.
Nadia menuturkan penanganan dini Omicron dapat mencegah penularan kepada orang lain dalam skala yang lebih luas. "Karena kecenderungan kasus yang tidak bergejala atau yang gejalanya ringan. Ini bukan menjadi satu dorongan masyarakat untuk mau melakukan pemeriksaan," kata dia.
Nadia mengatakan sejumlah daerah yang perlu meningkatkan testing, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. "Seperti Yogyakarta, kasusnya masih rendah, Bali masih rendah. Tapi kapasitas untuk tracing-nya belum maksimal," kata dia.
Kementerian Kesehatan juga melakukan berbagai upaya dengan membuat regulasi yang mengarah pada pencegahan penyebaran covid-19. Salah satunya memberlakukan level pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di setiap wilayah.
PPKM diiringi protokol kesehatan ketat, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun, mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan. Upaya-upaya tersebut dilakukan secara konsisten dan dievaluasi rutin.
"Sehingga setiap ada penambahan kasus dengan jumlah sedikit maupun banyak langsung dilakukan tata laksana perawatan yang baik di rumah sakit," kata Nadia.
Selain itu, penyediaan fasilitas di rumah sakit terutama tempat tidur perawatan disediakan maksimal. Kementerian Kesehatan menyediakan tempat tidur perawatan di rumah sakit berjumlah 120 ribu hingga 130 ribu di seluruh Indonesia.
Kementerian Kesehatan juga menyediakan layanan telemedisin bagi pasien isolasi mandiri untuk mengurangi mobilitas. Layanan tersebut memberikan kemudahan bagi pasien melakukan konsultasi hingga mendapatkan obat gratis.
Baca: Ariza Minta Warga DKI Tak Anggap Remeh Omicron
Jakarta: Juru bicara
Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mendorong masyarakat bergejala segera
dites covid-19. Sebab,
varian Omicron umumnya memiliki gejala ringan tapi tetap berisiko berat bahkan memicu kematian.
"Walaupun gejala yang ditunjukkan umumnya ringan, tapi risiko untuk sakit berat bahkan kematian tetap ada," kata Nadia dikutip dari Antara, Senin, 31 Januari 2022.
Pernyataan itu menjawab kecenderungan perilaku masyarakat bergejala tapi enggan tes di fasilitas pelayanan kesehatan. Situasi itu dipicu sikap masyarakat masih menganggap enteng gejala Omicron.
Kementerian Kesehatan melaporkan laju tes covid-19 melalui metode tes antigen maupun tes cepat PCR dalam kurun sepekan terakhir berkisar kurang dari 2,54 persen per pekan. Padahal, pada Juli 2021 Indonesia mencatatkan rekor tes tertinggi di sejumlah provinsi rata-rata 50-90 persen.
Nadia mengatakan target tes covid-19 per hari di level populasi Indonesia mencapai 324 ribu orang. Dia mengimbau masyarakat mengetahui lebih dulu potensi penularan Omicron melalui sejumlah gejala yang timbul.
Laporan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada 17 pasien Omicron di RSUP Persahabatan Jakarta Timur menunjukkan batuk kering 63 persen, nyeri tenggorokan 54 persen, pilek 27 persen, sakit kepala 36 persen, dan demam 18 persen. Nadia menyebut gejala tersebut dapat berujung sakit berat bahkan kematian bila penanganan telat.
Hingga 27 Januari 2022, tiga pasien Omicron dinyatakan meninggal dunia. Ketiga pasien tersebut berasal dari kelompok lansia dengan penyakit penyerta seperti jantung, diabetes, gagal ginjal, serta obesitas.
Satu di antaranya belum menerima vaksinasi covid-19. Sementara itu, dua lainnya telah menerima vaksin dosis lengkap dan booster atau dosis penguat.
"Kita tetap mengimbau masyarakat untuk mengetahui lebih dini Omicron sehingga bisa mengisolasi diri dan menghindari gejala jadi berat," kata dia.
Nadia menuturkan penanganan dini Omicron dapat mencegah penularan kepada orang lain dalam skala yang lebih luas. "Karena kecenderungan kasus yang tidak bergejala atau yang gejalanya ringan. Ini bukan menjadi satu dorongan masyarakat untuk mau melakukan pemeriksaan," kata dia.
Nadia mengatakan sejumlah daerah yang perlu meningkatkan testing, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. "Seperti Yogyakarta, kasusnya masih rendah, Bali masih rendah. Tapi kapasitas untuk tracing-nya belum maksimal," kata dia.
Kementerian Kesehatan juga melakukan berbagai upaya dengan membuat regulasi yang mengarah pada pencegahan penyebaran covid-19. Salah satunya memberlakukan level pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di setiap wilayah.
PPKM diiringi protokol kesehatan ketat, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun, mengurangi mobilitas, dan menjauhi kerumunan. Upaya-upaya tersebut dilakukan secara konsisten dan dievaluasi rutin.
"Sehingga setiap ada penambahan kasus dengan jumlah sedikit maupun banyak langsung dilakukan tata laksana perawatan yang baik di rumah sakit," kata Nadia.
Selain itu, penyediaan fasilitas di rumah sakit terutama tempat tidur perawatan disediakan maksimal. Kementerian Kesehatan menyediakan tempat tidur perawatan di rumah sakit berjumlah 120 ribu hingga 130 ribu di seluruh Indonesia.
Kementerian Kesehatan juga menyediakan layanan telemedisin bagi pasien isolasi mandiri untuk mengurangi mobilitas. Layanan tersebut memberikan kemudahan bagi pasien melakukan konsultasi hingga mendapatkan obat gratis.
Baca:
Ariza Minta Warga DKI Tak Anggap Remeh Omicron
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)