Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut siap mengikuti proses hukumnya bila Undang-Undang (UU) Kesehatan diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini juga bagian dari proses demokrasi.
"Ini kan bagian dinamika demokrasi, di mana semua bisa memberikan masukan dan pendapat. Kita akan mengikuti prosesnya," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi, Selasa, 25 Juli 2023.
Sebanyak lima organisasi profesi (OP) kesehatan akan melakukan uji materiil UU Kesehatan. Organisasi itu ialah Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Kemenkes masih menunggu draft asli yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Jika sudah muncul draft aslinya, pemerintah akan menyusun aturan turunan.
UU Kesehatan akan melahirkan 107 aturan turunan yang terdiri dari 100 Peraturan Pemerintah (PP), 5 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dan 2 Peraturan Presiden (Perpres).
"Kita berharap segera ditandatangani dan bisa menyusun aturan di bawahnya, sehingga bisa diimplementasikan, kita masih menunggu draftnya," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, Beni Satria, mengungkapkan pihaknya belum memutuskan pasal mana saja dari UU Kesehatan yang akan diuji di MK.
"Masih pembahasan pasal mana saja yang akan digugat, artinya belum diputuskan. Sebenarnya kita juga masih menunggu draft resminya," ucap dia.
Pakar Kebijakan Kesehatan, Dr. Hermawan Saputra, menilai disahkannya UU Kesehatan membuat cara pandang berbeda dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Pada Pasal 28 disebutkan ada upaya peningkatan akses pelayanan kesehatan primer dan rujukan.
"Pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan akses pelayanan primer dan lanjutan. Selain itu pemerintah wajib menyediakan akses yang mencakup masyarakat rentan, antara lain individu yang tidak memiliki akses kesehatan dan asuransi kesehatan yang memadai," ujar dia.
Artinya, jika orang tersebut berdaya dan mampu mengakses asuransi, tidak masuk masyarakat rentan. Apabila, dia tidak mampu, porsinya harus dipenuhi pemerintah.
Pada Pasal 411 UU Kesehatan disebutkan kebutuhan dasar kesehatan merupakan kebutuhan esensial yang menyangkut pelayanan kesehatan perseorangan, baik promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun paliatif sesuai siklus hidup dan epidemiologi tanpa melihat sosial ekonomi dan penyebab masalah kesehatan.
"Kemudian dalam Pasal 411 Ayat (5) bahwa penduduk yang ingin mendapat manfaat tambahan dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan dan/atau membayar secara pribadi. Manfaat tambahan melalui asuransi kesehatan tambahan dapat dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau dibayar secara pribadi, yang dilaksanakan dengan koordinasi antar penjamin kesehatan lainnya," ujar dia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan (
Kemenkes) menyebut siap mengikuti proses hukumnya bila Undang-Undang (UU)
Kesehatan diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (
MK). Gugatan ini juga bagian dari proses demokrasi.
"Ini kan bagian dinamika demokrasi, di mana semua bisa memberikan masukan dan pendapat. Kita akan mengikuti prosesnya," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi, Selasa, 25 Juli 2023.
Sebanyak lima organisasi profesi (OP) kesehatan akan melakukan uji materiil UU Kesehatan. Organisasi itu ialah Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Kemenkes masih menunggu draft asli yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Jika sudah muncul draft aslinya, pemerintah akan menyusun aturan turunan.
UU Kesehatan akan melahirkan 107 aturan turunan yang terdiri dari 100 Peraturan Pemerintah (PP), 5 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dan 2 Peraturan Presiden (Perpres).
"Kita berharap segera ditandatangani dan bisa menyusun aturan di bawahnya, sehingga bisa diimplementasikan, kita masih menunggu draftnya," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, Beni Satria, mengungkapkan pihaknya belum memutuskan pasal mana saja dari UU Kesehatan yang akan diuji di MK.
"Masih pembahasan pasal mana saja yang akan digugat, artinya belum diputuskan. Sebenarnya kita juga masih menunggu draft resminya," ucap dia.
Pakar Kebijakan Kesehatan, Dr. Hermawan Saputra, menilai disahkannya UU Kesehatan membuat cara pandang berbeda dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Pada Pasal 28 disebutkan ada upaya peningkatan akses pelayanan kesehatan primer dan rujukan.
"Pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan akses pelayanan primer dan lanjutan. Selain itu pemerintah wajib menyediakan akses yang mencakup masyarakat rentan, antara lain individu yang tidak memiliki akses kesehatan dan asuransi kesehatan yang memadai," ujar dia.
Artinya, jika orang tersebut berdaya dan mampu mengakses asuransi, tidak masuk masyarakat rentan. Apabila, dia tidak mampu, porsinya harus dipenuhi pemerintah.
Pada Pasal 411 UU Kesehatan disebutkan kebutuhan dasar kesehatan merupakan kebutuhan esensial yang menyangkut pelayanan kesehatan perseorangan, baik promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun paliatif sesuai siklus hidup dan epidemiologi tanpa melihat sosial ekonomi dan penyebab masalah kesehatan.
"Kemudian dalam Pasal 411 Ayat (5) bahwa penduduk yang ingin mendapat manfaat tambahan dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan dan/atau membayar secara pribadi. Manfaat tambahan melalui asuransi kesehatan tambahan dapat dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau dibayar secara pribadi, yang dilaksanakan dengan koordinasi antar penjamin kesehatan lainnya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)