Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS ,Rivanlee Anandar (kanan)  wakil koordinator KontraS Feri Kusuma (kiri). Foto: Medcom.id/ Syahrul Ramadhan
Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS ,Rivanlee Anandar (kanan) wakil koordinator KontraS Feri Kusuma (kiri). Foto: Medcom.id/ Syahrul Ramadhan

KontraS Minta Polisi Beberkan Korban Tewas Kerusuhan 22 Mei

Muhammad Syahrul Ramadhan • 13 Juni 2019 01:04
Jakarta: KontraS menilai keterangan polisi terkait kerusuhan 21-22 Mei masih meninggalkan pertanyaan publik. Terutama penjelasan penyebab tewasnya sembilan orang saat kerusuhan terjadi. 
 
KontraS menyayangkan polisi terlalu cepat menyimpulkan seluruh korban tewas bagian dari perusuh. Polisi belum menjelaskan secara gamblang peran, keterlibatan korban sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian, hasil rekontruksti TKP, uji balistik.
 
"Tanpa penjelasan tersebut, maka kesimpulan tersebut bisa memunculkan asusmsi publik terkait pelaku penembakan," kata Staf Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS Rivanlee Anandar, dalam konferensi persnya, di Kantor KontraS, Jakarta Pusat,Rabu 12 Juni 2019.

Terlebih, KontraS menyoroti tiga korban tewas di antaranya anak di bawah umur. Yaitu Reyhan, 16, Widianto Rizki Ramadan, 17, dan Harun, 15. Pengungkapan penyebab korban tewas harus menjadi prioritas utama polisi saat ini. Termasuk apabila memang benar ada pihak ketiga yang memanfaatkan situasi kemarin. 
 
"Ada 8 orang tertembak (ditembak), 3 diantaranya adalah anak di bawah umur berusia 16, 17 dan 15 tahun. Polri tidak menjelaskan terkait proyektil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan," tutur Rivanlee.
 
Rivanlee mengatakan, kesimpangsiuran informasi bisa memperkeruh suasana di tengah masyarakat. Hal ini dikhawatirkan memperuncing polarisasi di antara kedua kubu pendukung Pilpres 2019. Ditambah, polisi seharusnya menunjukan independensi pengungkapan kasus ini.
 
"Sehingga tidak memunculkan bias informasi," ujarnya.
 
Ia juga mengatakan, polisi juga harus terbuka terkait pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh personelnya atau siapapun yang diduga ikut bertanggung jawab. Baik karena tindakan langsung maupun akibat pembiaran.
 
"Tidak boleh ada impunitas hukum dalam penegakan hukum," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WHS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan