Persiapan proses pencarian dan evakuasi korban AirAsia QZ8501 di Pangkalan Bun--AFP/Yanuar
Persiapan proses pencarian dan evakuasi korban AirAsia QZ8501 di Pangkalan Bun--AFP/Yanuar

Alat Pendeteksi Sonar Canggih milik Singapura jadi Andalan

Dheri Agriesta • 01 Januari 2015 12:58
medcom.id, Pangkalan Bun: Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 telah memasuki hari ke-lima. Badan pesawat masih belum ditemukan. Puluhan penyelam dan alat canggih yang bisa mendeteksi keberadaan logam dikerahkan.
 
Tim SAR Singapura yang membawa peralatan canggih bergabung dengan Badan SAR Nasional (Basarnas) mulai hari ini. Kedatangan tim dari negeri tetangga itu diharapkan bisa cepat menemukan badan pesawat sekaligus penumpang yang menjadi korban.
 
Singapura datang dengan pesawat Hercules untuk mengirimkan automatic underwater vehicle untuk membantu pencarian badan pesawat yang belum ditemukan.

"Singapura datang untuk mengirimkan dua set automatic underwater vehicle. Alat tersebut merupakan alat pendeteksi sonar yang bisa digerakkan otomatis dari kapal mereka," kata SAR Mission Coordinator Pangkalan Bun Marsda Sunarbowo Sandy di Pangkalan Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kamis (1/1/2015).
 
Sunarbowo menjelaskan alat yang dimiliki Singapura itu memiliki daya jelajah yang dapat menjangkau kedalaman 100 meter dan memiliki lebar sapuan 100 meter. Alat yang bernama double side bin sonar ini beroperasi tanpa awak.
 
Alat itu, lanjut dia, dapat berfungsi untuk mendeteksi sinyal lemah yang ada di dalam laut. Alat ini nantinya akan menjelajah lautan untuk menangkap getaran yang disebar. Cara kerjanya mirip lumba-lumba.
 
"Alat dimasukan ke dalam air seperti sonar. Menyebar itu. Suara pantulan ditangkap. Bisa pantulan bisa juga getaran, dan terutama benda logam. Jadi dia keahliannya seperti lumba-lumba. Jika ada yang terdeteksi, maka akan ada tampilan seperti grafis. Kalau ada logam deteksinya berbeda. Baik suara atau benda dibedakan dengan warna," jelas Sunarbowo.
 
Alat yang dimiliki Singapura kurang lebih sama dengan yang dimiliki Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT). Hanya saja, milik Singapura lebih canggih. BPPT telah mengerahkan alat pendeteksi sejak kemarin. Namun hingga saat ini,anjut Sunarbowo, belum ada titik terang keberadaan lokasi badan pesawat.
 
"Yang pasti, dari alat pendeteksi sonar yang kita miliki belum membuahkan hasil penemuan titik lokasi. Jadi kita sekarang mengandalkan alat dari Singapura. Semua tim pendeteksi kini dikomandoi laksamana pertama Rasyid yang sekarang on board di KRI Banda Aceh," kata Suarbowo.
 
Perwakilan dari Singapura, kata Sunarbowo, telah terbang menuju lokasi pencarian. Baruna Jaya milik BPPT telah lebih dahulu menyapu perairan Selat Karimata untuk menemukan burung besi nahas itu. Selain itu, juga terdapat kapal-kapal KRI penyapu ranjau yang dapat difungsikan mendeteksi logam. "Nanti Perancis gabung bareng KNKT untuk membawa alat yang sma," tambah dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan