medcom.id, Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Indonesia telah menyampaikan permintaan maafnya terkait pelarangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terbang ke AS. Namun permintaan maaf saja dinilai belum cukup.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, permintaan maaf dari pihak Kedutaan AS tidak cukup. Pemerintah Indonesia perlu melayangkan protes keras terkait kegagalan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berangkat ke AS.
"Bagi saya sudah layak untuk pemerintah sampaikan protes keras. Karena ini tidak hanya cukup minta maaf. Sudah terlanjur," ujar Hidayat ditemui di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 23 Oktober 2017.
Hidayat berharap pihak Kementerian Luar Negeri melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bisa menyampaikan protes kerasnya dihadapan Dubes AS di Indonesia. Hal ini juga berlaku untuk Dubes Indonesia di AS untuk menyampaikan protes kerasnya disana.
Ia menilai sikap AS sangat tidak menghormati Indonesia dan TNI secara khusus. Sikap penolakan tersebut sangat disayangkan terjadi.
"Sangat melecehkan Indonesia, tidak menghormati institusi bahkan ini TNI gitu loh. TNI salah satu tokoh penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia," tegas Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syoro PKS itu juga menyoroti pernyataan pihak imigrasi yang mengatakan tidak ada nama Gatot beserta delegasi pada pemberangkatan hari Sabtu, 21 Oktober 2017. Ia meragukan adanya salah informasi tersebut.
Baginya pejabat sekelas Jenderal Gatot Nurmantyo jika harus terbang mendadak seharusnya tidak ada masalah. "Seorang VVIP berangkat mendadak sangat mungkin. Sekelas pak Gatot langsung berangkat itulah sangat biasa dan mungkin. Saya aja bisa berangkat mendadak kok apalagi sekelas pak Gatot. Kalau begtu pasti ada croscek, dan pasti bisa terselesaikan," imbuhnya.
Insiden tersebut terjadi pada Sabtu 21 Oktober 2017. Saat itu, Jenderal Gatot beserta delegasi masih berada di Bandara Soekarno-Hatta dan hendak check in.
"Pangliman TNI siap berangkat menggunakan penerbangan Emirates. Namun beberapa saat sebelum keberangkatan ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta delegasi tidak boleh memasuki wilayah AS," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto.
Padahal, saat itu, Gatot dan delegasi sudah mengantongi visa dari AS untuk hadir dalam acara tersebut.
Menlu Retno juga sudah melakukan komunikasi berulang kali dengan Duta Besar RI untuk Washington DC, Budi Bowoleksono untuk terus mendapatkan penjelasan dari pihak AS secara langsung.
medcom.id, Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Indonesia telah menyampaikan permintaan maafnya terkait pelarangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terbang ke AS. Namun permintaan maaf saja dinilai belum cukup.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, permintaan maaf dari pihak Kedutaan AS tidak cukup. Pemerintah Indonesia perlu melayangkan protes keras terkait kegagalan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berangkat ke AS.
"Bagi saya sudah layak untuk pemerintah sampaikan protes keras. Karena ini tidak hanya cukup minta maaf. Sudah terlanjur," ujar Hidayat ditemui di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 23 Oktober 2017.
Hidayat berharap pihak Kementerian Luar Negeri melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bisa menyampaikan protes kerasnya dihadapan Dubes AS di Indonesia. Hal ini juga berlaku untuk Dubes Indonesia di AS untuk menyampaikan protes kerasnya disana.
Ia menilai sikap AS sangat tidak menghormati Indonesia dan TNI secara khusus. Sikap penolakan tersebut sangat disayangkan terjadi.
"Sangat melecehkan Indonesia, tidak menghormati institusi bahkan ini TNI gitu loh. TNI salah satu tokoh penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia," tegas Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syoro PKS itu juga menyoroti pernyataan pihak imigrasi yang mengatakan tidak ada nama Gatot beserta delegasi pada pemberangkatan hari Sabtu, 21 Oktober 2017. Ia meragukan adanya salah informasi tersebut.
Baginya pejabat sekelas Jenderal Gatot Nurmantyo jika harus terbang mendadak seharusnya tidak ada masalah. "Seorang VVIP berangkat mendadak sangat mungkin. Sekelas pak Gatot langsung berangkat itulah sangat biasa dan mungkin. Saya aja bisa berangkat mendadak kok apalagi sekelas pak Gatot. Kalau begtu pasti ada croscek, dan pasti bisa terselesaikan," imbuhnya.
Insiden tersebut terjadi pada Sabtu 21 Oktober 2017. Saat itu, Jenderal Gatot beserta delegasi masih berada di Bandara Soekarno-Hatta dan hendak check in.
"Pangliman TNI siap berangkat menggunakan penerbangan Emirates. Namun beberapa saat sebelum keberangkatan ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta delegasi tidak boleh memasuki wilayah AS," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto.
Padahal, saat itu, Gatot dan delegasi sudah mengantongi visa dari AS untuk hadir dalam acara tersebut.
Menlu Retno juga sudah melakukan komunikasi berulang kali dengan Duta Besar RI untuk Washington DC, Budi Bowoleksono untuk terus mendapatkan penjelasan dari pihak AS secara langsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ROS)