medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) segera dirampungkan. Aturan itu diperlukan agar aparat lebih cepat mencegah aksi terorisme.
"Jangan karena ada bom baru kita cari (pelakunya). Justru preventifnya bagaimana," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat 26 Mei 2017.
Meski begitu, Kalla tak melupakan jasa Polri dan Detasemen Khusus Antiteror 88. Ada banyak kasus dan rencana pengeboman yang berhasil ditindak sebelum terduga pelaku melancarkan aksi.
Kalla mencontohkan penangkapan tiga terduga teroris pada 10 Desember 2016. Mereka berencana melancarkan aksi pengeboman di Istana Negara keesokan harinya menggunakan bom panci. Namun, dapat dicegah. Kalla ingin aparat penegak hukum bisa memeriksa seseorang yang terindikasi melakukan serangan teror.
"UU yang sekarang kan enggak bisa jika tak ada tindakan nyata," kata Kalla.
Kemarin, Presiden Joko Widodo ingin pembahasan RUU Terorisme dikebut di DPR. Jokowi yang meninjau langsung lokasi ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, bersama Kalla memerintahkan Menko Polhukam Wiranto menyelesaikan beleid ini.
Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafii menjamin aturan ini bisa rampung dalam waktu dekat. Pembahasan di Senayan pun terbilang lancar. Tak ada masalah berarti yang bisa menghambat penyelesaian RUU ini.
Sejak Februari lalu pembahasan RUU Antiterorisme belum mencapai 20 pasal dari total 118 daftar inventarisasi masalah (DIM). Pasal-pasal yang masih diperdebatkan antara lain Pasal 46A mengenai sanksi pencabutan kewarganegaraan yang terlibat terorisme. Lalu Pasal 43B mengenai pelibatan TNI.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/5b2jA22b" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) segera dirampungkan. Aturan itu diperlukan agar aparat lebih cepat mencegah aksi terorisme.
"Jangan karena ada bom baru kita cari (pelakunya). Justru preventifnya bagaimana," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat 26 Mei 2017.
Meski begitu, Kalla tak melupakan jasa Polri dan Detasemen Khusus Antiteror 88. Ada banyak kasus dan rencana pengeboman yang berhasil ditindak sebelum terduga pelaku melancarkan aksi.
Kalla mencontohkan penangkapan tiga terduga teroris pada 10 Desember 2016. Mereka berencana melancarkan aksi pengeboman di Istana Negara keesokan harinya menggunakan bom panci. Namun, dapat dicegah. Kalla ingin aparat penegak hukum bisa memeriksa seseorang yang terindikasi melakukan serangan teror.
"UU yang sekarang kan enggak bisa jika tak ada tindakan nyata," kata Kalla.
Kemarin, Presiden Joko Widodo ingin pembahasan RUU Terorisme dikebut di DPR. Jokowi yang meninjau langsung lokasi ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, bersama Kalla memerintahkan Menko Polhukam Wiranto menyelesaikan beleid ini.
Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafii menjamin aturan ini bisa rampung dalam waktu dekat. Pembahasan di Senayan pun terbilang lancar. Tak ada masalah berarti yang bisa menghambat penyelesaian RUU ini.
Sejak Februari lalu pembahasan RUU Antiterorisme belum mencapai 20 pasal dari total 118 daftar inventarisasi masalah (DIM). Pasal-pasal yang masih diperdebatkan antara lain Pasal 46A mengenai sanksi pencabutan kewarganegaraan yang terlibat terorisme. Lalu Pasal 43B mengenai pelibatan TNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)