medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas Iptek). Kehadiran RUU tersebut diharapkan bisa menjadi landasan riset dan teknologi, sekaligus membenahi lembaga pendidikan tinggi.
Menanggapi RUU Sisnas Iptek, Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati mengatakan, pembahasan RUU Sisnas Iptek merupakan revisi dari UU sebelumnya agar penelitian teknologi bisa mengikuti perkembangan global.
"Sebenarnya UU Nomor 18 tahun 2002 sudah ada. Ini kan revisi, karena kita mengikuti perkembangan global. Kalau dulu mungkin masih berkutat pada sistem sains dan teknologi, kita belum sampai pada inovasi. Sekarang, kita harus bisa berinovasi, sehingga pengaturan itu akan diperluas," ujar Sri kepada Metrotvnews.com, saat ditemui di kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis, 1 Juni 2017.
UU terdahulu, kata Sri, belum mengatur hasil penelitian agar langsung dikomersialkan kepada industri. Dengan adanya RUU Sisnas Iptek, inovasi dari hasil penelitian dapat dikomersialkan, sekaligus memberikan nilai tambah pada produk-produk Indonesia.
"Kalau kita ke arah inovasi ialah tentang bagaimana meningkatkan nilai tambah. Artinya, barang produk hasil penelitian harus menjadi suatu barang jadi. RUU Sisnas Iptek itu akan dikembangkan ke sana, yaitu bagaimana kita harus berinovasi," tuturnya.
Dia mencontohkan, hasil penelitian di Korea dan Jepang langsung diterapkan di perusahaan-perusahaan, sehingga negara tersebut bangga menggunakan produk dalam negeri.
"Hasil riset harus dicoba. Kalau tidak dicoba, maka tidak akan berkembang. Kalau misalnya ada kegagalan, diuji lagi di laboratorium, dikembangkan lagi. Jika tidak pernah dicoba, barang sederhana sekali pun tidak bisa bisa berkembang," ujar Sri.
medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas Iptek). Kehadiran RUU tersebut diharapkan bisa menjadi landasan riset dan teknologi, sekaligus membenahi lembaga pendidikan tinggi.
Menanggapi RUU Sisnas Iptek, Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati mengatakan, pembahasan RUU Sisnas Iptek merupakan revisi dari UU sebelumnya agar penelitian teknologi bisa mengikuti perkembangan global.
"Sebenarnya UU Nomor 18 tahun 2002 sudah ada. Ini kan revisi, karena kita mengikuti perkembangan global. Kalau dulu mungkin masih berkutat pada sistem sains dan teknologi, kita belum sampai pada inovasi. Sekarang, kita harus bisa berinovasi, sehingga pengaturan itu akan diperluas," ujar Sri kepada Metrotvnews.com, saat ditemui di kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis, 1 Juni 2017.
UU terdahulu, kata Sri, belum mengatur hasil penelitian agar langsung dikomersialkan kepada industri. Dengan adanya RUU Sisnas Iptek, inovasi dari hasil penelitian dapat dikomersialkan, sekaligus memberikan nilai tambah pada produk-produk Indonesia.
"Kalau kita ke arah inovasi ialah tentang bagaimana meningkatkan nilai tambah. Artinya, barang produk hasil penelitian harus menjadi suatu barang jadi. RUU Sisnas Iptek itu akan dikembangkan ke sana, yaitu bagaimana kita harus berinovasi," tuturnya.
Dia mencontohkan, hasil penelitian di Korea dan Jepang langsung diterapkan di perusahaan-perusahaan, sehingga negara tersebut bangga menggunakan produk dalam negeri.
"Hasil riset harus dicoba. Kalau tidak dicoba, maka tidak akan berkembang. Kalau misalnya ada kegagalan, diuji lagi di laboratorium, dikembangkan lagi. Jika tidak pernah dicoba, barang sederhana sekali pun tidak bisa bisa berkembang," ujar Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)