Jakarta: Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri buntut dari cuitannya soal informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu.
Menanggapi hal tersebut, Denny menyebut seharusnya persoalan wacana seharusnya dibantah dengan narasi bukan dengan cara membawa ke ranah pidana.
"Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana,” tegas Denny dikutip dari Media Indonesia.
Menurut Denny, pembahasan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik, yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi.
"Informasi yang disampaikan kepada publik melalui akun sosial media adalah upaya saya mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi sebelum dibacakan. Hal itu lantaran putusan MK bersifat final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum. Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi,” ungkapnya.
Denny mencontohkan bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri.
Denny pun berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke. “Bukan hanya dari partai dan bacaleg, namun juga yang paling penting, mempengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka),” tuturnya.
Alasan pelapor laporkan Denny Indrayana
Pelapor Andi Windo Wahidin mengutarakan alasannya melaporkan Denny Indrayana ke Bareskrim Polri terkait dugaan berita bohong soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Denny dinilai telah membuat gaduh karena membocorkan hal yang belum pasti tentang sistem pemilu.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh," kata pelapor Andi Windo Wahidin saat dikonfirmasi Medcom.id, Sabtu, 3 Juni 2023.
Menurutnya pernyataan yang disampaikan Denny merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sehingga, masih menjadi dokumen rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan.
"Juga mencoba mengintervensi dan mempengaruhi Hakim MK, padahal hakim bebas dari pengaruh luar dalam memutus perkara yang ditanganinya," ujar pria yang berprofesi sebagai advokat itu.
"Kalau hal seperti ini didiamkan terus tidak baik begini, ini kan ada penumpang gelap dalam berdemokrasi," katanya.
Dalam laporannya, Andi mempersangkakan Denny Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beleid itu menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Pakar hukum tata negara,
Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri buntut dari cuitannya soal informasi putusan Mahkamah Konstitusi (
MK) terkait sistem pemilu.
Menanggapi hal tersebut, Denny menyebut seharusnya persoalan wacana seharusnya dibantah dengan narasi bukan dengan cara membawa ke ranah pidana.
"Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana,” tegas Denny dikutip dari
Media Indonesia.
Menurut Denny, pembahasan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik, yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi.
"Informasi yang disampaikan kepada publik melalui akun sosial media adalah upaya saya mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi sebelum dibacakan. Hal itu lantaran putusan MK bersifat
final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum. Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi,” ungkapnya.
Denny mencontohkan bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri.
Denny pun berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke. “Bukan hanya dari partai dan bacaleg, namun juga yang paling penting, mempengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka),” tuturnya.
Alasan pelapor laporkan Denny Indrayana
Pelapor Andi Windo Wahidin mengutarakan alasannya melaporkan Denny Indrayana ke Bareskrim Polri terkait dugaan berita bohong soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Denny dinilai telah membuat gaduh karena membocorkan hal yang belum pasti tentang sistem pemilu.
"Apa yang dilakukan Denny sudah membuat situasi politik nasional gaduh," kata pelapor Andi Windo Wahidin saat dikonfirmasi Medcom.id, Sabtu, 3 Juni 2023.
Menurutnya pernyataan yang disampaikan Denny merupakan dugaan putusan yang sebenarnya belum dibacakan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Sehingga, masih menjadi dokumen rahasia negara yang tidak boleh dibocorkan.
"Juga mencoba mengintervensi dan mempengaruhi Hakim MK, padahal hakim bebas dari pengaruh luar dalam memutus perkara yang ditanganinya," ujar pria yang berprofesi sebagai advokat itu.
"Kalau hal seperti ini didiamkan terus tidak baik begini, ini kan ada penumpang gelap dalam berdemokrasi," katanya.
Dalam laporannya, Andi mempersangkakan Denny Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beleid itu menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)