medcom.id, Jakarta: Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menilai, lulusan pendidikan tinggi belum menjadi jaminan bisa memasuki pasar kerja dan dunia industri. Hal ini diakibatkan karena adanya gap antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan pasar kerja.
Kondisi tersebut menyebabkan adanya peningkatan pengangguran lulusan pendidikan tinggi setiap tahun. Pasalnya, lulusan perguruan tinggi belum didukung dengan kompetensi untuk masuk ke pasar kerja.
"Langkah konkret yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan adalah menyesuaikan program pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar," kata Hanif dalam sambuatn yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Bambang Satrio Lelono dalam The 2nd International Conference of Vocational Higher Education (ICVHE) di Bali, Kamis 27 Juli 2017.
Berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), pendidikan tinggi di Indonesia setiap tahun rata-rata menghasilkan lulusan kurang lebih 750ribu orang. Mereka berasal dari berbagai tingkatan pendidikan tinggi yang siap masuk ke pasar kerja.
"Untuk itu lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi harus melakukan perubahan dari hanya sekedar mencetak lulusan ke arah penguatan substansi yang relevan sebagaimana tri dharma perguruan tinggi," terang Hanif.
Hanif menjelaskan, kurikulum dan proses belajar mengajar harus dirancang dan didesain sesuai dengan kondisi riil sosial kemasyarakatan saat ini. Konsekuensi dari penggunaan teknologi dalam bekerja, pola kerja atau cara melakukan suatu pekerja di seluruh dunia, cenderung sama untuk satu jabatan.
"Contohnya, seorang manajer hotel bintang lima di Indonesia mempunyai tugas dan pekerjaan yang relatif sama dengan seorang manajer hotel bintang lima di Malaysia, Singapore, dan negara-negara Eropa, dan negara lainnya," jelas dia.
medcom.id, Jakarta: Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menilai, lulusan pendidikan tinggi belum menjadi jaminan bisa memasuki pasar kerja dan dunia industri. Hal ini diakibatkan karena adanya gap antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan pasar kerja.
Kondisi tersebut menyebabkan adanya peningkatan pengangguran lulusan pendidikan tinggi setiap tahun. Pasalnya, lulusan perguruan tinggi belum didukung dengan kompetensi untuk masuk ke pasar kerja.
"Langkah konkret yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan adalah menyesuaikan program pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar," kata Hanif dalam sambuatn yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Bambang Satrio Lelono dalam The 2nd International Conference of Vocational Higher Education (ICVHE) di Bali, Kamis 27 Juli 2017.
Berdasarkan data dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), pendidikan tinggi di Indonesia setiap tahun rata-rata menghasilkan lulusan kurang lebih 750ribu orang. Mereka berasal dari berbagai tingkatan pendidikan tinggi yang siap masuk ke pasar kerja.
"Untuk itu lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi harus melakukan perubahan dari hanya sekedar mencetak lulusan ke arah penguatan substansi yang relevan sebagaimana tri dharma perguruan tinggi," terang Hanif.
Hanif menjelaskan, kurikulum dan proses belajar mengajar harus dirancang dan didesain sesuai dengan kondisi riil sosial kemasyarakatan saat ini. Konsekuensi dari penggunaan teknologi dalam bekerja, pola kerja atau cara melakukan suatu pekerja di seluruh dunia, cenderung sama untuk satu jabatan.
"Contohnya, seorang manajer hotel bintang lima di Indonesia mempunyai tugas dan pekerjaan yang relatif sama dengan seorang manajer hotel bintang lima di Malaysia, Singapore, dan negara-negara Eropa, dan negara lainnya," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)